Home / Romansa / Ibu Susu untuk Sang Pewaris / 14. Perintah Untuk Memecat Nawang

Share

14. Perintah Untuk Memecat Nawang

Author: Devie Putri
last update Last Updated: 2025-03-12 22:27:12

"Tapi, Bu, saya nggak berani ambil keputusan apapun tanpa ijin dari Pak Marsel," Nawang mencoba mencari alasan untuk menolak. Nawang sayang dengan Axelle meski bukan anaknya sendiri. Dia tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa dengan Axelle.

"Halah ... dia itu anakku. Dia pasti nurut sama semua perintahku," bantahnya lagi.

Nawang membuang nafas kesal. "Maaf, Bu, sebelumnya. Saya mau cerita. Soal kemarin yang badan Axelle muncul ruam-ruam merah, itu bukan karena iritasi baju. Ternyata dia itu alergi sama minyak telon."

"Haha ... ilmu darimana itu? Mana ada bayi alergi sama minyak telon." Dia malah terbahak.

"Iya, Bu. Saya serius. Pak Marsel sendiri yang konsultasi sama dokter anak," jelas Nawang lagi.

"Nggak percaya aku. Pasti itu hanya karanganmu saja."

"Silakan tanya sendiri ke Pak Marsel kalau ibu tidak percaya dengan omongan saya," tegas Nawang.

"Kamu itu cuma pembantu ya. Bukan ratu di sini. Jadi jangan coba-coba melawan saya!" gertak perempuan itu.

"Siapa yang melawan ibu. Sa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   44. Kado Ulang Tahun untuk Nawang

    Dahi Luna mengeryit. Memang dulu dia sempat naksir dengan mantan suami kakaknya itu. Tapi apa turun ranjang adalah pilihan terbaik? "Tapi Kak Marsel mana mau dengan saya, Tante?" "Ah ... pasti mau. Dia itu nurut kalau sama tante. Lagian masak iya dia mau nolak perempuan cantik kayak kamu begini," jawab Intan begitu percaya diri. "Nanti saya pikir-pikir lagi ya, Te. Saya bicarakan dulu sama orang tua saya.""Iya nggak apa-apa. Tapi kalau bisa jangan lama-lama ya mikirnya.""Memangnya kenapa, Tante?""Marsel itu udah ngebet pengin nikah lagi. Daripada dia salah orang. Ya kan?"Luna hanya tersenyum simpul. Dalam hati dia sedikit risih karena terus didesak untuk segera memberi keputusan. Seolah memutuskan untuk menikah dengan seseorang segampang memilih jeruk satu kilo di tukang buah. "Oiya ... Tante boleh minta nomor teleponmu? Atau kamu save kontak tante." Intan dengan sigap menyodorkan ponselnya pada Luna. Luna pun tak enak hati untuk menolaknya. "Kak Marsel ganteng sih tapi maman

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   43. Rencana yang Dirancang Oleh Intan

    "Yang pasti dia yang bibit bebet bobotnya bagus. Nggak kayak si Nawang."Marsel mendesis pelan. Rencana apalagi yang sedang mamanya susun untuknya? Padahal benih-benih cinta antara Nawang dengan Marsel sudah mulai tumbuh kembali. "Jangan asal bicara! Aku ingin tahu siapa orangnya. Biar aku nilai seberapa pantas dia buat Marsel," sahut suaminya. Intan yang semula percaya diri mendadak lesu. Sebenarnya dia sendiri belum mendapatkan siapa perempuan yang kira-kira cocok untuk menjadi pendamping hidup Marsel. Tapi dia sudah terlanjur keceplosan akan mencarikannya. "Tenang saja. Nanti akan ku bawa dia ke hadapanmu," ucap Intan sambil berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. "Oke. Aku tunggu. Tenang saja, Sel, papa akan menilai dengan sportif. Kalau papa nggak cocok, papa nggak akan rekomendasikan ke kamu," ujar laki-laki itu sambil menatap wajah istrinya dengan tajam. "Ah ... sudahlah. Mama sama papa ini malah lama-lama ngaco. Siapa juga yang mau nikah lagi. Orang aku masih sibuk sama ke

