Share

BAB 18

Author: Fredy_
last update Huling Na-update: 2025-07-09 11:36:55
"Nay, terima aja. Kerja di warung makan kan enak, kalau nggak punya duit kamu bisa ikutan makan di sana. Iya kan, Bu?" Surti menoleh Bu Lilis, mencari dukungan.

"Bisa saja sih. Ibu Erna baik, pegawai lain juga pada betah kerja di sana," sahut Bu Lilis.

"Nah, kan ..." ujar Surti.

Untuk membalas kebaikan Bu Lilis yang sudah mencarikan pekerjaan, dan memberikan tumpangan tinggal, Nayla mengangguk, “Boleh, Bu... Saya mau.”

"Yee! Akhirnya Nanay dapet kerja!" Surti memeluk teman sekampungnya itu dengan lega. "Gaji pertama traktir aku ya, Nay."

Bu Lilis ikut tersenyum senang. "Tapi warungnya agak jauh dari sini, Nay. Deket pusat perkantoran di tengah kota. Kalau naik angkutan umum, harus tiga kali turun naik. Mending kamu berangkat bareng Eman aja, adik Ibu. Dia kerja jadi OB di salah kantor di sana."

"Wah, rejeki kamu bagus nih, Nay. Udah dapet kerja, dapet tebengan juga. Makasih banyak, Bu Lilis," ujar Surti antusias.

"Sama-sama. Kamu juga boleh terus tinggal di sini, Nay. Ibu cuma t
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
eonnira
apa pak boss yg di maksud itu Leo? waah jodoh gak kemana
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
syukurlah Nayla dapat kerja dari Bu Lilis dan bisa nebeng ikut pak Eman adik Bu Lilis
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Jangan2 pak bos yg dimaksud Eman tuh di Leo ??? Wah ntar jgn2 Nayla bakalan ketemu leo.deh karena Leo pesan soto Betawi
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 174

    Sementara itu, di pelataran yang jauh dari hiruk-pikuk kota, seorang bayi mungil berambut hitam berkilau, berlari kecil sambil tertawa renyah, jatuh-bangun di atas hamparan rumput hijau yang masih berembun.“Eh… pelan, Nay… pelan,” suara lembut seorang wanita terdengar menembus sejuknya udara pagi. Sumiarti—wanita berusia tiga puluhan dengan daster batik yang mulai pudar warnanya—bergegas menghampiri, lalu mengangkat bayi itu ke pangkuannya.“Wah, anak pintar. Jatuh tapi nggak nangis, ya?” ujarnya sambil mengusap lutut mungil yang sedikit kotor tanah.Bayi itu menatapnya dengan mata cokelat bening—warna yang jarang sekali ia lihat di kampung kecil itu. Tatapan polos itu seolah menembus hati Sumiarti, menghangatkan ruang kosong di hidupnya yang lama sunyi.“Nayla…” gumamnya lirih, menatap wajah mungil itu penuh kasih.Hanya nama itu yang tersisa dari ibu kandung bayi itu—nama yang kini memenuhi rumah dan hatinya dengan tawa kecil setiap pagi. Ia tahu, cepat atau lambat akan ada seseora

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 173

    Beberapa minggu kemudian, ia mengajak Lucienne ke Indonesia, ke vila barunya di pelosok desa yang sejuk dan tenang. Lucienne tampak bahagia di sana, menatap hijaunya pepohonan dan mencium wangi tubuh bayinya yang baru lahir.Suatu sore di teras vila yang diterpa angin lembut dari dedaunan, Tommy duduk di samping putrinya. Senja berwarna keemasan membalut wajah mereka, memantulkan cahaya lembut di mata Lucienne yang tengah memangku bayinya.“Lucienne,” suara Tommy terdengar lebih lembut dari biasanya. “Papa ingin kamu melanjutkan sekolahmu. Hidupmu belum berakhir, Sayang. Kamu mau?”Lucienne mengangkat wajah, menatap ayahnya dengan mata yang berbinar penuh harap. “Pa… tentu saja aku mau. Aku belum melupakan cita-citaku jadi dokter.”Senyumnya merekah, polos, seperti anak kecil yang baru saja diampuni setelah berbuat salah.Tommy mengangguk pelan, menatap jauh ke arah sawah. “Papa hanya ingin masa depanmu lebih baik, Luci. Kau gadis pintar, Papa tahu itu.”Lucienne tersenyum lega—hingga

