Home / Rumah Tangga / Ibu tiriku sang pelakor / 07. Pertengkaran pak Deden dan isterinya.

Share

07. Pertengkaran pak Deden dan isterinya.

Author: Ambu Abbas
last update Last Updated: 2023-09-06 23:54:48

Jam di dinding menunjukkan pukul 21.00 sebelum Pak Deden tertidur di sofa ruang keluarga, dan terbangun pukul 24.20, karena mendengar suara mesin mobil isterinya masuk ke garasi. Dia sengaja mematikan lampu ruang tengah. Ketika isterinya masuk, Pak Deden langsung menegurnya,

“Mamah darimana sih? hari gini baru pulang?”

Bu Amilia terkejut, ia tak menyangka suaminya menunggu di ruang tengah, tapi ia berusaha tenang, dan menjawabnya dengan jujur.

“Tadi mampir ke rumah Satria,”

“Oh, ya ga apa-apa.. tapi kenapa ga kabarin papah dulu. Mamah curhat lagi yah ke Satria.. ?”

“Iya pah.. soalnya papah udah ga punya waktu buat dengerin curhatan mamah, pagi-pagi sudah pergi, pulang malam langsung tidur. Udah gitu gak tidur di dalam, malah tidur di paviliun. Kapan waktu buat mamah ngobrol sama papah?”

“Ya kalau papah masuk ke kamar, nanti mamah malah keganggu tidurnya. Jadi ceritanya mamah masih mau ngobrol sama papah,”

“Iya dong, mamah kan masih isteri papah”

Pak Deden diam,

“Trus sekarang mamah mau curhat apa ke papah? Mumpung ada waktu nih..”

“Itu Rosita sudah punya bayi dari papah ya?”

“Iya.”

Bu Amilia berusaha tidak kaget, ia hanya memastikan saja, lagipula tadi sudah mendapat nasehat dari adiknya, Satria Irawan. Akan tetapi, ia tetap menegur kesalahan pak Deden yang tidak menghormatinya sebagai isteri.

“Itu artinya papah sudah berzina karena papah ga minta ijin dulu dari mamah; dan anak itu juga anak haram jadinya. Papah kan sudah haji, masa ga tahu aturan agama ?” 

"Trus kalau papah minta ijin ke mamah, apa mamah bakal ijinin?"

"Kenapa sih pah, harus selalu ada perempuan lain ?. Apa kekurangan mamah, ngomong dong.. biar bisa kita diskusikan, supaya mamah punya kesempatan untuk berubah..?"

Pak Deden hanya mendengarkan ucapan isterinya, karena dia tahu persis kalau memotong pembicaraannya, justru masalahnya jadi melebar kemana-mana.

"Jawab dong pah.."

"Sudah ngomongnya?"

"Yaa.. awalnya sih karena mamah juga. Maunya papah, mamah tuh ga perlu curiga sama papah, kalau jalan sama perempuan lain, belum tentu papah ada hubungan sama dia.."

"Laah.. itu siRosita gendong anak, katanya tadi bener anak papah..?"

"Iya, bener anak papah,"

Bu Amilia mulai terasa sakit yang menyesak didadanya, tapi ia sudah tak mau lagi meneteskan airmatanya didepan pak Deden, ia tidak mau dianggap lemah oleh suaminya.

"Trus maunya papah gimana?"

"Kok tanya papah.. mamah yang maunya gimana?. Mau terus kita bertengkar setiap malam, untuk hal-hal yang sepele?"

"Papah bilang ini hal sepele?. Ga pah, ini bukan hal sepele. Bagaimana kalau teman-teman mamah atau konsumen salon, yang lihat papah berduaan sama perempuan lain? Itu merusak kehormatan mamah,"

"Oh bilang aja kita sudah cerai begitu kan beres.."

"Jadi papah maunya cerai sama mamah?"

"Terserah mamah saja, papah ngikutin maunya mamah,"

"Ya sudah, mungkin cerai lebih baik buat hubungan kita pah.. Mamah sudah cape lihat papah selalu belain perempuan lain,"

"Papah juga cape, tiap malam ribut terus sama mamah. Lagipula perempuan itu ga salah mah.. yang salah ituh papah... dan papah selalu mengakuinya,"

"Dua-duanya salah, titik."

Bu Amilia langsung berdiri dan jalan ke arah kamar meninggalkan pak Deden.

"Trus gimana nih mah...? Kita cerai saja gitu?"

Bu Amilia tidak menjawab, ia membanting pintu kamarnya hingga tertutup dengan keras.

