Miriam memutuskan untuk membawa Riana ke bidan, ditemani tante Riana, Wati. "Putri Ibu telah hamil lima bulan," beritahu bidan. Alangkah shock Miriam mendengar informasi dari bidan yang menyatakan bahwa Riana hamil lima bulan. Apa yang harus mereka lakukan? Miriam berharap bidan salah melakukan pemeriksaan.Bidan juga heran, apakah sebegitu parahnya pergaulan anak zaman sekarang? Sampai diusia muda telah hamil."Apa Ibu tidak salah?" Miriam memastikan lagi."Tidak, Bu, coba Ibu pegang perut Putri Ibu ini," jelas Bidan mengarahkan tangan Miriam ke perut Riana.Miriam tahu karena dia telah memiliki lima anak. Jadi tahu betul kondisi perut orang hamil."Apa bisa digugurkan aja, Bu?" usul Wati bertanya. Kondisi Riana tidak akan mungkin buat dia menjadi seorang ibu. Dia baru berusia lima belas tahun dan masih kelas tiga SMP. Dia masih harus melanjutkan pendidikannya. Terlepas mereka belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Riana.Riana sendiri hanya bisa pasrah. Terserah ibu dan
Perjuangan tante Wati tidak sia-sia, pihak Sekolah akhirnya mengizinkan Riana untuk mengikuti ujian kelulusan. Bersyukur Riana tetap belajar saat menunggu persalinannya karena masih berharap bisa menamatkan Sekolahnya."Ke mana saja kamu selama ini, Riana?" tanya salah satu tante tetangga yang melihat Riana pergi Sekolah."Dari luar kota, Tante," jawab Riana."Habis melahirkan kamukan?" tuduh tante itu lagi. Riana hanya diam."Mana anak harammu itu? Diumpetin di mana? Nggak malu kamu pergi Sekolah setelah buat malu di kampung ini? Makanya jangan jadi murahan, kecil-kecil hamil di luar nikah," hardik tante lainnya. Riana tidak bisa membela dirinya. Pandangan masyarakat pasti tetap wanita yang akan dipersalahkan, mau korban pemerkosaan atau bukan. Tetap wanita yang menanggung malu."Riana, pamit tante." Tanpa menjawab pertanyaan dari tante tersebut.Gunjingan tersebut terus Riana terima sampai dia lulus sekolah dan lanjut SMA. Gunjingan dari tetangga itu membuat Riana dan keluarganya mi
Masa sekarang"Apa Uni, akan memenuhi permintaan ayah?" tanya Liana hati-hati takut menyinggung perasaan Riana."Sebenarnya Uni belum siap." Riana menyapu air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya.Liana dan Giana memeluk Riana untuk menguatkannya. Kedua adiknya tidak tahu siapa orang yang telah memperkosa Riana saat dia SMP. Liana dan Giana memang mengetahui jika Riana memiliki anak dan diadopsi oleh paman dan tantenya di luar kota.Liana dan Giana juga mengetahui dari cerita Riana bahwa dia pernah dekat dengan seorang pria. Dan patah hati serta kekecewaan Riana karena tetangga mereka membeberkan aib Riana sebelum Riana jujur kepada si pria. Malahan Ami, tetangga itu telah menikah dengan mantan Riana. Mereka masih tinggal di kota B. Namun, tidak pernah bertemu lagi. Mereka menjalani hidup masing-masing."Kalian tahu, Uni telah pernah mencoba membuka hati dan menekan trauma, namun Allah belum mengizinkan, apakah ada pria yang mau menerima masa lalu Uni?" isak Riana, menyeka air mata
"Pak Raditya, ada?" tanya Rayhan, kakak ipar Radit. Dia sekarang di kantor Radit. Ingin membahas tentang perjodohan kakak ipar keponakannya dengan Radit secara serius. Keponakannya telah sering menanyakan kepada Rayhan. Reyhan merasa tidak enak, makanya dia ke kantor Radit untuk bertanya, jika memang Radit tidak bersedia. Rayhan akan langsung memberikan informasi kepada keponakannya."Ada, Pak, dengan Bapak siapa?" tanya gadis yang bekerja di kantor Radit."Saya Rayhan, kakak iparnya pak Radit," beritahu Rayhan."Sebentar ya, Pak, pak Raditnya masih ada tamu, silahkan tunggu saja dulu, Pak," ucap gadis itu lagi, sambil menunjuk kursi yang ada di kantor Radit yang memang di khususkan bagi tamu-tamu yang menunggu.Gadis tersebut meninggalkan Rayhan dan naik ke lantai dua. Kantor Radit hanya Ruko tiga pintu dengan tiga lantai. Lantai tiga tempat meeting. Ruangan Radit dan administrasi ada di lantai dua. Lantai satu bagian pelayanan. Radit juga memiliki bagian sales dan marketing yang aka
