Vienna sudah mencurigai semua wanita yang ada di sekitar Lucas sebagai pemilik sapu tangan merah muda itu.Bahkan ada beberapa yang Vienna mintai keterangan dengan bertatap muka.Namun siapa sangka, pemilik sapu tangan itu adalah Sydney.“Apa kau tidak punya sapu tangan sendiri?” Morgan menoleh malas sambil mengangkat salah satu alisnya.“Bukan begitu. Hanya saja …” Vienna terdiam sejenak untuk menelan ludah dengan susah payah. “Aku seperti merasa pernah melihatnya.”Sebelum Vienna bisa menyusun dalih selanjutnya, Sydney menarik sapu tangan itu dari tangan Morgan dengan lembut. Lalu, dia mengulurkannya pada Vienna tanpa ragu.“Ini,” kata Sydney singkat.Vienna mengambilnya perlahan. Mata wanita itu tidak berkedip saat menatap bordir mungil di ujung kain. Warna merah muda pucat dengan ukiran kecil LIS yang hampir pudar, tetapi masih cukup jelas terlihat.Jantung Vienna berdetak cepat. Tangannya yang memegang kain itu bergetar.“Seandainya sejak dulu kau seperti ini, Vienna,” ucap Sydne
“Biar aku yang menggantikan Sydney makan,” tukas Morgan tegas.Pria itu tidak mengembalikan piring Sydney yang tadi dia ambil. Sebelumnya, Morgan hanya ingin membantu wanita itu memotong daging.Morgan pikir, Sydney sudah bisa makan daging. Namun jika kenyataannya seperti ini, maka biar dia saja yang makan.Morgan menyentuh tangan Sydney dan meremasnya. Pria itu mengirimkan kekuatannya lewat sentuhan itu. Dia tidak dapat membayangkan betapa kesulitannya Sydney jika dirinya tidak datang.Oscar refleks menahan napas, matanya melirik Vienna yang juga membeku di tempat. Tidak ada yang berani menimpali Morgan. Aura dominan pria itu mendadak memenuhi seluruh ruangan seperti kabut pekat yang tidak bisa ditembus.Sydney hanya bisa melirik Morgan sebentar, lalu perlahan mengambil buah potong dari piring kecil di depannya.“Makanlah buahmu, Darling,” pinta Morgan terdengar jauh lebih lembut saat bicara pada Sydney.Tidak lagi bern
Vienna sambil tersenyum miring, lalu menyesap air mineral dari gelasnya dengan pelan. Matanya menelusuri tubuh Sydney tanpa malu.Namun senyum itu perlahan memudar saat matanya menangkap perubahan kecil pada tubuh wanita di depannya.Pinggang Sydney tampak sedikit lebih berisi dibanding terakhir kali mereka bertemu. Tidak drastis, tetapi cukup membuat Vienna mengernyitkan dahi.‘Sepertinya berat badan Sydney memang bertambah, jadi dia harus diet,’ pikir Vienna dalam hati. ‘Ya, dia harus menjaga bentuk tubuhnya. Banyak wanita cantik dan seksi yang berlomba-lomba menarik perhatian Tuan Morgan.’Vienna menggeleng pelan, tidak ingin terlalu memperhatikan Sydney. Namun dia tidak bisa menghentikan pikirannya.‘Makan yang banyak, Sayang,’ batin Vienna lagi. ‘Supaya kau tidak bisa lagi memuaskan Tuan Morgan dan akhirnya dibuang ke jalanan!’Sementara itu, Sydney hanya menelan ludah perlahan dan mencoba mengalihkan rasa mual yang mulai me
“Selalu menyenangkan membicarakan bisnis sambil makan siang, apalagi bersama orang yang visioner seperti Anda, Pak Oscar.” Sydney membuka percakapan dengan senyum tipis.Wanita itu terlihat tenang seperti aliran sungai yang licin, tetapi menyimpan arus deras di dasarnya. Dalam arti, ketenangan Sydney bukanlah kelemahan wanita itu.Mereka baru saja tiba di sebuah restoran mewah di pusat kota. Interiornya berkilau elegan dengan langit-langit tinggi dan lampu gantung kristal yang memantulkan cahaya hangat ke seluruh ruangan.“Di sini, Pak Oscar,” ucap Zya dari arah belakang mereka.Zya mencoba melangkah lebih dulu untuk memandu keduanya menuju ruang VIP yang sudah dipesan. Ruangan yang sulit didapatkan, jika saja Zya tidak menyebut Sydney sebagai kekasih Morgan Draxus.Status sebagai kekasih Morgan saja sudah membuat Sydney disegani. Zya tidak sabar menantikan atasannya itu mengumumkan pernikahan mereka.Setelah berhasil membalap, Zya membukakan sebuah pintu ruang VIP dan mempersilakan S
Saat Sydney akan membalas pesan dari Nirina, sebuah pesan baru masuk dari Zya.Mata Sydney seketika membelalak. Karena terlalu banyak pesan yang masuk pagi itu, Sydney sampai tidak menyadari bahwa Zya sudah mengiriminya belasan pesan.Sydney hampir saja menekan pesan masuk dari Zya, saat asistennya itu justru menelepon.Sydney segera menggeser ikon hijau.“Ada apa, Zya? Pesan darimu banyak sekali,” tanya Sydney cepat.“Apa Nona sudah membacanya?” Suara Zya di ujung telepon sana terdengar panik.Sydney memijit pelipis.“Belum. Aku baru saja akan membacanya, tapi kau tiba-tiba menelepon.” Sydney terdengar tegas, tetapi dia tidak menyembunyikan kekhawatiran.“Maaf saya jadi menelepon Nona seperti ini. Begini, Nona, Ibu Vienna memanggil salah satu investor besar dan mengadakan rapat dadakan siang ini. Apa mungkin Nona bisa datang?” tanya Zya sedikit tercekat, seolah sedang diburu waktu.“Dadakan?!