Sementara itu, Ricky di dalam kamarnya hanya mendengarkan suara pertengkaran antara papah dan mamahnya, yang hampir disetiap malam terjadi diantara mereka. Tiba-tiba, pak Deden mengetuk pintu kamar Ricky,

"Rick, kamu sudah tidur belum.."

"Belum pah, " sahut Ricky sambil jalan membukakan pintu.

Pak Deden masuk ke dalam kamar Ricky,

"Kamu tadi dengar omongan mamah kan Rick..?"

"Iya pah."

"Besok kamu beresin barang-barang kamu, kita pindah saja dari sini ya Rick,"

"Bener pah...?"

"Iya, udah papah cuma mau kasih tau itu aja.."

"Iya, terimakasih pah..."

**

Pagi hari saat sinar matahari menyapa, Rosita tampak masih tertidur pulas. ia terlihat lelah, karena semalaman tidurnya terganggu oleh rengekan Maya dengan segala tuntutannya. Pipislah, nenenlah, pup lah.. Rosita mulai terbiasa, dan baby blues yang sering menekan rasa emosinya, perlahan mulai menghilang. Ia menyadari bahwa semua yang ada dalam kenyataan hidupnya, adalah menjalani kodrat sebagai seorang wanita, dan hal itu tak dapat ditolak oleh wanita manapun di dunia ini.

Jam 7 pagi bu Lastri sudah datang. Di depan pintu rumah Gerry, ia mengetuknya berulang-ulang, tetapi tidak ada yang membukakan pintu. Barangkali karena berisik suara kran air dari arah kamar mandi; disitu terlihat Rosita baru saja selesai memandikan Maya di kamar mandi yang berada dekat dapur.

Bu Lastri mencoba membuka pintu yang tidak terkunci, lalu langsung masuk ke dalam. Diruang makan ia bertemu dengan bu Minah, serta adik-adik Rosita yang baru saja selesai sarapan di ruang makan. Bu Minah kaget, tiba-tiba melihat bu Lastri muncul dari arah ruang tamu.

"eeh.. Ibu siapa? nyelonong masuk ke rumah orang?" tanya bu Minah dengan nada tinggi.

Bu Lastri terkejut,  "Saya Lastri bu.. pengasuh bayinya non Rosita,"

Bu MInah menatapnya dari atas ke bawah tubuh bu Lastri.

"Iya tapi ga nyelonong aja masuk begitu... bisa ketuk pintu kan?"

"Iya maaf bu.. tadi saya sudah ketuk-ketuk, dan ternyata pintunya ga terkunci, jadi saya langsung masuk saja,"

Bu Minah kesal, ia tak peduli dengan alasan bu Lastri, kemudian ia membereskan piring-piring bekas sarapan adiknya Rosita, dan tidak peduli lagi pada bu Lastri. Ia tidak suka cara bu Lastri yang tidak tahu tata krama. 

Dino, Doni, dan Dini menghampiri bu Minah, lalu mencium punggung telapak tangannya.

"Dino berangkat ya bu, Asalammu'alaikum,"

 

Doni dan Dini juga mencium punggung telapak tangan bu Minah.

"Iya.. wa alaikum salam" sahut bu Minah sambil jalan menuju ke dapur membawa piring kotor, dan memberitahukan Rosita.

"Ros, itu ada pengasuh bayimu sudah datang,"

"Iya bu sebentar,"

Tak lama kemudian, Rosita keluar dari kamar mandi sambil menggendong Maya yang baru saja dimandikannya.

"Kamu gak bilang ke ibu, ada pengasuh bayi yang mau datang,"

"Iya, lupa bu... maaf ya.."

Rosita melihat bu Lastri masih berdiri di pintu masuk ruang makan. 

"Ayoo bu Lastri,"

Rosita mengajak bu Lastri masuk ke kamarnya, bu Lastri mengikutinya.

"Bu Lastri sudah kenalan sama ibu saya?"

"Sudah non,"

"ayo bantu saya," 

Rosita menunjukkan tempat perlengkapan bayinya, sambil menidurkan Maya diatas kasur,

"Itu tempat baju Maya, oya bayi ini namanya Maya. Bedak, minyak telon, dan lainnya disitu."

Bu Lastri mengangguk-angguk.

"Ya sudah, ini terusin kerjaannya, saya mau mandi dulu,"

Bu Lastri tampak menyiapkan baju Maya, sedangkan Rosita mengambil baju ganti dari dalam lemari pakaiannya, lalu keluar dari kamar. 

Rosita keluar dari kamar menuju ke kamar mandi, bu Minah mencegatnya di dapur,

"Kamu dapat darimana pengasuh bayi itu Ros?"