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 172

    "S-saya… saya…” Nayla menoleh ke arah Leo, matanya penuh kebingungan dan gugup. Matilda yang duduk di seberang mereka tersadar akan ketegangan di meja maka, dan segera memecahkan ketegangan dengan menepuk tangannya. “Eh, sudah makan dulu. Nanti baru kita ngobrol-ngobrol setelahnya.” Ia menoleh ke arah ruang tengah, tempat Surti yang lebih memilih menikmati makan malam sambil menjaga Matteo. “Tiii… Surti! Kita punya buah apa di kulkas?” “Iya, Bu!” sahut Surti dari kejauhan, buru-buru menandaskan sendok terakhirnya. “Kita punya anggur sama semangka, Bu. Udah dipotong juga!” “Bagus, nanti tolong bawa ke ruang tengah, ya,” kata Matilda, mencoba menahan senyum canggung sebelum melanjutkan suapannya. Beberapa belas menit kemudian, suasana sudah mencair. Mereka berpindah ke ruang tengah. Surti datang dengan nampan berisi mangkuk buah potong dan salad buah, lalu duduk di kursi dekat Matteo yang sudah mulai menggeliat. Matilda langsung menyambar cucunya, mengangkat Matteo tinggi-tinggi sam

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 171

    “Se-selamat malam, Mama Mat...” sapa Surti, menyambut Matilda sambil sedikit membungkuk.Matilda tersenyum hangat. "Formal banget, Ti. Nayla sama Matteo mana?" tanyanya."Oh, mereka masih siap-siap di kamar. Pak Leo juga sudah pulang, ada di kamar," sahut Surti, melirik pria beruban yang masih terlihat tampan di belakang Matilda."Dasar anak muda, kalau siap-siap pasti lama. Kami tunggu saja di..." Hidung Matilda seketika mengendus-endus, matanya menyipit. "Ini bau apa, Ti?""Bau? Bau apa?" Surti ikut mengendus-endus. "Astaga! Perkedel jagung gosong!" Ia sontak berlari lagi ke dapur."Ya ampun, Ti! Matiin kompor sekarang, mandi kamu! Bau bawang!" seru Matilda.Tommy tertawa kecil di belakang Matilda, suaranya berat tapi berwibawa. “Rumah kamu hangat ya, Matilda. Suasana yang aku rindukan."“Ya begitulah, Tom. Selalu ada-ada saja kelakuan mereka" ujar Matilda ikut tertawa. "Kita tunggu di sana saja, Tom."Matilda dan Tommy kemudian duduk di ruang tengah. Pria tua itu tersenyum seolah m

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 170

    Asap tipis mengepul dari wajan, aroma bawang putih dan serai menari-nari di udara. Dapur rumah itu mendadak berubah seperti dapur katering menjelang jam makan siang, dengan dua perempuan yang bergerak lincah—dan sama paniknya. “Nay, sambalnya gosong!” teriak Surti sambil meniriskan ayam goreng kremes di atas tisu dapur. “Aku tahu! Eh, Ti—” mata Nayla langsung membulat ke arah penanak nasi. “Kamu belum pencet tombol cook-nya, ya? Astaga, nasinya belum matang, Ti!” Ia membuka tutup penanak nasi, dan tubuhnya seketika lemas. “Affa?! Ya Tuhan, gara-gara nangisin bawang merah aku lupa. Pencet, Nay, cepet! Dua puluh menit juga matang, masih bisa diselamatin,” seru Surti, tetap fokus menata ayam goreng di piring saji. Dari ruang tengah, suara tangisan Matteo memecah kehebohan. “Ti, aku nyusuin Matteo dulu ya! Biar nanti malam nggak rewel pas makan malam,” ujar Nayla sambil mencopot celemek dan buru-buru mencuci tangan. Surti menarik napas panjang, sambil terus bekerja. “Ya ampun… abis g

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 169

    Deru mesin jet pribadi berdengung lembut, seperti bisikan yang menembus langit biru di atas Lautan luas. Interior kabin memancarkan kemewahan yang tenang — karpet abu muda berpadu dengan kursi kulit krem yang empuk, meja marmer kecil di tengah ruangan, dan sebotol anggur putih dingin yang belum tersentuh di antara dua gelas kristal. Matilda bersandar di kursinya, matanya menatap langit luas di balik jendela oval jet pribadi itu — awan bergulung lembut seperti lautan kapas yang tak bertepi. Di hadapannya, duduk seorang pria beruban, berjas biru tua, dengan tablet di tangannya. Jemarinya terus mengusap layar, sibuk sekali. Ya begitulah, pria yang bersamanya itu memang bukan seseorang yang punya banyak waktu luang. Tapi, setelah puluhan tahun tidak pernah ke Indonesia, akhirnya ia memutuskan untuk datang lagi dengan debaran yang berbeda. “Indonesia masih secantik dulu, Matilda?” tanyanya dengan aksen Inggris yang kental. “Rasanya baru kemarin kita bicara tentang proyek di Jakarta. S

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status