Setiba di depan rumah Jerry, Rosita turun dari mobil pak Deden. Tak lama kemudian mobil pak Deden pergi, dan baru saja Rosita hendak membuka pintu rumah.
“Hei Ros.. saya mau bicara sama kamu,” kata bu Amilia yang tiba-tiba berdiri di jalan depan rumah. Rupanya tanpa setahu pak Deden, bu Amilia mengikuti mobil suaminya, dari kejauhan.
Rosita kaget,
“Ibu?”“Jangan panggil ibu, saya bukan ibumu..”Rosita tercekat,
“Ada apa ya tante…? Masuk dulu, kita bicara didalam saja”"Gak perlu. Saya cuma mau tanya, sejak kapan kamu menggoda suami saya?"
“Menggoda?. Saya tidak merasa menggoda suami tante.. Dia mungkin yang tergoda pada saya..?”
Bu Amilia terpukul oleh kalimat yang keluar dari mulut Rosita.
“Tidak mungkin kamu tidak menggodanya, itu bayi siapa?”
“Ini bayi saya bu…”“Iya saya tahu, pasti hasil selingkuh dengan suami saya kan..?”
“Terserah tante mau ngomong apa, percuma tante marah-marah disini, kenapa tante gak marahi suami tante saja..?”
Rosita melihat Bu Tari tetangga terdekat disitu, terlihat mengintip dari balik gordein jendela rumahnya, lalu keluar dari rumah.
“Apa tante mau tetangga disini keluar semua menonton kemarahan tante soal kesalahan suami tante sendiri..”
Bu Amilia menengok ke arah bu Tari yang tampak keluar dari rumah. Ia lalu mengancam Rosita.
“Awas kamu Ros, kalau sampai saya lihat kamu masih jalan dengan suami saya. Pokoknya saya gak peduli, siapa kamu,” kata bu Amilia sambil pergi meninggalkan Rosita yang masih berdiri di depan pintu rumah.
Beruntung bagi Rosita pada saat itu, bapaknya belum pulang ke rumah. Ibunya masih sibuk membantu di rumah tetangga, sedangkan adik-adiknya, sedang belajar mengaji di Mushola dekat rumah.
Rosita langsung masuk kedalam rumah.
**Ia menidurkan Maya diatas kasur. Kemudian membersihkan wajahnya di depan meja rias, lalu berganti pakaian tidur. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya di samping Maya yang sudah tertidur pulas.
Sambil menatap langit-langit kamarnya yang sudah usang, pikirannya menerawang. Rosita bingung, bagaimana nasibnya nanti kalau ia terus berhubungan dengan pak Deden, dan bu Amilia akan selalu mencecarnya dengan makian, atau pun fitnahan. Menurut pandangannya, Pak Deden terlalu baik, tapi apakah dia bisa melindungi Rosita dari serangan isterinya?.
Tiba-tiba Rosita dikejutkan oleh suara bapaknya,
“Ros, kamu sudah tidur belum? Bapak bawa bu Lastri yang bisa bantu kamu jaga bayi,”Rosita tersentak dari lamunannya. Ia lalu bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar.
Di ruang tamu tampak bu Lastri mengenalkan dirinya. Wanita itu usianya jauh lebih muda daripada ibunya. Tubuhnya pendek, kurus, rambut sebahu yang diikat kebelakang. Wajahnya ayu. Dari sorot matanya yang tajam menatap Rosita, ia bisa menyimpulkan bahwa wanita dihadapannya memang benar-benar butuh pekerjaan.
“Ini adiknya teman bapak, masnya juga petugas Satpam di perumahan, ”
Rosita menyambut uluran tangan bu Lastri yang mengajaknya bersalaman.
“Bu Lastri sudah pernah merawat bayi,?”
“Sudah, tapi anak saya sendiri,”“Trus, anaknya sudah usia berapa sekarang? Apa dapat ijin dari suaminya untuk bekerja?”“Anak saya sudah di SMP, dan saya sudah dapat ijin dari suami untuk jadi baby sitter,” kata bu Lastri sambil menoleh kearah Jerry, lalu kembali menatap Rosita.
“Ooh ya sudah.. kalau ga ada masalah. Tapi bu Lastri tidak menginap ya?. Rumahnya dimana, kalau saya boleh tahu..”
“Di belakang komplek perumahan non,”
“Waah, lumayan jauh ya..”Bu Lastri menoleh ke Jerry,
“Ga apa-apa Ros, kan bisa diantar dan dijemput sama masnya atau sama bapak. Nanti disesuaikan sama shift tugas bapak saja,”
“Bapak ga keberatan gitu?”
