“Nah, soalnya kalau masalah suka ya kita perlu cari jalan keluar, kalo kiranya hubungan ini bakal bahaya lo bisa hindarin dia, tapi situasinya kan kita gak tau,” ujar Hans lagi.
Maka, Max menceritakan detail perkaranya, mulai dari ia yang mencari ibu susu, sampai datanglah seorang gadis kuliahan yang polos tetapi menghasilkan asi dan kecantikannya memikat dirinya. Tentu ini pembahasan yang serius di antara mereka.
"Jadi gitu ...." gumam Pamungkas setelah mendengar cerita dari sahabatnya.
Kevin sampai bengong sendiri, ia berpikir keras. Si otak matematikanya mulai mengeluarkan percikan api seperti listrik yang konslet akibat dari arus listrik yang rusak. Lalu Hans, ia mengusir kedua jalangnya sebelumnya dan fokus pada pembahasan masalah Max.
"Rumit sih, masalahnya si Axel udah bucin ama tuh cewek," ujarnya.
"Nah itu masalahnya," ujar Kevin.
"Tapi emang salah kalo lo suka ama cewek yang umurnya beda jauh ama lu?" tanya Pamungkas.
Kevin dan Hans kembali memikirkan itu, "Tentu aja masalah."
Hans si playboy dan jebolan kuliah jurusan Social Science and Management di Harvard itu, lalu mengungkapkan pendapatnya.
"Sejauh ini yang gue pahami bukan gitu konsepnya, masalahnya kenapa percintaan age-gap dilarang karena kebanyakan kasus emang lebih merugikan si cewek yang diperbudak baik fisik maupun non fisik. Ini kayak contoh sugar baby and sugar daddy gitu, kasus di US kan gitu banyaknya ...."
"Di Indo juga banyak kali," tanggap Pamungkas sebelum menyesap minumannya lagi.
"Ya gitulah, intinya selama lo memperlakukan dia dengan baik, cara lo mencintai dia bukan cara yang jahat, itu gak masalah, dengan catatan si cewek juga suka rela. Tapi bukan suka rela yang goblok kek para sugar babby karena uang ya, maksudnya dalam konsteks tulus," jelas Hans.
Kevin langsung berrtepuk tangan disusul Pamungkas, "Weh si playboy lagi waras, kontra banget sama omongan lu," ujar Kevin.
"Tau nih, padahal baru aja tuh dua jalang dipangku, sekarang ngomongin ketulusan," ujar Pamungkas heran.
Hans langsung melempar keduanya dengan cemilan, "Ya elah, jarang-jarang gue lagi mode begini," gerutunya kesal.
"Tapi bener juga ...." ujar Max tiba-tiba.
Ketiga temannya menoleh, padahal tadi Max sepertinya sangat fokus mendengarkan Hans seperti orang bertapa, tapi sekarang mulai bersuara dan ketiganya menunggu tanggapan darinya.
"Bener gimana?" tanya Hans.
Suasana kembali hening ketika Max belum membuka suaranya, ia malah beranjak pergi meninggalkan ketiga orang itu dan mengabaikan panggilan mereka berkali-kali.
Sesampainya di rumah, ia melihat anaknya yang tidur nyenyak, ia lega melihatnya, ia tak tega kalau harus melihat anaknya itu menangis hanya karena susu yang harusnya mudah ia beli dengan gelimang harta yang ia miliki.
Ia duduk di samping box bayi milik baby Axel, lalu ia memandang putranya darii dekat, ia sangat mirip dengannya. Hanya bentuk alisnya yang menurun dari sang ibu.Tak lama, ponselnya berbunyi tanda notifikasi pesan masuk. Lalu ia keluar kamar baby Axel menuju ke kamarnya sendiri, ia tak ingin putranya terganggu dalam tidurnya. Bawahannya yang tengil itu sudah menemukan banyak informasi tentang Lisa, ini sangat mengejutkan tapi ia bangga dengann itu.+++
Sebenarnya Lisa agak was-was tinggal di rumah besar itu, seperti kata neneknya, ia boleh tinggal di rumah majikan asal ia menjaga diri. Selama ini ia sudah menjaga diri, tapi neneknya khawatir karena ketika Lisa ada di wilayah seseorang takutnya ia tak bisa membela diri lagi.
"Baby Axel udah ngantuk ya?" tanya Resti pada si bayi yang mulai merem-merem.
