Share

Bab 147

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-05-17 19:52:52

“Yasmin … kamu masih marah?” Barra mengetuk pintu kamar perlahan. Dia juga menoleh ke sekitar. Rumah sudah sepi. Tidak ada yang berlalu-lalang. Tentu saja ini sudah malam. Kalau dia sampai berbuat gaduh, bisa-bisa Kezia dan Leo yang turun tangan.

“Aku minta maaf,” ucap Barra lagi. Dia berharap Yasmin mendengarnya dari balik pintu. Sayang, tidak ada jawaban.

Dia menarik napas dalam. Jantungnya berdebar tidak karuan. Yasmin pasti marah … atau mungkin menangis. Dadanya mengencang membayangkan air mata wanita itu tumpah karena dirinya. Belum sah menjadi suami, dia sudah membuat calon istri bersedih.

Dengan gusar, Barra merogoh saku jas yang disampirkan di lengannya, lalu mengeluarkan telepon genggam. Dia langsung menekan nomor Bahtiar.

“Bahtiar! Bilang ke Ela, mulai sekarang jangan terima klien perempuan lagi!” ujarnya tajam.

Di seberang, Bahtiar baru saja merebahkan diri di ranjang, setelah seharian penuh menemani sang atasan menghadiri sidang.

“Hah? Kenapa, Pak?”

Barra terdiam sejenak.
NACL

Udah deh Mami, paksa nikah aja mereka. Bahaya, bahaya. Selamat malam minggu Teman-Teman ^^

| 6
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Praveena Andhira
Ayo Boy Cleo, gasskan Papi kalian seret Bunda ke KUA
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 147

    “Yasmin … kamu masih marah?” Barra mengetuk pintu kamar perlahan. Dia juga menoleh ke sekitar. Rumah sudah sepi. Tidak ada yang berlalu-lalang. Tentu saja ini sudah malam. Kalau dia sampai berbuat gaduh, bisa-bisa Kezia dan Leo yang turun tangan.“Aku minta maaf,” ucap Barra lagi. Dia berharap Yasmin mendengarnya dari balik pintu. Sayang, tidak ada jawaban.Dia menarik napas dalam. Jantungnya berdebar tidak karuan. Yasmin pasti marah … atau mungkin menangis. Dadanya mengencang membayangkan air mata wanita itu tumpah karena dirinya. Belum sah menjadi suami, dia sudah membuat calon istri bersedih.Dengan gusar, Barra merogoh saku jas yang disampirkan di lengannya, lalu mengeluarkan telepon genggam. Dia langsung menekan nomor Bahtiar.“Bahtiar! Bilang ke Ela, mulai sekarang jangan terima klien perempuan lagi!” ujarnya tajam.Di seberang, Bahtiar baru saja merebahkan diri di ranjang, setelah seharian penuh menemani sang atasan menghadiri sidang.“Hah? Kenapa, Pak?”Barra terdiam sejenak.

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 146

    Senja ini, Yasmin duduk di atas rumput hijau yang lembap, dengan beberapa daun kering berserakan di sekitarnya. Tatapan iris hitam wanita itu melekat pada dua anak yang tengah berlarian dan tertawa riang.Boy membawa bola sambil berteriak penuh semangat, Cleo mengejarnya sambil tertawa cekikikan, kakinya yang kecil berusaha mengejar sang kakak dengan sekuat tenaga.“Nda … bola!” teriak Cleo sambil menggeleng keras-keras, poni kecilnya ikut bergoyang.“Nih … bola!” Boy menyodorkannya dengan jahil, tetapi ketika Cleo mendekat, bocah itu kembali berlari menjauh. Cleo langsung manyun, wajah kecilnya pun berubah masam.Senyum Yasmin mengembang. Tanpa disadari, air mata tipis mengalir di pipinya. Melihat Cleo, putri kecilnya tumbuh bahagia dan mendapat kasih sayang seutuhnya—itu lebih dari cukup.Barra … pria itu tidak berubah. Bahkan setelah tahu Cleo bukan darah dagingnya, dia tetap mempe