“Iya ga apa-apa.. kan bisa gantian sama masnya,”
Rosita menatap bapaknya, lalu menoleh ke arah bu Lastri.
“Ooh.. ya sudah kalau begitu, bu Lastri bisa mulai kerja besok ya. Tapi, pagi sudah kesini, soalnya saya kerja pagi dari jam 10 pagi sampai jam 8 malam,”
“Baik non. Kalau begitu saya permisi dulu..”
Bu Lastri keluar dari ruang tamu diantar oleh bapaknya. Rosita hanya mengintip dari balik gordein Jerry yang membonceng bu Lastri menjauh. **Sementara itu di tempat lain. Bu Amilia tidak langsung pulang ke rumah, ia mampir ke rumah adiknya, Satria Irawan, pemilik usaha tempat pak Deden bekerja.Di ruang tamu ini terlihat perabotan yang mewah, buffet kayu jati yang berkaca, didalamnya berisi souvenir-souvenir piring-piring, patung kecil-kecil buatan luar negeri. Bu Amilia tampak duduk di sofa empuk dengan lapisan beludru berwarna biru tua, dan bantal-bantal kecil berwarna pastel, dipadu dengan karpet bulu warna coklak susu dibawah meja. Bu Amilia terlihat gelisah, hatinya masih galau, ia ingin menumpahkan semua isi hati kepada adik kandungnya. Dari arah dalam, Pembantu rumahtangga menaruh cangkir berisi teh manis hangat, sesuai pesanannya tadi."Terimakasih bi..""Iya bu, silakan.." sahut pembantu itu lalu kembali masuk ke ruang belakang.Bu Amilia langsung mengambil cangkir dan meneguk air hangatnya. Rasa haus langsung hilang saat teh hangat manis meluncur kedalam tenggorokannya.Selang beberapa saat, Satria Irawan keluar dari arah pintu kamar depan. Laki-laki tampan berusia 38 tahun dengan sikapnya yang tampak dewasa, sudah mapan. Tubuhnya putih bersih, hidung mancung, dan bibir bawahnya ada belahan yang samar-samar, hanya terlihat bila dia tertawa terbahak-bahak. Satria Irawan langsung duduk di depan bu Amilia, kakaknya."Ada apa teh.. tumben malam-malam kesini?""Teteh mau curhat Sat,""Euleuh-euleuh si teteh, curhatnya bisa ditunda ga? besok aja gitu teh.. hahaha" Satria Irawan terkekeh."Ah kamu mah becanda, ini serius Sat.. Soal kang Deden,""Kenapa kang Deden teh?" Satria Irawan penasaran."Dia main cewek lagi Sat..""Duuh laris nya kang Deden teh..""Serius atuh Sat," ucap bu Amilia rada kesal."Iyah ini juga serius, kan emang kenyataan dari dulu juga kang Deden mah lebih laku daripada saya. Padahal gantengan saya kan teh?" Satria kembali terkekeh-kekeh.Bu Amilia diam, ia hanya menatap tajam pada adiknya. Bu Amilia sangat butuh saran, atau sedikitnya jalan keluar dari masalahnya, dan Satria sepertinya sudah tahu tentang itu."Ya udah, terus teteh maunya gimana? apa yang mesti Satria lakukan buat tetehku yang cantik ini?,""Pecat saja kang Deden dari kantor kamu..,""Itu mah ga bisa saya lakukan teh... soalnya rekam jejak kang Deden bagus, tidak ada cacat sama sekali. Orangnya selalu on time,"Bu Amilia memotong omongan adiknya."Iya dia mah emang gercep, satset.. apalagi kalau soal uang, tapi ya itu.. gampang kegoda sama perempuan,"Dahi Satria Irawan mengernyit, dia mencari kata yang tepat supaya kakaknya bisa lebih legowo."gimana kalau teteh berdamai saja dengan perempuan itu.""Berdamai gimana maksudnya Sat?""Ya berbagi suami teh..""Ga mau ah, jijik bekas perempuan lain,""Iya, namanya juga laki-laki teh... Wajar aja, laki-laki kan ga bisa hamil. Nah itu yang ketahuan sama teteh, yang ga ketahuan emang ga teteh hitung? ya sama juga udah banyak bekas perempuan lain.Terus teteh mau cerai saja dengan kang Deden, gitu?""Ga juga sih...""Naah, berarti teteh masih cinta, teteh sadar atas kelemahan teteh yang tidak mampu memberinya keturunan, karena rahim teteh yang bermasalah itu