Lisa langsung terbangun dari lamunannya, ia melihat Resti yang mendekatinya sambil mengajak bayi itu ngobrol. Ia langsung tersenyum dan langsung melihat si bayi yang memang sudah ngantuk.
"Eh udah ngantuk ya Baby Axel?" tanya Lisa juga.
"Iya nih, Kakak," jawab Resti menirukan suara bayi.
Kemudian Lisa mengambil alih baby Axel, ia mengajak Resti untuk ke kamar baby Axel untuk menyusuinya. Ia baru selesai bersih-bersih di kamar yang sama dengan Resti setelah pulang sekolah tadi.
"Eh, Mbak, aku heran kenapa ya kok Pak Max sekaya ini, dia usaha apa?" tanya Lisa penasaran dengan kemewahan yang ia lihat di rumah itu.
Resti langsung berbinar dan menceritakan cerita yang ia tau, meskipun itu tidak akurat karena hanya berdasarkan cerita dari orang lain yang belum tentu benar. Padahal, Max tak hanya luar biasa, tapi memang luar biasa dari yang paling luar biasa.
Selain sebagai pengusaha ia juga merupakan mafia yang bersembunyi di balik tampangnya yang serba keren. Mulai dari fisiknya yang good looking, ia juga good rekening tentu saja, mengingat penghasilannya setiap bulan tak kurang dari USD2,3 miliar. Berapa kalau dirupiahkan, mencapai Rp 3.872 triliun. Memang Max menyembunyikan jumlah itu demi agar bisnis gelapnya tidak tercium, jadi ia USD20,5 miliar pertahun.
Tentu dengan kekayaan itu Max masuk dalam list orang terkaya di Indonesia, Asia, tapi tidak di Eropa, padahal penghasilan aslinya kalau ia mau jujur, ia bisa mengalahkan siorang terkaya di dunia tahun 2023. Namun, Max cari aman dengan tidak memamerkan penghasilan aslinya itu.
Meski sudah menjadi orang terkaya dan juga tertampan di antara orang-orang kaya yang berwajah pas-pasan, Max masih diselingkuhi sang istri karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang hampir 20 jam penuh setiap hari. Kini ketika istrinya sudah pergi, ia baru sadar kalau ia salah meski masih gengsi untuk mengakuinya. Ia sudah meminta maaf pada mantan istri, tetapi mantan istrinya sudah terlanjur kesal dan tidak mau memperbaiki hubungan. Ia memilih melanjutkan karirnya yang tertunda dan pergi dari Jakarta.
Max baru pulang ketika ia mendengar suara merdu dari kamar pembantu yang dekat dengan dapur, itu suara yang jarang sekali ia dengar bahkan mungkin bisa diitung jari ia mendengarnya. Lalu, ia mendekati kamar pembantu itu dan terkejut ketika mengintip sedikit, itu membuatnya tambah bimbang dengan dirinya sendiri.
"Ck," decaknya tanpa sadar. Sejauh apa perasaannya itu untuk si gadis kuliahan yang lugu itu?