"Dari bapak, katanya adik teman bapak yang satpam juga di perumahan,"

"Ooh."

"Bu hari ini Ros terusin kerja yang kemarin, gantiin kasir yang lama. Ternyata pak Deden yang punya kafetaria itu bu,"

"Ooh gitu Ros, alhamdulillah.. Bayi dan pengasuhnya gak ikut kan?"

"Untuk hari ini, ikut bu.. soalnya Ros belum beli kulkas yang baru, lagipula, belum beli pompa untuk air susunya,"

Bu Minah terlihat sambil membereskan dapur, mencuci piring dan perabot lain.

"Oya bu, kemarin pak Deden sudah bayar uang muka untuk kontrak rumah buat Ros, supaya dekat dengan kantornya. Kan nanti Ros bakal kerja di kantornya, kalau jadi kasir sih cuma sementara aja bu,"

"Alhamdulillah.. tapi kamu ga serumah dengan pak Deden kan?"

"Ga lah bu, dia sudah punya isteri kok.."

"Kirain duda" ucap bu MInah pelan.

"Hush, ibu aah.. hehehe"

Rosita terkekeh lalu masuk ke kamar mandi.

***

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu tiriku sang pelakor   37. Rosita di butiknya.

    Beberapa saat kemudian, setelah pengunjung butiknya sepi, Satria Irawan muncul di pintu masuk. Seperti biasa Rosita menyalaminya, "Selamat pagi pak Satria," "Pagi Rosita" sahut Satria Irawan sumringah. Senyumnya menghias bibir lelaki tampan ini. Kemudian Rosita jalan ke ruang belakang kearah dapur untuk membuatkan minuman. Satria Irawan duduk di sofa tempat biasa dia duduk disitu. Tak lama, Rosita membawakan teh hangat manis dan menaruhnya diatas meja depan sofa. Rosita lalu duduk disofa berhadapan dengan Satria Irawan disitu. Satria Irawan menengok ke arah jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul 10.30. lalu menoleh ke wajah Rosita. "Maaf ya, aku terlambat datang kesini, tadi ada urusan sedikit di kantor." "Iya pak.. gak apa-apa," sahut Rosita kurang bersemangat. Satria Irawan mengambil cangkir yang berisi teh manis hangat, "Terimakasih ya tehnya.." Rosita hanya menganguk pelan, lalu menundukkan kepalanya. Ia tak dapat menutupi perasaannya yang merasa gelisah mendenga

  • Ibu tiriku sang pelakor   36. Bu Minah pingsan.

    Bu Minah mencoba menenangkan hatinya, ia berusaha mengatur nafasnya. Perlahan menarik nafas dari lubang hidung sampai perutnya mengembung, lalu pelan-pelan dihembuskan lewat mulutnya. Tiga kali bu Minah mengulangi hal tersebut. Terasa emosi yang tadi menggelegak didadanya, agak mereda. Bu Lastri yang melihat hal itu, mencibirkan bibirnya, "Sakit tuh bukannya narik nafas doang.. minum obatnya dan jangan banyak tingkah," "Kamu gak perlu ngatur saya, urus saja diri kamu sendiri. Saya mau istirahat sekarang, gak usah temani saya.. Keluar kamu." ucap bu Minah tegas. Bu Lastri menatap tajam ke wajah bu Minah, tapi bu Minah memalingkan wajahnya. Bu Lastri tersinggung, ia merasa diusir. "Jangan keras kepala bu. ibu itu sudah tidak berdaya, jantungnya sudah pakai ring, kalau saya tidak tungguin, nanti ada apa-apa, bapak nyalahin saya lagi.." "Memang kamu banyak salah. Sudah gak usah debat.. kalau saya butuh bantuan kamu, nanti saya panggil," Bu Lastri tidak menjawab, ia langsung

  • Ibu tiriku sang pelakor   35. Jerry dan bu Lastri sibuk.

    Grompyang.... Saat suara panci yang ikut terjatuh ke lantai, membuat bu Lastri tersenyum kecil dengan ekspresi wajah nyinyir, "Rasain !" umpat hatinya. Di dalam kamar Rosita, disamping tubuh Maya, tampak bu Lastri bangkit dari ranjang, lalu jalan ke luar menuju ke dapur. Ia melihat bu Minah tergeletak di lantai dapur dalam keadaan pingsan. "Waduh, nyusahin aja jadinya si ibu... saya gak kuat ngangkat badannya, gimana ya?. Kalau diseret dari sini ke kamar, jadinya kayak film horor...hehe" bu Lastri ngoceh sendiri sambil senyum-senyum. Tiba-tiba suara motor Jerry terdengar masuk ke halaman rumah. "Wah kebetulan sibapak sudah datang..." Bu Lastri keluar dari dapur langsung menghampiri Jerry yang baru saja masuk ke ruang tamu. "Pak.. pak.. ibu jatuh di dapur..." "Hah?" Jerry kaget, dia bergegas masuk, melempar tas ranselnya ke kursi ruang makan, langsung menuju ke dapur. "Astaghfirullah.. Minah.. Minah.. bangun Minah.." ucap Jerry sambil menggoyang-goyangkan tubuh

  • Ibu tiriku sang pelakor   34. Ulah bu Lastri.