kan?. "Bu Amilia terdiam. Semua kata-kata yang diucapkan adiknya adalah sebuah kenyataan yang tak bisa ditolak."Ya sudah teh, berdamai saja dengan masalah. Gak perlu ngikutin ego sendiri. Perempuan itu kebanyakan egois, maunya suami cuma untuk dirinya sendiri, padahal kalau suami minta pas lagi merah, kan ga bisa dipake juga, ups.. maaf ya teh.."Bu Amilia termenung, ia masih bingung, apakah sanggup berdamai dengan perempuan muda yang bernama Rosita itu?."Eeh, jangan ngelamun atuh teh.. ayoo putuskan sekarang juga. Mau berdamai dengan perempuan itu atau nggak?""Iya deh Sat.. tapi caranya gimana?Satria Irawan sejenak berpikir,"Kang Deden ketemu dimana sama perempuan itu?""Ga tau Sat, itu mah urusan dia, teteh ga mau tahu,""Maksudnya biar saya bisa perkirakan, kang Deden arahnya kemana, gitu teh maksudnya.."Pembicaraan mereka semakin malam tambah serius. Satria Irawan seperti seorang motivator yang memberi contoh terbaik kepada kakaknya. Bu Amilia tampak hanya mengangguk-angguk tanda meng-iyakan saran yang disampaikan oleh Satria Irawan. Sampai akhirnya bu Amilia terlihat pamit dari rumah mewah itu.**Beberapa saat kemudian, setelah pengunjung butiknya sepi, Satria Irawan muncul di pintu masuk. Seperti biasa Rosita menyalaminya, "Selamat pagi pak Satria," "Pagi Rosita" sahut Satria Irawan sumringah. Senyumnya menghias bibir lelaki tampan ini. Kemudian Rosita jalan ke ruang belakang kearah dapur untuk membuatkan minuman. Satria Irawan duduk di sofa tempat biasa dia duduk disitu. Tak lama, Rosita membawakan teh hangat manis dan menaruhnya diatas meja depan sofa. Rosita lalu duduk disofa berhadapan dengan Satria Irawan disitu. Satria Irawan menengok ke arah jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul 10.30. lalu menoleh ke wajah Rosita. "Maaf ya, aku terlambat datang kesini, tadi ada urusan sedikit di kantor." "Iya pak.. gak apa-apa," sahut Rosita kurang bersemangat. Satria Irawan mengambil cangkir yang berisi teh manis hangat, "Terimakasih ya tehnya.." Rosita hanya menganguk pelan, lalu menundukkan kepalanya. Ia tak dapat menutupi perasaannya yang merasa gelisah mendenga
Bu Minah mencoba menenangkan hatinya, ia berusaha mengatur nafasnya. Perlahan menarik nafas dari lubang hidung sampai perutnya mengembung, lalu pelan-pelan dihembuskan lewat mulutnya. Tiga kali bu Minah mengulangi hal tersebut. Terasa emosi yang tadi menggelegak didadanya, agak mereda. Bu Lastri yang melihat hal itu, mencibirkan bibirnya, "Sakit tuh bukannya narik nafas doang.. minum obatnya dan jangan banyak tingkah," "Kamu gak perlu ngatur saya, urus saja diri kamu sendiri. Saya mau istirahat sekarang, gak usah temani saya.. Keluar kamu." ucap bu Minah tegas. Bu Lastri menatap tajam ke wajah bu Minah, tapi bu Minah memalingkan wajahnya. Bu Lastri tersinggung, ia merasa diusir. "Jangan keras kepala bu. ibu itu sudah tidak berdaya, jantungnya sudah pakai ring, kalau saya tidak tungguin, nanti ada apa-apa, bapak nyalahin saya lagi.." "Memang kamu banyak salah. Sudah gak usah debat.. kalau saya butuh bantuan kamu, nanti saya panggil," Bu Lastri tidak menjawab, ia langsung
