“Aku tadi masih melihat Nona Sydney di panggung, tetapi sekarang dia sudah tidak ada!” bisik seorang tamu dengan panik.
“Apa pengamanan pestanya cukup baik? Nona Sydney tidak diculik, bukan?” sahut yang lain sambil celingukan, mencoba mencari wajah familiar di tengah cahaya taman yang padam.Suara-suara cemas mulai mengisi udara, menggantikan alunan musik yang kembali menghilang begitu lampu padam. Taman yang semula dipenuhi tawa dan tepuk tangan kini terasa seperti labirin penuh ketegangan.“Sydney!!!” panggil Morgan menggema nyaring dan tajam.Pria itu berlari cepat ke arah panggung, melompati undakan dengan langkah besar. Napas pria itu memburu dan matanya liar menyisir setiap sudut panggung dan sekelilingnya.“Sydney, jawab aku! Di mana kau?!” teriak Morgan lagi.Morgan tidak peduli lagi pada tamu, reputasi, atau protokol. Hatinya mulai digerogoti kepanikan.Beberapa anak buah Morgan langsung bereaksi, bergerak cepat“Aku tidak percaya kau menyisipkan kejutan ulang tahunku di tengah acara ini,” ujar Morgan datar dan tajam di saat yang sama, menelanjangi wajah Sydney. “Ini seharusnya perayaan untuk keberhasilanmu. Mengapa justru menjadi pesta kejutan ulang tahun untukku?” Sydney tetap tersenyum. Cahaya taman yang baru kembali menyala memantulkan kilau hangat di wajahnya. “Aku tidak akan sampai di titik ini tanpamu, Morgan,” sahut Sydney dengan lembut. “Jadi kejutan ulang tahunmu ini juga bagian dari perayaanku. Cepat ucapkan permintaan, tanganku mulai pegal.” Morgan mengembuskan napas, lalu mengambil kue dari tangan Sydney. Jemari mereka sekilas saling bersentuhan, hangat dan penuh perasaan. Kue itu kini berada di tangan Morgan. Pria itu tidak ingin tangan istrinya sakit. “Permintaan?” Morgan mengangkat sebelah alis. “Apalagi yang bisa aku minta kalau kau sudah berdiri di sampingku, Darling?” Pipi Sydney merona. Semburat merahnya nyaris menyaingi warna mawar di dekorasi belakang mereka. “Apa
“Aku tadi masih melihat Nona Sydney di panggung, tetapi sekarang dia sudah tidak ada!” bisik seorang tamu dengan panik.“Apa pengamanan pestanya cukup baik? Nona Sydney tidak diculik, bukan?” sahut yang lain sambil celingukan, mencoba mencari wajah familiar di tengah cahaya taman yang padam.Suara-suara cemas mulai mengisi udara, menggantikan alunan musik yang kembali menghilang begitu lampu padam. Taman yang semula dipenuhi tawa dan tepuk tangan kini terasa seperti labirin penuh ketegangan.“Sydney!!!” panggil Morgan menggema nyaring dan tajam.Pria itu berlari cepat ke arah panggung, melompati undakan dengan langkah besar. Napas pria itu memburu dan matanya liar menyisir setiap sudut panggung dan sekelilingnya.“Sydney, jawab aku! Di mana kau?!” teriak Morgan lagi.Morgan tidak peduli lagi pada tamu, reputasi, atau protokol. Hatinya mulai digerogoti kepanikan.Beberapa anak buah Morgan langsung bereaksi, bergerak cepat
