Morgan tidak pernah mempekerjakan orang asal-asalan, bahkan MC acara itu dipilih dengan cermat. Terbukti dari cara MC yang sengaja mengganti caranya memanggil Sydney dari Nona menjadi Nyonya, saat mereka akan masuk ke agenda selanjutnya. Sydney menahan napas. “Aku akan memanggil Celia dan Miran untuk bersiap membawa si kembar,” tukas Zya dengan mantap, kembali berperan sebagai asisten Sydney, meskipun tadi wanita itu sempat panik luar biasa. Tanpa menunggu jawaban Sydney maupun Morgan, Zya melepaskan genggaman tangan Ken dan berjalan cepat menuju rumah. Gaun yang dikenakan Zya berkibar ringan seiring langkahnya yang bergegas, meninggalkan aroma lavender samar yang sempat menyelinap di antara angin malam. Melihat Zya pergi, MC kembali berpamitan untuk kembali ke depan panggung. Sydney menelan ludah. Jantung wanita itu tiba-tiba berdegup begitu kencang, seolah tubuhnya sedang bersiap menghadapi lonjakan adrenalin. Bahkan tangan Sydney sedikit bergetar. “Aku akan berjaga d
Karena suasana menjadi tegang, Morgan meminta MC untuk kembali mengambil alih acara dan menghibur para tamu.“Ayo semua, jangan tegang begitu dong! Ini pesta bahagia, mari abaikan energi-energi negatif yang datang tanpa diundang!” seru MC dengan suara lantang yang memecah keheningan.Suara tawa palsu terdengar dari beberapa sisi taman. Para tamu tampak saling melirik, bingung antara ikut tertawa atau tetap menatap ke arah Vienna yang baru saja diseret mundur oleh suaminya.“Bagaimana kalau kita main game kecil-kecilan? Tapi jangan anggap remeh hadiahnya, ya!” MC mulai memancing supaya para tamu berhenti memperhatikan Vienna.Sejumlah tamu mulai bersorak pelan.“Sepuluh pemenang dengan jawaban tercepat dan tepat akan membawa pulang … emas batangan satu kilogram! Yes, emas sungguhan! Bukan hadiah diskon atau voucher makan!” seru MC penuh semangat. “Persembahan dari Nona Sydney dan Tuan Morgan, tentu saja!”Kerumunan sontak heboh. F
“Maaf aku datang terlambat, Sydney. Ah, kita memakai warna gaun yang sama!” cibir Vienna penuh kelembutan yang palsu. Vienna berdiri tegak di hadapan Sydney, seolah tidak sadar bahwa seluruh tamu pesta kini menatapnya dalam diam yang menegangkan. Sydney menatap sepupunya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu, wanita itu tertawa kecil dan lirih, hampir tidak terdengar oleh siapa pun selain Vienna dan Morgan. Lucu sekali. Bahkan sekarang pun, di hari yang seharusnya menjadi kejutan bahagia untuk dirinya, Vienna masih berusaha mencuri perhatian. Gaun putih dengan potongan serupa. Rambut gelombang terurai dengan aksen jepit perak di sisi kanan. Riasan tipis dengan highlight dan eyeliner persis seperti yang Sydney gunakan malam itu. Padahal sudah beberapa bulan Sydney mengganti teknik riasannya. Vienna pasti diam-diam mengamatinya. Sejak kecil, Vienna selalu ingin menjadi Sydney. Awalnya, Sy
“Siapa teman baikku yang kau maksud, Darling?” tanya Morgan sambil mencengkeram kedua bahu Sydney cukup kuat untuk membuat wanita itu menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Dari kejauhan, mungkin terlihat seperti adegan manis antara pasangan kekasih di panggung pesta. Namun hanya Sydney yang tahu, bahwa sorot mata Morgan masih mengandung awan kecurigaan yang belum menguap.Sydney tersenyum menenangkan. Senyuman khas yang kerap Sydney gunakan untuk melunakkan ego Morgan saat pria itu berada di ambang ledakan.“Tentu saja dokter Ken,” jawab Sydney lembut.Morgan tidak langsung bereaksi. Namun pandangan pria itu spontan menyapu kerumunan dan berhenti pada sosok di dekat dekorasi bunga, Ken.Ken yang menyaksikan dan mendengar ucapan Sydney, secara refleks menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan bingung.“Aku?” Ken belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi.Morgan melirik tajam ke arah tempat Ken berdiri. “A
“Kau …” Sydney membelalak saat menatap Morgan sambil menahan napas. “Tentu saja aku ingat.”“Bagus.” Morgan hanya menaikkan satu alis dengan tatapan puas.Morgan dengan sengaja mengingatkan Sydney pada momen di Sweet Cafe, ketika di sudut bibirnya terdapat noda es krim. Dan Sydney, tanpa pikir panjang, membersihkan noda itu dengan bibirnya.Seketika, pipi Sydney memanas seperti terkena percikan api.Belum sempat Sydney membalas atau menampar dada Morgan yang kini tersenyum jail, suara dari pengeras suara menggema dari arah panggung.“Permisi!”Keduanya menoleh bersamaan.Di sana, berdiri seseorang yang sejak tadi tidak terlihat. Dengan gaun ungu dan rambut disanggul rapi, Zya. Wanita itu tampak percaya diri berdiri di atas panggung sambil memegang mic dan tersenyum.Morgan melonggarkan pelukannya dari pinggang Sydney. Pria itu menyipitkan mata.“Untuk apa dia di situ, Darling?” tanya Morgan pelan.Sydney sempat terdiam. Namun kemudian dia teringat sesuatu.“Oh,” sahut Sydney pelan. “B
“Aku tidak percaya kau menyisipkan kejutan ulang tahunku di tengah acara ini,” ujar Morgan datar dan tajam di saat yang sama, menelanjangi wajah Sydney. “Ini seharusnya perayaan untuk keberhasilanmu. Mengapa justru menjadi pesta kejutan ulang tahun untukku?” Sydney tetap tersenyum. Cahaya taman yang baru kembali menyala memantulkan kilau hangat di wajahnya. “Aku tidak akan sampai di titik ini tanpamu, Morgan,” sahut Sydney dengan lembut. “Jadi kejutan ulang tahunmu ini juga bagian dari perayaanku. Cepat ucapkan permintaan, tanganku mulai pegal.” Morgan mengembuskan napas, lalu mengambil kue dari tangan Sydney. Jemari mereka sekilas saling bersentuhan, hangat dan penuh perasaan. Kue itu kini berada di tangan Morgan. Pria itu tidak ingin tangan istrinya sakit. “Permintaan?” Morgan mengangkat sebelah alis. “Apalagi yang bisa aku minta kalau kau sudah berdiri di sampingku, Darling?” Pipi Sydney merona. Semburat merahnya nyaris menyaingi warna mawar di dekorasi belakang mereka.