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 145

    “Yasmin?”“Mas?”Kompak keduanya.Melihat Barra yang bahkan enggan beranjak sejengkal pun, Yasmin tersenyum jahil. Tiba-tiba saja, dalam benaknya terlintas sesuatu yang menggelikan.“Sebentar lagi saya kuliah. Pasti sibuk. Kalau begitu ... nikahnya selepas lulus saja, Mas,” ucap Yasmin santai, dan menyeringai kecil.Dia melepaskan genggaman dari tangan anak-anak, lalu memutar tubuh Barra agar membelakanginya. Sedangkan Barra masih menganga tidak percaya, calon istrinya ini justru memberikan jawaban yang menguji kesabaran.Yang benar saja? Dia harus menunggu selama empat tahun? Belum lagi proses panjang menjadi seorang dokter.Barra berdecak kesal. Saat dia hendak menoleh ke arah sang pujaan hati, Yasmin tiba-tiba mencubit pelan punggungnya.“Ayo, Mas. Berangkat. Kerjanya harus rajin,” goda wanita itu sembari terkekeh kecil.Barra hanya bisa menghela napas panjang, lalu berjalan ke arah mobil Rubicon putihnya sambil mengusap dada. Pria itu merasa harus menambah stok kesabaran demi bisa

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 144

    Barra meraih tangan Yasmin dan menggenggamnya erat, seolah tidak ingin melepasnya. “Bilang saja, kamu mau minta bukti apa?” ulangnya dengan penuh tekanan. Dia merasa Yasmin mungkin masih ragu, bisa saja menolak.Akan tetapi, senyum di bibir mungil Yasmin justru mengembang manis. Dia membalas genggaman itu.“Kalau saya kasih tahu, memangnya Mas bakal lakuin?” tanya wanita itu, mata beningnya serius menatap Barra yang mengangguk tegas.Yasmin pun mendekat. Tubuhnya berjinjit, lalu berbisik tepat di dekat telinga pria itu, “Tolong jangan pergi sampai kita sama-sama tuan anti.”Kalimat sederhana itu menghangatkan hati Barra yang sebelumnya dipenuhi kabut keraguan. Wajah tampan yang semula tegang kini melunak. Pria itu ingin melompat kegirangan, tetapi dia menahan diri. Bisa jatuh harga dirinya di depan sang pujaan hati.Yasmin menjauh dan menunduk malu, wajahnya memerah ditatap oleh sepasang manik cokelat di depannya.Senyum lebar terukir di wajah Barra. Hatinya yang membeku sekian lama

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 143

    Mata mereka saling menatap dalam jangka waktu cukup lama. Diiringi embusan angin malam yang bergerak halus.Debar jantung Yasmin makin berisik tatkala ibu jari Barra membelai lembut bibir mungilnya. Bukan hanya itu saja, bahkan aroma mint dari embusan pelan napas pria itu memenuhi indera penciumannya. Barra memang selalu wangi dan bersih.Yasmin menelan air liurnya yang terasa mengental, lantas membuka bibirnya sedikit, hendak berkata sesuatu yang entah apa. Sebab pikirannya saat ini mendadak kosong dan sulit merangkai kata.Tiba-tiba saja, dalam sekejap, Yasmin membelalak ketika bibir Barra yang hangat dan lembap menempel dengan bibirnya. Dia hanya bisa terdiam saat merasakan sentuhan itu terlalu lembut sampai-sampai menghipnotisnya untuk menerima serta menikmati pagutan itu.Bukannya menolak, Yasmin justru menyampirkan kedua tangan pada bahu kokoh pria itu. Dia khawatir terjatuh karena Barra benar-benar membuatnya kehilangan energi. Ini memang bukan ciuman pertamanya, tetapi inilah y

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 142

    Barra berjalan ke ruang tamu sambil menahan rasa kesal yang hampir meluap dari ubun-ubun. Gerakan langkah pria itu teramat berat, ekspresi wajah tampannya juga mengeras begitu melihat tamu yang duduk dengan gelisah di sofa."Ada kabar apa? Bukannya aku sudah bilang, hari ini jangan ganggu. Besok baru boleh," ujarnya dengan nada tajam dan tatapan sengit pada Bahtiar.Tamu itu berdiri buru-buru, dan wajahnya gugup. "Maaf, Pak. Ini penting."Barra mendengkus dan berdecak. Meskipun kesal, tetapi akhirnya memberi isyarat tamunya untuk bicara.“Saya bawa laporan terbaru tentang Bram dan kasus Cindy, Pak.” Bahtiar menyerahkan dua map berbeda warna.Barra menerimanya dan mangut-mangut ketika membaca dengan teliti. Dari raut wajahnya, tampak dia sangat puas dengan kinerjanya. Sudut bibir pria itu berkedut samar.“Bagus. Biarkan saja warganet menggoreng beritanya. Tapi pastikan wajah anak-anak tidak muncul di mana pun!”“Tenang, Pak. Saya sudah bekerja sama dengan banyak situs berita online.” B