“Astaga! Apa itu suara tembakan?!” Teriakan seseorang memecah keramaian pesta.Musik terhenti, obrolan membeku, dan sebagian tamu sontak menjatuhkan gelasnya. Riuh redam berubah menjadi keheningan mencekam.Lucas juga membeku di tempat. Untuk sepersekian detik, pria itu yakin otaknya akan tercerai-berai. Ancaman Morgan kembali membayangnya.Jantung pria itu berdegup begitu cepat, nyaris keluar dari dada. Dengan panik, Lucas meraba kepala sendiri, memastikan bahwa peluru belum menembus tengkoraknya.Tidak ada darah atau rasa perih. Hanya dingin keringat di pelipis.Sementara itu, Sydney masih berjongkok di tanah, mata wanita itu terpejam dan napasnya memburu. Morgan langsung melangkah cepat menghampirinya dan berlutut. Dia merangkul Sydney pelan.“Darling, kau terkejut?” bisik Morgan sambil membelai lengan wanitanya. “Itu hanya tembakan tanda bahwa acara akan segera dimulai.”Sydney memb
Aura Morgan sangat menyeramkan dan mengintimidasi.Lucas menatap pria itu selama beberapa detik. Jantung pria itu berdetak cepat, tetapi dia menahan raut ketakutan yang hampir menyembul keluar dari wajahnya.Lucas menelan ludah dengan susah payah, kerongkongannya seperti kering tersedak batu.Lalu Lucas meneguk sisa koktailnya dalam sekali teguk.“Kita lihat saja nanti,” sahut Lucas memberanikan diri. “Apa Tuan Morgan rela pesta yang istimewa untuk Sydney ini hancur?”Lucas terdengar seperti menantang. Namun alih-alih semakin memprovokasi, Lucas justru membalikkan badan dan berjalan menjauh begitu saja.Morgan hanya mengamati punggung pria itu tanpa bereaksi. Dia tidak berusaha menahan atau berkata apa pun.Chester menatap Morgan dari samping dan mendengkus.“Aku juga akan mengawasinya,” ujar Chester datar. “Anda tidak perlu sampai menembak kepalanya. Bagaimana pun, dia adikku. Satu-satunya keluarga yang kumiliki.”Morgan menoleh pelan, lalu tersenyum miring.“Jangan memerintahku, Che
“Aku tadi sengaja berangkat lebih awal, tapi siapa sangka pesta baru akan dimulai satu jam lagi, antreannya sudah sepanjang ini. Benar-benar luar biasa!” puji seorang tamu wanita dengan gaun merah marun pada temannya. Sore itu, Highvale diselimuti semilir angin hangat yang membawa aroma segar dari bukit di kejauhan. Langit terbentang cerah, tetapi tidak menyilaukan. “Nona Sydney sudah lama tidak muncul di publik. Bahkan saat pengangkatannya menjadi CEO Zahlee Entertainment, dia menolak wawancara para reporter. Tentu saja ketika Nona Sydney membuat acara seperti ini, semua orang jadi ingin datang!” sahut temannya tidak kalah antusias. “Kau benar, sepanjang jalan menuju tempat ini, aku melihat barisan para reporter dari media nasional yang meliput acara ini, walaupun mereka tidak diperbolehkan masuk. Rasanya seperti berjalan di tengah red carpet!” Wanita itu tersenyum bahagia. Halaman depan rumah mendiang orang tua Sydney yang telah disulap menjadi lokasi acara The Sydney Celebratio
Untuk sesaat Sydney membeku, kemudian dia segera menyadarkan dirinya.“Apa kau menanyakan hal yang sama seperti ini pada Vienna sebelum menceraikanku yang sedang koma? Dan, kau masih memiliki muka untuk kembali padaku?” cibir Sydney, menyayat dan menampar tanpa ampun. “Kau menjijikkan, Lucas!”Tanpa menunggu balasan dari seberang, Sydney langsung mematikan telepon.Lalu detik berikutnya, Sydney mengetuk layar ponsel beberapa kali untuk memblokir nomor Lucas dengan tangan bergetar.Sydney membanting ponsel ke sofa. Darah dalam tubuhnya sudah mendidih sampai ke ubun-ubun.Dada wanita itu naik-turun cepat dan urat di lehernya menegang. Untuk beberapa saat, Sydney hanya berdiri mematung di tengah ruangan.Baru kali ini Sydney merasa murka meluap melebihi batas kesadarannya selama dia hidup.“Pertanyaanmu itu sama saja seperti kau sedang melempar kotoran ke wajahku!” seru Sydney seolah Lucas ada di hadapannya.Kepala Sydney terasa berputar, dan perlahan, kilasan masa lalu menghantam balik