“Aku merasa seperti masuk ke adegan film dewasa,” komentar Ken sambil mengalihkan pandangan dan berdeham kecil.Sydney spontan bangun dari pangkuan Morgan. Pria itu dengan sigap memegangi pinggang Sydney agar dia tidak kehilangan keseimbangan.“Hati-hati, Darling,” bisik Morgan protektif.Kemudian Morgan meraih jas yang tersampir di sandaran kursi kerja dan menyampirkannya ke tubuh Sydney.Lingerie tipis satin berwarna lembut yang sebelumnya memperlihatkan lekuk tubuh wanita itu kini tertutup sebagian oleh jas hitam Morgan yang beraroma maskulin.Sydney merapatkan bagian depannya dengan kedua tangan. Wajah wanita itu bersemu merah.“Pergilah ke kamar, Darling. Lewat ruang pengawas CCTV saja tidak apa-apa,” pinta Morgan sambil menatap lekat mata wanita itu.Sydney mengangguk pelan dan beralih pada Ken.“Ken, maaf aku membuatmu dalam masalah. Aku benar-benar tidak tahu kalau kau punya jadwal penting sore tadi,” ucap Sydney penuh penyesalan.Ken mengangkat bahu santai, lalu menjatuhkan d
Sydney baru saja selesai mengeringkan rambut basahnya ketika notifikasi pesan dari Zya masuk ke ponselnya. Dia membuka pesan itu.[Hadiah untuk Tuan Morgan sudah tiba di rumah saya, Nona. Dan Pak Ken juga langsung pulang setelah mengantar saya.]Sydney tersenyum kecil membaca pesan itu. Dia memang menitipkan hadiah-hadiah untuk Morgan di rumah Zya, supaya kejutan yang dia rancang tidak terendus lebih awal.Dan Sydney juga meminta Ken untuk mengantar Zya pulang.Dengan menggunakan lingerie satin yang seksi, Sydney melangkah sambil membawa secangkir teh hijau hangat yang dia buat di dapur.Aroma peppermint samar memenuhi udara malam saat Sydney masuk ke ruang kerja Morgan.Pria itu masih menatap layar laptop dengan mata lelah dan rambut sedikit berantakan.“Kau harus minum sesuatu yang sehat,” ucap Sydney lembut sambil meletakkan cangkir di meja kerjanya. “Jangan terlalu banyak minum soda atau alkohol.”Morgan men
Sydney berdeham. “Hai, Ken.” Sydney akhirnya menyapa. “Aku juga tidak tahu kau ada di sini. Aku pikir karena Morgan akhir-akhir ini sibuk bekerja dari mansion, kau akan direpotkan di pelabuhan atau bahkan di laut.” Sydney berusaha bersikap normal, seolah dia tidak melakukan sesuatu yang patut dicurigai. Walau pipi wanita itu sempat merona karena kaget. Ken menyipitkan mata sesaat, lalu tersenyum kecil. Pria itu sempat melirik ke arah Zya, sebelum akhirnya kembali menatap Sydney. “Ya, dia sangat merepotkanku,” jawab Ken seperti mengadu pada Sydney atas kelakuan suami wanita itu. “Ada tugas tambahan lain darinya, yang harus aku lakukan di Highvale.” Ken bicara dengan datar dan sopan, tetapi sorot matanya berbicara lebih banyak. Terutama ketika pandangan pria itu tidak juga lepas dari sosok Zya di sebelah Sydney. Zya yang merasa dipelototi selekat itu langsung berpura-pura mengamati etalase jam tangan, berpura-pura tidak menyadari keberadaan pria itu. Namun Zya sangat payah
Keesokan harinya, Sydney dan Zya pergi ke sebuah mall terbesar di Highvale pada siang hari. Mereka masuk ke dalam toko brand pakaian pria terkenal yang ada di sana.“Aku tidak tahu mengapa dia tidak punya warna cerah di lemarinya,” ucap Sydney sambil membolak-balik deretan kemeja putih yang tertata rapi di rak. “Morgan harus mulai memiliki kemeja berwarna cerah. Lemari pria itu sangat menyeramkan, semua pakaiannya berwarna hitam. Dia seperti selalu siap untuk melayat.” Sydney menambahkan.Sydney terdengar santai, tetapi ekspresi wajahnya serius saat meneliti bahan dan jahitan di ujung lengan kemeja.Zya yang berdiri di sisi Sydney langsung tertawa kecil, matanya menyipit senang melihat wanita itu begitu bersemangat.“Tuan pasti senang dengan pilihan Nona,” ucap Zya sambil menahan senyum.Sydney menoleh dan membalas dengan senyum cerah. “Kita lihat nanti.”Beberapa saat berikutnya, dua pelayan toko membantu Sydney memili