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   42. Jodoh Untuk Marsel

    "Kamu mau ikut?" Marsel menawari Nawang. "Nggak usah. Selesaikan saja urusan ini dengan mamamu sendirian. Aku malas," tolak Nawang. Dia memang tidak mau berurusan lagi dengan Intan. Perempuan tua itu sudah membuat hidupnya susah. "Ya sudah kalau gitu. Kamu jagain saja Axelle di rumah. Ingat, jangan kerja di warung itu lagi! Sekarang nggak akan ada yang berani ngambil jatah makanmu lagi. Aku jamin!" Pesan Marsel sebelum pergi."Iya. Siap bos!" Nawang mengangkat telapak tangannya di samping pelipis.Mobil Marsel berjalan pergi meninggalkan rumah. Selama di perjalanan, Marsel banyak memikirkan Nawang. Rasa bersalah terus menghujaninya. "Andai aku bisa membongkar kelakuan mama dari dulu. Nawang nggak perlu susah-susah kerja di tempat lain. Bawa Axelle pula. Dan salutnya, dia nggak pernah bilang ke aku tentang apa yang dia alami. Hanya karena dia nggak mau pisah sama Axelle. Nawang ... setulus itu kasih sayangmu pada anakku." Marsel terus bergumam sendiri. Ketulusan hati Nawang semakin

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   41. Rekaman CCTV

    "Apa rencanamu?" Marsel mengeryitkan dahi. "Kita pasang CCTV di rumah ini. Mulai depan sampai di dalam. Biar semua gerak-gerik mamamu terekam semua. Dan kamu nggak bisa bilang lagi kalau aku memfitnah mamamu. Bagaimana?" Nawang mengangkat sebelah alisnya. Marsel berpikir sejenak. "Apa iya kita harus melakukan itu?"Nawang membuang nafas tipis. "Kenapa? Mikir biaya? Masak sekelas direktur rumah sakit nggak punya uang buat masang CCTV? Lagian aku baru tahu di sini, rumah semewah ini nggak ada benda yang namanya CCTV."Merasa diremehkan, Marsel pun langsung meng-iya-kan saran dari Nawang. "Enak saja. Oke, kita pasang CCTV sekarang."Marsel langsung menelepon anak buahnya untuk mencarikan orang yang bisa memasang CCTV di rumahnya. "Tolong pasang di sebelah sana, sana dan terakhir nanti di dapur ya, Mas," perintah Marsel pada dua orang pria muda yang dibawa oleh anak buahnya. "Baik, Pak," jawab mereka serempak sambil menganggukkan kepala. "Nanti sekalian tolong settingkan biar tersam

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   40. Mengungkap Kebenaran

    Ruang tamu itu sangat luas, tapi udara di sekitarnya terasa menghimpit dada Nawang hingga sesak. Tatapan tajam yang diberikan oleh Marsel, semakin membuat Nawang tidak nyaman. Bahkan dia tidak bisa duduk dengan tenang. Ruangan yang biasanya hangat berubah mencekam layaknya ruang persidangan."Jelaskan sama aku tentang semua foto-foto ini!" pinta Marsel dengan nada dingin namun penuh penekanan. Beberapa detik berlalu, tak juga ada jawaban yang keluar dari mulut Nawang. Bahkan suara yang tersisa di ruangan tersebut hanya suara denting jam dinding. Semua terasa seperti hitungan mundur menuju ledakan yang tak terelakkan. "Kenapa susah sekali untuk menjawabnya? Kamu tinggal jelaskan apa yang kamu lakukan di sana selama ini? Dan di mana kamu letakkan Axelle selama kamu di sana?" hardik Marsel sekali lagi. Nawang langsung begidik sendiri. Nawang menarik nafas panjang. "Itu karena ..." Ucapan Nawang menggantung. Dia bingung bagaimana harus menjelaskan semuanya. Marsel duduk di sofa, pungg

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   39. Bayangan Perpisahan dengan Axelle

