“Jangan … tolong ….” pinta Vienna dengan suara parau sambil membelalakan mata.
Tubuh wanita itu menggigil hebat ketika jari-jari Morgan mencengkeram lehernya begitu kuat. Napasnya tersengal-sengal.Dunia gelap di balik mata Vienna seakan menarik dirinya untuk pergi dari raga itu.Namun, sebelum Vienna benar-benar kehabisan napas, Morgan melepaskan cengkeramannya. Morgan sengaja melakukan itu untuk menyiksa Vienna.Vienna terkulai dan terbatuk-batuk keras seperti orang yang baru saja diselamatkan setelah tenggelam.“Khkhh … a-arrghh!” Vienna menggeliat, lidahnya terasa seperti terbakar oleh udara yang kembali masuk.Sementara itu, Morgan tertawa dingin dan menusuk. Suara tawa yang keluar dari bibir Morgan terdengar seperti nyanyian maut di telinga Vienna.“Kau harus tahu ini sebelum mati, Vienna,” tukas Morgan tajam sambil memberi Vienna tatapan seorang pembunuh. “Wajar jika kau tidak tahu ini karena malam itu kau pergi l“Bukannya aku ingin melarangmu, Honey. Tapi anak-anak butuh salah satu orang tuanya tetap berada di mansion, terutama Jade dan Jane,” jawab Sydney sambil mengusap lengan Morgan. “Mereka ada tugas merakit kapal laut mainan untuk Hari Orang Tua di sekolah.”Morgan masih mengernyitkan dahi tidak suka.“Atau lebih baik aku batalkan saja acara malamnya?” tanya Sydney beberapa saat kemudian, kala Morgan tidak kunjung menjawab.Sydney menaikkan salah satu sudut alisnya.Zya tampak cemas saat Sydney mengatakan hal itu. Namun dia tidak dapat menunjukkan ekspresinya dengan jelas.Sementara Morgan hanya mendengkus, sadar bahwa Sydney sebenarnya tengah merajuk.Sydney selalu berusaha memprioritaskan keluarga di atas segalanya. Apalagi jika bicara soal anak-anak.Namun Sydney ingin melakukan itu tanpa merasa dikekang oleh siapa pun, termasuk Morgan.Saat ini Sydney sudah terlanjur mengiakan undangan Zya. Tidak mungkin dia batalkan, sekalipun acaranya masih beberapa jam lagi.Apalagi sudah sejak la
“Kau serius melakukan ini padaku?” tanya Ken sambil mengernyitkan dahi dalam. Morgan mengangguk tanpa ragu. “Om Andrew sudah lama memiliki rencana untuk mengkhianatimu. Dan aku sudah memperingatinya saat kau terbaring di meja operasi, tapi dia tetap melakukan tindakan bodoh itu.” Ken mengepalkan tangan dengan kuat. Dia terdiam beberapa saat sambil menatap Morgan lurus-lurus. “Sekali pun aku akan menjadi Direktur Utama rumah sakit, aku tetap bisa menjalani peranku di Poseidon Exports. Sialan!” Ken mengumpat sambil memutar tubuh membelakangi Morgan dan berkacak pinggang. Morgan tersenyum miring. “Jadi kau menerima rumah sakit itu?” tanya Morgan seraya mengangkat salah satu alisnya. Ken sedikit menoleh ke samping hingga separuh wajahnya terlihat oleh Morgan. Dia tengah menyembuyikan matanya yang berkaca-kaca dari Morgan. “Kau sudah memecatku, aku harus mencari nafkah di tempat lain!” jawab Ken dengan galak, menutupi perasaan harunya. Namun Morgan dapat melihat itu dengan j