“Jangan lupa yang tadi aku katakan, Zya. Tolong proses pengunduran diri Pak Roman sesuai SOP. Tidak perlu perlakuan khusus, cukup sesuai porsinya,” pesan Sydney di ujung panggilan telepon dengan tegas. Begitu telepon ditutup, Sydney mendesah pelan dan meletakkan ponsel di atas meja. Lalu, dia menyandarkan punggung ke kursi kerja. Ruangan itu sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan menemani Sydney berpikir. Wanita itu menatap langit senja di luar jendela, semburat oranye menyapu kaca dengan lembut. Sydney masih terusik di dalam hati. Belum ada kabar tentang Vienna. Apakah wanita yang tengah berada di rumah sakit itu tahu bahwa Roman telah mengundurkan diri? Atau mungkin Roman juga tidak memberitahunya? Sydney mendengkus kasar. Kalau benar begitu, lucu sekali. Selama ini mereka kompak dalam merencanakan hal busuk. Lalu salah satunya justru ditinggal diam-diam oleh rekan sekutu sendiri. “Apa yang akan kau lakukan, Vienna?” tanya Sydney pada dirinya sendiri, seolah
“Oh, Jade, tiduran yang benar! Bagaimana bisa kau menyusu dengan posisi badan seperti itu!” tegur Morgan, suaranya menggema pelan di kamar si kembar yang diterangi cahaya siang yang lembut.Sydney menoleh dari balik rambutnya yang tergerai ke bantal dan menatap pemandangan paling lucu sekaligus kacau dalam hidupnya.Dua bayi kembar yang sibuk menyusu di dadanya sambil melakukan gerakan akrobatik ala toddler.Mereka berempat tengah bersantai bersama setelah Sydney dan Morgan pulang dari kantor saat jam makan siang.“Dan kau, Jane, jangan menarik rambut mamimu seperti itu, apalagi mencakar wajahnya!” Morgan menambahkan sambil mengangkat alis, menunjuk si kembar yang kini malah terlihat makin senang bermain-main dengan wajah Sydney.Jade dan Jane justru tertawa cekikikan. Si sulung, Jade, bahkan memiringkan kepalanya dengan posisi kaki nyaris di kepala adiknya, membuat Morgan memutar bola mata sambil geleng-geleng.“Kalian ini menir
Keesokan harinya.“Kau tidak perlu minta maaf atas tindakan Vienna kemarin, Darling. Apalagi sampai perlu repot datang ke sini, saat kita bisa menikmati pagi bersama di ranjang,” gerutu Morgan sambil membuka pintu ruang rapat Zahlee Entertainment.“Tentu saja perlu, Honey.” Sydney yang berjalan di sebelah Morgan langsung menepuk lengan suaminya pelan. “Ini Zahlee Entertainment, bukan Poseidon Exports, apalagi La Lancia Nera. Aku harus meluruskan kesalahpahaman.”Sydney mengedipkan sebelah matanya.Tak ayal, Morgan menunduk menyembunyikan senyum karena Sydney terlihat sangat cantik pagi ini. Kemudian pria itu mendorong pintu lebih lebar. “Ada apa dengan perusahaanku?” Morgan terkekeh kecil penuh tatapan jahil.Sydney mendengkus kasar dan menggeleng. Alih-alih menjawab Morgan, wanita itu segera masuk ke ruang rapat.Kehadiran mereka berdua langsung menyita perhatian seluruh jajaran direk