    Kesibukan Rosita di Butik menjadikan kebebasan bagi bu Lastri menjalin hubungannya dengan pak Deden.Beberapa kali Ricky memergoki Maya (bayinya Rosita) yang dibawa ke rumah kontrakan itu yang nyaris hampir disetiap pagi. Hingga pada suatu pagi, bu Lastri berpapasan kepergok oleh Ricky. "Maaf mas, terganggu tidurnya ya?" sapa bu Lastri berlagak ramah.Ricky menatap ke arah wajah bu Lastri, dia tidak kaget karena dia tahu persis bahwa perempuan itu sudah sering datang kesitu, dari aroma tubuh yang dihirupnya. Justru bu Lastri yang jadi salah tingkah, karena ia tidak tahu kalau Ricky yang menatapnya tajam itu, buta."Oh gak apa-apa.. tapi mbak siapa ya?""Mmm.. anu.. anu saya pengasuh bayinya non Rosita,"Degh ! Ricky kaget, tapi dia bisa sembunyikan ekspresinya. Baginya perempuan ini bukan perempuan baik-baik, yang seenaknya mendatangi papah angkatnya, dan entah apa yang mereka lakukan berduaan di dalamkamar itu."Ada urusan apa ya dengan papah saya?"Bu Lastri kebingungan mencari j

  • Ibu tiriku sang pelakor   33. Harga sebuah hutang budi.

    Hutang budi, memang sulit untuk dilupakan begitu saja. hal tersebut dirasakan oleh orang yang berhati tulus dan baik hati. Sedangkan bu Amalia bukanlah type orang yang tulus, ia berbaik hati terhadap orang lain, dengan tujuan sebuah imbalan yang saling menguntungkan. hanya itu! Bu Amalia merasa sedikit lega, dengan rencana Lina bersedia datang ke kantor Satria Irawan. Wajahnya terlihat amat bersemangat. Ia lalu teringat pada Ricky, bagaimana keadaan anak muda yang cacat matanya, yang pernah diurusnya selama bertahun-tahun itu. Benarkah Satria Irawan telah menemukan pendonor mata bagi Ricky?. Tiba-tiba ia merasa kangen pada anak itu. Bukan rasa rindu seorang ibu terhadap anaknya, tapi rasa rindu atas segala kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh adiknya, disaat bu Amalia butuh uang. ** Beberapa hari kemudian, Satria Irawan mendengar laporan dari kang Deden. "Kang Sat, kemarin pagi ada berita Erna sudah meninggal dunia. Saya langsung berangkat ke rumah sakit bersama Ricky, dengan

  • Ibu tiriku sang pelakor   32. Curahan hati Lina

    Selesai membisikkan sesuatu di telinganya, Lina menatap lekat ke wajah bu Amalia, dahinya mengernyit, terlihat ia sedang berpikir.Bu Amalia bingung menafsirkan tatapan Lina, ia jadi salah tingkah dan kehilangan gaya."Emmhm, maksudnya gini Lin.."Lina memotong,"Enggak teh, Lina gak berani pake begitu-begituan.. iya kalau bisa kena beneran, kalau gak.. nanti Lina malah diapain lagi gitu.. kayak dulu, kang Satria pernah KDRT ke Lina,""KDRT..?""Eeh, emang teteh belum tahu ceritanya ya? ""Maksudnya KDRT itu apa?" tanya bu Amalia."Itu singkatan, Kekerasan Dalam Rmah Tangga teh.."Bu Amalia mengangguk-angguk pelan."Oooh.. Gimana ceritanya..."Lina menarik nafas panjang,"Waktu itu, Lina sempat melaporkan ke pengadilan bahwa kang Satria telah menganiaya Lina.""Ah, masa sih?... emang kamu dipukul gitu?" Bu Amalia tidak percaya, dan penasaran.Lina menatap ke arah lain, pikirannya teringat kembali ketika terjadi pertengkaran pada hari itu."Enggak teh.. bukan dipukul. Kejadiannya sewa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status