“Dor!” “Astaghfirulloh, Meiiii!” kaget Lisa ketika mendapati satu-satunya temannya mengagetinya ketika ia sedang serius nugas di gazebo taman kampus. Mereka satu kampus tetapi beda jurusan, tetapi gedung mereka bersebelahan, jadi Mei tak perlu jalan jauh untuk menemui Lisa yang selalu sendiri itu. Mei duduk di samping Lisa, disusun Hanum yang baru-baru ini berkenalan dengan Lisa, mereka bertemu di grup magang. “Assalamu’alaikum, semua!” sapanya ceria. “Wa’alaikumsalam, Num,” balas Lisa dan Mei. “By the way, lu berdua enak banget gak ada KKN, gue ada,” keluh Mei yang benci harus tinggal di luar rumah. “Makanya masuk jurusan ekonomi,” ledek Hanum. “Yeu, gue juga mana tau kalau jurusan ekonomi diistimewakan,” balas Mei. “Tapi emang jurusan lu ribet si, Mei.” “Dih ngatain, lagi kesel juga ….” Lisa hanya terkekeh mendengarkan keduanya berdebat masalah kampus mereka yang tidak adil itu. Memang kampus itu membuat aturan istimewa bagi mahasiswa jurusan ekonomi yang dibebaskan dari
Lisa meletakkan ponselnya di tas, mengabaikan pesan agresif dari kakak tingkatnya yang seperti kata Hanum, dia memang menyukainya. Tentu Lisa sadar akan hal itu, tetapi ia juga menyadari kalau pria itu terlihat jelas, bukan pria baik-bik seperti yang dikatakan Mei, dia buaya darat alias playboy. Pacarnya ada di mana-mana, gebetannya pun tak terhitung, ia memang tampan tapi auranya jelas tak bisa dikatakan baik. Sejauh ini Lisa sudah banyak menemui pria semacam Baron, wajah tampan tetapi kelakuan bak iblis, otaknya hanya berisi tentang wanita dan hal berbau zina. Ia menghela napas berat, menatap gerbang yang ada di depannya. Pukul 16.45 WIB ia baru keluar dari perpustakaan karena baru selesai mengerjakan tugas kelompok, tetapi ia yang menyelesaikannya seorang diri karena tiga anggota lainnya pulang terlebih dahulu dengan alasan ingin malam mingguan karena itu hari Sabtu. "Duh, aku jadi gak enak sama Bi Ijah dan Baby Axel, aku sering ijin kek gini ...." Ia sudah ijin tadi pagi kal
Max sengaja memperpanjang perjalanan bisnisnya pasca ia yakin bahwa perasaannya pada Lisa adalah spesial, tetapi ketika kembali bukannya perasaan itu berkurang, tetapi malah meledak, meluap bak lumpur lapindo. Perasaan itu meletup-letup tanpa bisa dihindari. Ia sampai tak keluar kamar, tak berani menemui baby Axel ketika Lisa belum pulang kerja hingga ketika baby Axel menahan Lisa untuk menginap di rumahnya, ia memilih pergi ke kantor dan tidur di sana. Ia benar-benar niat untuk menjauhkan perasaannya pada Lisa, tetapi itu tak berhasil. Oleh sebab itu, ia menghubungi Hans dan curhat pada si pakar perrcintaan cap buaya darat itu tentang perasaannya yang tak bisa dibendung lagi. Hingga ia mendapat kesimpulan bahwa ia harus menerimanya dan belajar cara menikmati perasaan itu tanpa diketahui oleh Lisa. "Gini ya, Bro. Masalahnya lo udah suka ama dia, kalo misal lo baru tertarik mungkin bisa tuh lo cari kekurangan dia biar lo ilfil sama dia, tapi kalo udah suka mah susah ngilanginnya.
"Aku masih gak ngerti, sebenarnya apa yang Mbak Resti maksud," ujar Lisa bingung. Resti menghela napas dengan gadis tidak peka di depannya itu, "Gini loh, kamu gak tau kalau Pak Boss kita bukan orang biasa?" Lisa meringis, "Iya tau, dia orang kaya kan?" "Bukan itu maksudku," balas Resti gemas. Baby Axel tiba-tiba merengek, ia sepertinya tidak puas dengan susu dari dot, padahal itu juga asi stok yang disiapkan Lisa untuknya. "Oeeeek!" maka pecahlah taangis bayi itu. Lisa langsung meminta baby Axel dari gendongan Resti, "Siniin Mbak, mungkin dia mau nenen langsung ke aku." "Iya kali yah, padahal asinya belum basi loh, kan ditaruh di kulkas," ujar Resti sambil menyeragkan baby Axel ke dalam gendongan Lisa. Lisa pun menggendong baby Axel lalu bersiap menyusuinya, "Uluh-uluh, si ganteng tau yah kalau ada Kakak, iya?" Melihat itu Resti terkekeh, ia membantu merapihkan posisi baby Axel agar Lisa nyaman juga, ia masih diinfus karena masih membutuhkan asupan pada tubuhnya selain m