Zya spontan membuka mulut dan melebarkan kedua bola matanya. Sedetik kemudian, dia menutup mulut dengan kedua tangannya. “Nyonya, saya ….” Zya tidak tahu harus berkata apa. “Kau pantas mendapatkannya,” tukas Ken penuh kebanggaan. “Aku setuju. Aku akan menjadi atasan yang tidak baik jika terus menyembunyikan kemampuanmu sebagai asisten pribadiku, padahal kau bisa berkembang lebih baik,” ucap Sydney dengan tulus. Zya tidak bisa menahan air mata harunya. Namun karena sadar masih di tengah pesta, Zya segera menghapusnya. Tidak lama kemudian, Morgan kembali masuk ke dalam ballroom. “Kau sendirian?” tanya Ken langsung sambil mengintip ke belakang Morgan, memastikan ada atau tidaknya Andrew. Morgan mengikuti arah pandang Ken, sebelum akhirnya mereka kembali saling menatap. Pria itu mengangguk. “Om Andrew?” tanya Sydney, secara tidak langsung mewakili rasa penasaran Ken. “Ah, Om Andrew dapat telepon darurat dari rumah sakit,” jawab Morgan seraya tersenyum tipis. “Kalian membicarakan
Tidak lama sejak kepergian Andrew, Morgan juga mendapat telepon dari pelabuhan. Sehingga pria itu harus berada di luar beberapa waktu lagi untuk menerima panggilan itu. Panggilan itu selesai beberapa menit kemudian. Saat Morgan memutar tubuh, tatapannya menangkap sesuatu yang aneh di pintu masuk ballroom. Seorang pertugas wedding organizer seperti sedang berdebat dengan dua orang di hadapannya, seorang wanita paruh baya dan pria muda. “Ada apa?” tanya Morgan pada petugas dengan dingin. “Siapa kau ikut campur urusan kami?!” balas wanita itu galak sambil melipat tangan di depan dada. “Apa kau atasannya?” Morgan menoleh tajam dan menatap wanita itu dengan tatapan penuh merendahkan. “Kami mau masuk. Kami juga tamu undangan,” ucap si pria muda sambil berusaha menutupi kegugupannya. Morgan tidak menyahuti mereka. Dia kembali menatap petugas, meminta penjelasan. “B-begini, Tuan. Mereka bilang, mereka keluarga Dokter Andrew dan memiliki undangan. Tapi Bu Catherine sudah membe
Ucapan dari wanita bergaun ungu itu berhasil membuat Ken, Andrew, dan Zya membelalak.Media tidak pernah memberitakan tentang anak haram Andrew. Mereka menulisnya dengan sangat halus, yaitu dengan menyebutnya sebagai anak bungsu Andrew Cyrus atau adik Ken Cyrus.Dan fakta bahwa anak itu lahir dari rahim seorang wanita simpanan, hanya diketahui oleh segelintir orang.Zya mengeratkan genggamannya pada Ken.“A-apa kalian bilang?!” seru Andrew dengan tajam. “Dia bukan anak haram!”Ken memutar bola matanya malas. Lebih baik dia memperhatikan Jade yang mulai menguap di pelukannya.Sangkalan Andrew sangat tidak masuk akal. Padahal kenyatannya, sampai detik ini kolom nama ayah pada akta kelahiran adik tiri Ken, masih kosong.Yang berarti anak itu memang lahir di luar ikatan pernikahan yang sah.“Saya hanya pernah melahirkan Ken dan adiknya yang sudah meninggal sebelum lahir.” Suara seorang wanita paruh baya menyusul di
“Apa wanita simpanan Om Andrew dan adik tiri Ken datang?” tanya Sydney setelah Ken dan Zya menjauh. “Om Andrew tidak akan seberani itu. Di sini banyak keluarga besar Tante Catherine,” jawab Morgan sambil menyapu pandangan ke sekitar. “Syukurlah,” sahut Sydney sambil mengembuskan napas lega. “Kita berdiri di dekat mereka, Darling,” ucap Morgan sambil menarik tangan Sydney lembut. Sydney mengangguk dan mengikuti langkah kaki Morgan. Sereia dan Zaleia yang sedang terjaga, ikut melihat sekitar dengan mata bulat penuh rasa ingin tahu. Bibir merah muda mereka yang basah ikut membulat. Sesekali mereka mengukir senyum yang mengundang orang lain untuk membalasnya. Morgan Draxus yang menggendong seorang bayi di pesta pernikahan, jelas pemandangan langka. Bahkan mereka belum pernah melihat hal seperti ini saat Jade dan Jane masih bayi. “Ken dan Zya akan baik-baik saja, bukan?” tanya Sydney setelah mereka berdiri cukup dekat dengan kumpulan rekan kerja Andrew, tetapi tidak terlalu dekat u