Jadwal operasi ayah akhirnya tiba. Adik laki-laki Riana yang nomor empat telah mengurus segala administrasinya. Riana dan ibu menunggui ayah. Ayah diminta puasa dari semalam. Jadwal operasinya jam sepuluh pagi."Ayah, siapkan?" tanya Riana, sebelum ayah masuk ruang operasi."Insha Allah, ayah siap, Ri. Ayah ingin sembuh, sehingga saat Ri menikah ayah masih bisa menikahkan, hanya Ri anak perempuan ayah yang belum ayah nikahkan," ungkap ayah."Kalau begitu, ayah harus sembuh ya. Calon dari tante Wati, insha Allah tiga hari lagi datang. Jadi nanti pas acara pertemuan, Ri nggak di rumah sakit nemani ayah," jelas Riana karena memang dia full menjaga ayah. Sedangkan ibu diminta Riana untuk istirahat karena selama ini beliau yang menjaga ayah."Dengar, Yah, Ayah harus sembuh, nanti keluar dari rumah sakit, yang terpenting jangan merokok lagi, Yah," bujuk Miriam mengingatkan suaminya."Iya, Bu. Semoga Allah memberi kesembuhan buat Ayah," ucap ayah lagi."Aamiin," sahut Riana dan Miriam.Peraw
"Assalamualaikum," sahut wanita yang ada diantara rombongan tersebut."Walaikumussalam," sahut Wati.Wati mempersilahkan rombongan tersebut masuk dan duduk. Sementara Riana dan Miriam di dapur. Wati memanggil Riana untuk keluar."Ri, mereka udah datang. Ri siapkan?" beritahu Wati."Insha Allah, Tan," balas Riana, mengikuti Wati ke ruang tamu. Di sana telah hadir calon pria yang ingin melihat Riana dan sepasang suami istri. Riana hanya menundukan wajahnya saja. Tidak berani melihat ke arah tamu maupun si pria."Kamu!" ucap si pria. Riana yang mendengar si pria kaget dan dari nada bicaranya seperti mengenal Riana. Riana mengangkat wajahnya."Dokter!" Riana juga tidak kalah kaget karena si pria ternyata adalah dokter yang mengoperasi ayahnya."Wah, ternyata kalian telah saling kenal?" tanya Ahmad, laki-laki yang menemani dokter."Sebenarnya belum berkenalan secara formal, sih Om, hanya kebetulan kami telah bertemu duluan. Ayah Riana pasien saya," jelas Leon, dokter sekaligus pria yang ak
Lima hari kemudian, Riana kembali merawat ayah, setelah perkenalan dengan dokter Leon. Dokter Leon sendiri tidak lagi menjadi dokter ayah karena sedang dinas luar kota. Tenaganya di perbantukan di sana selama satu minggu."Yah, tahu nggak, kalau dokter yang mengoperasi Ayah, adalah orang yang dikenalkan Wati," beritahu Miriam kepada suaminya."Benar, Bu? Alhamdulillah. Terus gimana, Bu? Kapan mereka menikah?" cerocos ayah tidak sabar."Mereka mau meminta petunjuk Allah dulu, Yah. Lanjut atau tidaknya," jelas Miriam."Udah dapat petunjuk, Ri?" tanya ayah kepada Riana yang sibuk mengupas buah untuk di jus karena ayah belum bisa memakan secara langsung."Masih ragu, Yah, belum seratus persen," jawab Riana."Kenapa, Ri?" tanya Ayah lagi."Entahlah, Yah, hati Ri masih bimbang. Lagian dari dokter Leon juga belum mendapat petunjuk sepertinya," elak Riana karena memang tante Wati belum mendapat kabar dari dokter Leon."Semoga kalian berjodoh ya, Ibu dan Ayah berdo'a demi kebaikan kalian," uca
Sebulan lebih Radit tidak bertemu Riana. Naylapun seperti tidak bisa diganggu. Dia sangat sibuk dengan ajang olimpiade fisika. Seharusnya Radit senang jika putrinya lebih mementingkan pendidikannya. Ini malahan Radit menjadi uring-uringan. Dia merasa kesepian karena Nayla sibuk dengan kegiatan belajarnya. Raditpun sebenarnya sangat sibuk dengan proyek pembangunan perumahannya. Namun, ada kalanya dia butuh refreshing. Radit seperti sedang mengalami puber kedua, di mana perasaannya kepada Riana menggebu-gebu. Radit tahu dia salah karena menginginkan istri orang. Radit sering berdo'a agar perasaannya kepada Riana hilang. Radit mengunjungi rumah ibunya karena telah lama dia tidak main ke sana."Ma!" panggil Radit begitu ART mamanya membukakan pintu. Radit sempat bertanya kepada ART, apakah mamanya ada atau sedang pergi. Karena mamanya sering tidak di rumah dan selalu ke rumah Rania, kakak pertama Radit."Ada apa?" tanya mama yang baru keluar dari kamarnya. Orang tua Radit memang hanya ti