Tatapan tajam Lisa membuat Max tersadar dan menatap balik gadis bermata jernih itu. Ia menutup ponselnya dan menaikkan sebelah alis. "Kenapa?" tanyanya sembari mengantongi ponselnya lagi. "Eng ...." Lisa menggeleng takut, "Gak kenapa-napa, Pak?" "Kamu tadi natap saya kayak gitu," ujar Max. Lisa menggeleng lagi, "Gak Pak, gak papa. Maaf sudah mengganggu." "Jangan-jangan kamu terpesona pada saya?" +_+_+ Pada akhirnya Lisa tak bisa tidur lagi, ia tak nyaman ada Max di ruangan itu. Max tidur di sofa setelah menggodanya tadi, pria itu menuduh Lisa terpesona karena menatapnya lama. Padahal Lisa sedang mengamati tato-tato di tangan Max, lalu mengepaskan dengan teori-teori yang dibuat Resti yang suka nonton YouTube dengan chanel cerita-cerita hororr. Lisa juga terpengaruh oleh cerita Resti, takut Max melakukan hal buruk padanya sebagai persembahan. Sampai ketika jam 1 malam, baby Axel terbangun dari tidurnya dan menangis, sepertinya Lisa tak akan tidur malam ini. Resti pun langsung ter
Max tak habis fikir dengan pengakuan Lisa atas alasan mengapa gadis itu menjauhinya, ternyata itu karena segitiga dengan gambar mata di tengahnya yang sering disebut sebagai Illuminati, padahal ini adalah tato yang ia buat ketika ia memulai bisnis dengan filosofi yang berbeda jauh dari illuminati itu sendiri. "Lis, serius kamu mikir kalo saya ngelakuin hal konyol begitu?" "Saya kan cuma dapet info dari internet, Pak," jawab Lisa mulai santai. Max pun ikut santai dan tertawa melihat bagaimana cara Lisa berpikir, sangat polos. "Hahahaha!" Gemparlah seisi mansion ketika mendengar tawa Max yang hampir tidak pernah terjadi semenjak hubungannya renggang dengan mantan istrinya. Beberapa pegawai di rumah itu, pembantu, bodyguard, dan tukang kebun bahkan mengintip di ambang pintu. Mereka sampai mendelik melihat betapa Max terlihat bahagia dengan Lisa sebagai objek tawanya. Lisa sendiri memanyunkan bibirnya karena kesal, "Bapak jangan keras-keras ketawanya, nanti baby Ax bangun." "Baby A
Lisa benar-benar tak habis pikir, berita yang ditunjukkan Hanum padanya membuatnya berpikir mendalam tentang apa yang terjadi. "Gue sebenernya puas sih ngeliat gimana para manusia sombong itu akhirnya ketemu lawan yang tepat, tapi kalau yang ngelakuin kekerasan ini adalah musuh mereka, harusnya dia lebih kuat dari Baron yang notebennya anak Mentri Keuangan negeri kita," kata Hanum mengungkapkan analisisnya. "Aku juga mikir begitu ... Baron gak mungkin kena hukum." Yup, orang-orang yang masuk jajaran orang yang memiliki jabatan biasanya mereka kebal hukum, kecuali backing mereka tidak lebih kuat dari lawan. "Tapi, siapapun itu, gue berterima kasih banget sama dia. Akhirnya sejak saat itu, gak ada yang berani godain lo ...." Kalau dipikir-pikir memang benar, sejak saat itu WA-nya sepi dari para buaya, di kampus juga tidak ada cowok yang berani mendekatinya, mereka seolah menghindar. Tentu ia senang, tapi ia masih merasa aneh dengan hal itu. "Menurutmu?" tanyanya ke Hanum. "Itu ka
Modus adalah nilai yang sering muncul, itulah mengapa modus sering digunakan untuk mereka yang suka cari perhatian. Cara ini pula yang dilakukan Max agar Lisa terbiasa dengan eksistensinya di sekitarnya. "Pembagian tugas akan dikirim ke akun masing-masing, silahkan dicek," lanjut Max tersenyum tambah lebar melihat wajah bingung para mahasiswa itu. Terutama, Max sangat menikmati wajah bingung Lisa yang seperti ingin menangis dengan situasi itu. Bagaimana tidak, ia membuka akun magangnya dan sekarang tugasnya yang awalnya ditempatkan di devisi umum, sekarang harus masuk di asisten sekretaris. Tidak ada temannya, ia hanya sendiri di bagian itu dan menjadi orang yang dekat dengan CEO yang tengah tersenyum sambil menatapnya itu. Sial sekali Lisa, sekarang ia harus berhadapan terus dengan Max yang semakin hari semakin membuatnya tak nyaman. "Gue gak tau bakalan bail-baik aja tau enggak," keluh Hanum. Akan tetapi ketika ia menoleh ke arah Lisa, ia kemudian mendapati temannya sangat frust