Teman-teman, apakah kamu rela jika Morgan masuk penjara? :(
Brigita menoleh heran pada Anya. “Di mana Ibu Sydney?” bisik Brigita pada Anya. Ini adalah sesuatu yang seharusnya dibicarakan oleh orang dewasa. Apalagi Jade dan Jane masih di bawah umur. Seorang anak kecil bicara soal pemecatan, itu tidak lazim bagi Brigita. Jade bicara seperti seorang pria dewasa di umurnya yang belum genap lima tahun. “Masih di jalan, Miss,” jawab Anya sambil memeriksa ponselnya. Sementara itu, Jane tersenyum bangga atas keberanian saudara kembarnya. “Aku setuju dengan Jade,” timpal bocah perempuan itu. Anastasya mengepalkan tangan. “Anak-anak kurang ajar!” makinya seraya memelototi Jade dan Jane. Namun keduanya tidak gentar. Jane bahkan berani menjulurkan lidahnya. Dia baru ber
Tatapan Anya pada Anastasya menajam. “Saya tidak bisa memberikan data pribadi wali murid pada pihak yang punya kepentingan pribadi, Miss,” tolak Anya dengan tegas. Walaupun sudah ditolak oleh Anya, Anastasya tidak patah semangat. Saat jam istirahat tiba, Anastasya sengaja menghampiri Jade dan Jane yang sedang makan. “Jade dan Jane,” sapa Anastasya seraya tersenyum ramah. Kedua anak kembar itu mengangkat kepalanya. Mata cokelat jernih mereka penuh tanya saat membalas tatapan Anastasya. Namun Jane mendengkus lebih dulu dan memutuskan tatapan itu. “Miss Anastasya lagi … Miss Anastasya lagi!” desah Jane lelah. “Ada apa, Miss?” Bertolak belakang dengan Jane, Jade bertanya dengan sopan. Anastasya memang tidak mengajar kelas mereka secara langsung. Namun Anya bilang, mereka berdua harus menghormati semua guru di sini. Walaupun sebenarnya Jade tahu bahwa Anastasya seperti punya maksud tertentu setiap mendekati mereka. Anastasya masih tersenyum ramah saat menarik kursi guru untuk
“Secepatnya, Darling,” jawab Morgan lesu. Pria itu seperti tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Sydney bisa menangkap itu. Namun wanita itu tidak mempermasalahkannya. Sydney percaya perasaannya dengan Morgan sama. Mereka sama-sama ingin berkumpul bersama lagi. Cepat atau lambat, Morgan akan mengusahakan itu terjadi. “Kalau belum bisa dipastikan, jangan menggodaku, Tuan Morgan,” pinta Sydney meledek, menghibur Morgan. “Jemput kami, bawa kami pulang, baru setelah itu kau bisa menggodaku sepuasnya,” lanjut Sydney dengan nada manja. Morgan tertawa terbahak-bahak. Malam itu, Sydney banyak mengobrol dengan Morgan hingga pagi buta. Namun Morgan menolak saat Sydney meminta panggilan suara diubah menjadi video. Panggilan video lebih mudah dilacak. Tidak hanya lokasi Morgan, tetapi juga lokasi Sydney dan anak-anak. Banyak hal yang Sydney ceritakan. Dan Morgan mendengarkan itu hingga kantuk menyerang mereka. Ponsel Sydney mati saat wanita itu terbangun pagi harinya. Dia segera men
Sydney yakin Morgan yang menyuruh Kepala Polisi Highvale untuk membebaskannya. Namun sampai hari berganti, Morgan tidak menelepon Sydney untuk sekadar menanyakan kabar. Wanita itu tahu suaminya sibuk. Hanya saja, setelah mendapat telepon pertama setelah menjalin hubungan jarak jauh, Sydney jadi banyak berharap Morgan akan sering meneleponnya. “Saya sudah dapat tempat yang cocok untuk membangun kantor Poseidon Exports cabang Negara Suri, Nyonya,” lapor Primus setelah mereka menurunkan si kembar pertama di sekolah. “Bawa aku ke sana. Aku ingin melihat langsung,” sahut Sydney datar. Setidaknya Morgan sudah memberikan Sydney pengalihan perhatian supaya wanita itu sibuk memikirkan bisnis. Primus mengangguk dan langsung melajukan mobil. Hari-hari berikutnya, Sydney bahkan tidak memiliki waktu istirahat yang cukup karena mengurus pembukaan cabang Poseidon Exports. Anak-anak tetap menjadi prioritas Sydney. Dia tidak mungkin menyerahkan semuanya hanya pada Layla. Namun setelah itu, S
Seharusnya polisi itu tidak perlu sampai datang ke rumah. Padahal ini adalah surat pemanggilan Sydney yang pertama. Namun polisi memperlakukan Sydney seolah dia tahanan kelas berat yang harus diseret paksa ke kantor mereka. “Sydney Zahlee,” ucap Sydney saat polisi menanyakan identitasnya. “Ada pemanggilan atas namaku dari Anastasya.” Polisi muda itu langsung mempersilakan Sydney masuk ke ruang pemeriksaan. Seorang detektif bergabung dengan Sydney beberapa menit kemudian. Pria berkumis tipis itu menanyakan beberapa hal dasar pada Sydney. Saat berada di ruangan yang tidak begitu luas ini, Sydney tidak gentar sedikit pun. Punggung wanita itu tetap tegak dan matanya tidak memancarkan aura takut sedikit pun. “Walaupun sedang membela anak-anak, Ibu Sydney tidak boleh melakukan penganiayaan pada orang lain,” tukas detektif itu dengan tegas. “Ibu tahu tidak
Mendengar suara Morgan, jantung Sydney langsung berdegup lebih cepat.Ini suara yang Sydney ingin dengar sejak detik pertama wanita itu mendaratkan kakinya di Negara Suri.Mata Sydney berkaca-kaca.“Morgan, ini kau? Mengapa pakai nomor lain? Kau baik-baik saja, bukan?” Sydney langsung memberondong Morgan dengan banyak pertanyaan.Morgan tertawa renyah. Bunga di taman hati Sydney mendadak bermekaran kembali.“Aku pakai nomor sekali pakai. Setelah ini, nomor ini akan tidak aktif. Aku baik-baik saja,” jawab Morgan terdengar begitu menenangkan.Sydney mengembuskan napas lega.“Baguslah,” jawab Sydney lirih.“Bagaimana dengan kabarmu dan anak-anak?” tanya Morgan penasaran. “Kemarin hari pertama mereka bersekolah, bukan? Maaf aku tidak bisa menghubungimu kemarin.”Sydney menelan ludah.Sekarang Sydney sedang menuju kantor polisi.Namun Sydney tidak ingin memberitahu Morgan. Urusan