Grompyang.... Saat suara panci yang ikut terjatuh ke lantai, membuat bu Lastri tersenyum kecil dengan ekspresi wajah nyinyir, "Rasain !" umpat hatinya. Di dalam kamar Rosita, disamping tubuh Maya, tampak bu Lastri bangkit dari ranjang, lalu jalan ke luar menuju ke dapur. Ia melihat bu Minah tergeletak di lantai dapur dalam keadaan pingsan. "Waduh, nyusahin aja jadinya si ibu... saya gak kuat ngangkat badannya, gimana ya?. Kalau diseret dari sini ke kamar, jadinya kayak film horor...hehe" bu Lastri ngoceh sendiri sambil senyum-senyum. Tiba-tiba suara motor Jerry terdengar masuk ke halaman rumah. "Wah kebetulan sibapak sudah datang..." Bu Lastri keluar dari dapur langsung menghampiri Jerry yang baru saja masuk ke ruang tamu. "Pak.. pak.. ibu jatuh di dapur..." "Hah?" Jerry kaget, dia bergegas masuk, melempar tas ranselnya ke kursi ruang makan, langsung menuju ke dapur. "Astaghfirullah.. Minah.. Minah.. bangun Minah.." ucap Jerry sambil menggoyang-goyangkan tubuh
Kesibukan Rosita di Butik menjadikan kebebasan bagi bu Lastri menjalin hubungannya dengan pak Deden.Beberapa kali Ricky memergoki Maya (bayinya Rosita) yang dibawa ke rumah kontrakan itu yang nyaris hampir disetiap pagi. Hingga pada suatu pagi, bu Lastri berpapasan kepergok oleh Ricky. "Maaf mas, terganggu tidurnya ya?" sapa bu Lastri berlagak ramah.Ricky menatap ke arah wajah bu Lastri, dia tidak kaget karena dia tahu persis bahwa perempuan itu sudah sering datang kesitu, dari aroma tubuh yang dihirupnya. Justru bu Lastri yang jadi salah tingkah, karena ia tidak tahu kalau Ricky yang menatapnya tajam itu, buta."Oh gak apa-apa.. tapi mbak siapa ya?""Mmm.. anu.. anu saya pengasuh bayinya non Rosita,"Degh ! Ricky kaget, tapi dia bisa sembunyikan ekspresinya. Baginya perempuan ini bukan perempuan baik-baik, yang seenaknya mendatangi papah angkatnya, dan entah apa yang mereka lakukan berduaan di dalamkamar itu."Ada urusan apa ya dengan papah saya?"Bu Lastri kebingungan mencari j
Hutang budi, memang sulit untuk dilupakan begitu saja. hal tersebut dirasakan oleh orang yang berhati tulus dan baik hati. Sedangkan bu Amalia bukanlah type orang yang tulus, ia berbaik hati terhadap orang lain, dengan tujuan sebuah imbalan yang saling menguntungkan. hanya itu! Bu Amalia merasa sedikit lega, dengan rencana Lina bersedia datang ke kantor Satria Irawan. Wajahnya terlihat amat bersemangat. Ia lalu teringat pada Ricky, bagaimana keadaan anak muda yang cacat matanya, yang pernah diurusnya selama bertahun-tahun itu. Benarkah Satria Irawan telah menemukan pendonor mata bagi Ricky?. Tiba-tiba ia merasa kangen pada anak itu. Bukan rasa rindu seorang ibu terhadap anaknya, tapi rasa rindu atas segala kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh adiknya, disaat bu Amalia butuh uang. ** Beberapa hari kemudian, Satria Irawan mendengar laporan dari kang Deden. "Kang Sat, kemarin pagi ada berita Erna sudah meninggal dunia. Saya langsung berangkat ke rumah sakit bersama Ricky, dengan
Selesai membisikkan sesuatu di telinganya, Lina menatap lekat ke wajah bu Amalia, dahinya mengernyit, terlihat ia sedang berpikir.Bu Amalia bingung menafsirkan tatapan Lina, ia jadi salah tingkah dan kehilangan gaya."Emmhm, maksudnya gini Lin.."Lina memotong,"Enggak teh, Lina gak berani pake begitu-begituan.. iya kalau bisa kena beneran, kalau gak.. nanti Lina malah diapain lagi gitu.. kayak dulu, kang Satria pernah KDRT ke Lina,""KDRT..?""Eeh, emang teteh belum tahu ceritanya ya? ""Maksudnya KDRT itu apa?" tanya bu Amalia."Itu singkatan, Kekerasan Dalam Rmah Tangga teh.."Bu Amalia mengangguk-angguk pelan."Oooh.. Gimana ceritanya..."Lina menarik nafas panjang,"Waktu itu, Lina sempat melaporkan ke pengadilan bahwa kang Satria telah menganiaya Lina.""Ah, masa sih?... emang kamu dipukul gitu?" Bu Amalia tidak percaya, dan penasaran.Lina menatap ke arah lain, pikirannya teringat kembali ketika terjadi pertengkaran pada hari itu."Enggak teh.. bukan dipukul. Kejadiannya sewa