    Jepret ... jepret ... jepret ...Intan tersenyum puas sambil menatap layar handphone miliknya. Jaraknya memang cukup jauh. Namun kecanggihan handphone miliknya sanggup menangkap gambar Nawang dengan jelas yang sedang melayani beberapa pembeli. Seperti orang yang selalu menunggu waktu kemenangan, Intan membusungkan dada. "Siapa suruh melawanku. Sekarang terimalah akibatnya. Hahaha ..." Intan tertawa lebar. Seperti berhasil menangkap basah seorang pencuri. Foto-foto itu akan menjadi senjata pamungkas untuk menyingkirkan Nawang selama-lamanya dari rumah Marsel. "Setelah ini, kamu nggak akan pernah bisa lagi menginjakkan kaki di rumah anakku, Nawang. Nggak akan ada lagi kesempatan buat kamu deketin dia." Senyum di bibirnya mengembang. Setelah dirasa cukup, Intan kembali memacu mobilnya ke arah pulang. Dia tidak langsung pergi ke rumah Marsel. Percuma, Marsel belum ada di rumah jam segini. Sesampainya di rumah, dia kembali membuka galeri. Menelusuri foto-foto itu satu per satu. Ada y

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   38. Kebenaran yang Terungkap

    Suasana restoran tampak elegan seperti biasa. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan bergaya kontemporer, lampu gantung kristal memantulkan cahaya keemasan yang hangat, dan musik jazz lembut mengalun mengiringi perbincangan para tamu yang sebagian besar adalah kalangan elite kota ini. Di salah satu sudut, beberapa wanita duduk melingkar mengelilingi meja bundar berlapis marmer, dihiasi rangkaian bunga segar.Intan datang dengan langkah percaya diri, high heels-nya berdenting halus di atas lantai kayu. Tas desainer menggantung di lengannya, dan wangi parfum mahalnya menyertai setiap gerakannya. Dia tersenyum lebar, menyapa tiga sahabatnya yang sudah lebih dulu datang.“Sorry ya, agak telat. Ada urusan sebentar tadi,” kata Intan sambil menarik kursi dan duduk."Nggak apa-apa, Tan," jawab Lita, wanita berambut sebahu yang dikenal paling kalem di antara mereka. "Urusan apa, Tan? Memangnya apa aja kerjaanmu di rumah selain makan dan tidur?" timpal yang lain. "Eh ... enak saja. Aku ini peremp

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   37. Kerinduan Seorang Suami

    Bab 37 :Udara malam terasa dingin menusuk kulit saat Nawang dan Marsel akhirnya memutuskan untuk pulang. Axelle kecil, yang sejak sore tampak ceria, kini mulai menguap lebar, matanya yang bulat nyaris terpejam dalam gendongan Nawang. Marsel segera mengambil alih, membopong putranya dengan hati-hati. Ia tahu, udara malam yang seperti ini tidak baik untuk anak kecil, apalagi Axelle memang sedikit sensitif terhadap perubahan cuaca."Cepat masuk, Na. Udara makin dingin," perintah Marsel sambil membukakan pintu mobil. Mobil segera melaju pergi meninggalkan lapak penjual nasi goreng tersebut. Namun mereka berjanji akan datang kembali mengingat kelezatan rasa nasi goreng itu. Setelah mobil memasuki halaman, Nawang bergegas masuk sambil memeluk Axelle dengan erat. Axelle hanya meringkuk kecil di dada Nawang. Matanya sudah benar-benar tertutup. Nafasnya teratur dan tenang. "Langsung tidurkan saja di kamarnya. Terus kamu segera istirahat," perintah Marsel sekali lagi. Nawang pun mengangguk

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   36. Cinta Itu Datang Lagi

    Intan menggenggam setir dengan erat. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras. Matanya fokus ke jalan tapi pikirannya menggelegak penuh amarah. Sesekali bibirnya bergerak-gerak, mendumel sendiri meluapkan kekesalannya. Jalanan yang seharusnya menjadi jalur pulang biasa terasa seperti arena peperangan batin baginya. "Sialan, Maria!" gerutunya "Katanya foto itu adalah Nawang. Dia kerja nganterin makanan. Tapi kok tadi dia di rumah. Bikin aku malu saja. Untung aku belum maki-maki dia."Tanpa berpikir panjang, dia meraih handphone lalu menggeser layar, mencari nama Maria. Dering pertama belum selesai tapi Maria langsung menjawab. "Iya, gimana, Tan? Sudah puas melabrak si Nawang?" tanyanya sambil tertawa lepas. "Apanya yang dilabrak? Orang dia ada di rumah. Nggak kemana-mana. Kamu sengaja nipu aku ya," bentak Intan dengan kasar. "Nipu apaan? Orang bener kok yang aku lihat tadi si Nawang. Meskipun dia pakai helm dan aku foto dari samping. Tapi aku yakin itu si Nawang. Oh ... harusnya aku t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status