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 141

    Bram lebih dulu dibawa ke rumah sakit untuk mengobati luka-lukanya. Pria itu mendengkus saat kedua tangannya diikat. Bahkan di rumah sakit pun, tatapan-tatapan jijik dari orang-orang menghujam dadanya. Mereka tidak segan mencibir, bergumam keras tanpa rasa iba."Laki-laki memang maunya enak sendiri.""Zaman sekarang, jangan percaya mulut manis.""Bukan fans-nya, sih. Tapi ... amit-amit.""Dia pasti menyesal. Anak itu cantik, loh."Bram berdecih. Tidak sedikit pun ada penyesalan dalam dirinya. Dia menatap mereka semua dengan kemarahan yang ditahan. Andai saja bisa, dia ingin kabur. Namun, tubuhnya dikawal tiga petugas dari kanan, kiri, dan belakang.Setelah mendapat perawatan, Bram digiring ke kantor polisi setempat untuk penyelidikan lebih lanjut terkait kecelakaan tadi. Temperamennya yang buruk kembali muncul. Bahkan dia sempat berujar di hadapan petugas, "Sejak awal, anak itu memang pembawa sial!"Malam ini, Bram mendekam di sel tahanan. Tidak ada kasur empuk, tidak ada selimut hang

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 140

    "Kenapa, Mas?" tanya Yasmin, matanya menatap khawatir pada Barra yang berulang kali menekan layar ponsel dengan gelisah.Pria itu menoleh sejenak, wajahnya menyiratkan kecemasan. "Pak Amir susah dihubungi. Apa mungkin ketiduran?"Yasmin mengangkat bahu dan menggeleng pelan. Tadi mereka memang hanya diturunkan di lobi hotel. Pak Amir langsung menuju basement untuk parkir."Aku susul Pak Amir. Kamu dan anak-anak tunggu di sini," titah Barra. Yasmin mengangguk, meskipun rasa tidak enak mulai menyusupi dadanya.Barra kemudian menurunkan Boy. Tangan Yasmin langsung menggenggam jemari mungil dua bocah itu erat-erat. Mereka berdiri berdampingan, mata mereka kompak menatap ke arah Barra yang menghilang di balik pintu kaca.Seketika, cahaya lampu mobil menyilaukan mata. Yasmin refleks memalingkan wajah, lalu membelalak melihat laju mobil yang melesat cepat ke arah mereka.Tanpa pikir panjang, Yasmin menarik anak-anak mundur. Tubuhnya be

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 139

    Setelah percakapan pagi itu, Barra tidak lagi banyak bicara dengan Yasmin. Dia tidak sanggup kehilangan Cleo. Prasangkanya mulai tumbuh liar, bagaimana jika Bram datang dan mengambil putri kecil itu darinya?Kini, dari balik celah pintu yang sedikit terbuka, Barra mengintip. Dadanya sesak melihat pemandangan di dalam. Yasmin terduduk di atas karpet bulu, tubuh wanita itu gemetar karena isak tangis. Dia memeluk Cleo.Sementara Cleo yang kebingungan menatap wajah ibunya yang basah. Lalu Barra memilih memberikan ruang, membiarkan Yasmin menyatu dengan anaknya yang selama ini diyakini telah tiada.Di sisi lain, Boy tampak menarik-narik blus Yasmin, tidak mau kalah. Bocah lelaki itu merengek, meminta perhatian. Yasmin pun membungkuk, memeluk keduanya bersamaan.“Maaf … seharusnya Bunda sadar kamu itu masih hidup,” gumam Yasmin, tetapi terdengar jelas oleh Barra dari balik pintu“Nda … Nda … apah,” sahut Cleo polos sambil menepuk-nepuk pipi Yasmin yang basah.“Sayang … ini Bunda … ini Bunda,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status