Share

Pria Tidak Dikenal

Author: Garis_Langit
last update Last Updated: 2022-02-03 21:00:53

18 tahun kemudian

Riana tidak menduga, setelah 18 tahun berlalu ia akan kembali lagi menginjakkan kaki ke rumah ini. Rumah milik Rita, mertuanya. 

Setelah lebih dari 25 tahun tidak pernah mendapat pengakuan dari mertuanya.

Kemarin, Rita mengundang keluarganya untuk hadir diacara ulang tahunya. 

Tentu saja Riana sangat antusias, apalagi Randu putranya belum pernah sama sekali berkumpul dengan keluarga sang Ayah. 

Riana tersenyum lega, kehadiran Randu disambut hangat oleh kerabat lain. Meski Rita masih bersikap dingin. Randu bahkan ditarik ke sana- ke mari hingga anak itu kebingungan. 

Sedangkan Gean, sudah melipir pergi bersama adiknya entah ke mana. 

Tinggalah Riana bersama Sari, istri dari Rian adik Gean. Rita memiliki dua putra,

Gean adalah putra sulungnya, dan Rian adalah bungsunya. 

Rian menikah dengan sari beberapa bulan sebelum Gean dan Riana mengadopsi anak. Usia dua kakak beradik itu memang terpaut cukup jauh, 8 tahun. 

Pasangan itu sangat baik, ketika Riana memutuskan berhenti berkunjung ke rumah Rita. Rian dan Sari seringkali berkunjung ke rumah Riana, apalagi setelah mereka mengadopsi anak.

Kini mereka sudah memiliki dua putri cantik. Yang paling besar berusaia 13 tahun, selisih 4 tahun dengan Randu. Dan, yang paling kecil, baru menginjak usia 7 tahun. 

"Randu tumbuh jadi anak yang baik. Dia juga ganteng." ucap Sari, memperhatikan Randu yang sedang bermain dengan putri kecilnya. 

Riana tersenyum.

"Mbak janga khawatir, ya. Mbak udah didik Randu dengan baik. Sari yakin, kalau Randu juga bahagia punya, Mbak." 

"Makasih ya, Sar." 

"Kamu gak mau cari tahu orang tua kandungnya?" celetuk Rita yang datang dari dapur. 

"Gak usahlah, Bu. Toh, Randu juga hidup dengan baik sama Mbak Riana sama Mas Gean." Sari menimpali.

"Kalau orang tuanya tiba-tiba datang ambil Randu gimana? Ikhlas kamu?" 

"Bu-" 

Sari akan kembali menimpali, namun Riana lebih dulu meraih lengannya, menggelengkan kepala, memberi tanda agar Sari tidak berkata lebih jauh.

"Bu, Riana minta tolong sama Ibu. Untuk saat ini, tolong jangan bahas hal ini. Jika waktunya sudah tepat. Riana pasti akan memberitahu Randu yang sebenarnya." ucap Riana memohon.

Rita menatap Riana. "Asal kamu tahu, Riana. Walaupun anak itu tertera dalam kartu keluarga putra ibu. Bagaimanapun, anak itu hanya orang asing." katanya begitu dingin.

"Ibu koq, ngomongnya begitu?" Sari lagi-lagi menimpali.

"Mana Gean, ibu mau suruh dia beli minuman ke supermarket." 

Rita mengalihkan pembicaraan, lalu beranjak dari duduknya menuju halaman belakang. Setelah 18 tahun berlalu, perangai Rita tetap tidak berubah.

Riana hanya bisa mengelus dada, menguatkan diri agar tidak terpancing emosi. Demi Randu. 

Randu yang melihat Rita mendekat bertanya.

"Oma mau ke mana?" 

"Cari Gean, mau disuruh buat beli minuman ke toko sebelah. Bentar lagi acaranya mau dimulai minumannya belum ada." jawab Rita ketus.

"Biar Randu aja, Oma." tawar Randu.

"Yaudah nih!" Rita menyodorkan tiga lembar uang seratus ribu.

Randu menerimanya lalu berlalu dari hadapan Rita. 

"Kamu mau ke mana, Randu?" tanya Riana begitu melihat Randu menggunakan sepatunya. 

"Randu mau beli minuman, Bu." 

"Ibu ikut, ya? Sekalian pengen jalan-jalan." 

Randu mengangguk. Riana tersenyum, mengikuti langkah Randu.

Semenjak menikah, Riana belum pernah berjalan-jalan seperti ini di kawasan rumah tinggal Rita. Ini kali pertama baginya. 

Lingkungan di sini ternyata asri, banyak tanaman rindang di sisi-sisi jalanan. Sejuk.

"Kamu seneng?" tanya Riana 

Randu menoleh. "Iya,  kali pertama buat Randu bisa kumpul keluarga kaya gitu." 

"Ch, anak Ibu udah besar aja, ya." 

"Makin ganteng ya, Bu?" 

Riana terkekeh, mengusak pelan rambut putranya. Riana bahagia memiliki Randu, meski di sisi lain ia khawatir, jika sewaktu-waktu temannya itu datang dan mengambil Randu. 

Tapi, hingga saat ini. Belum juga ada kabar darinya. Apakah ia berhasil menyelesaikan urusannya? Atau malah sebaliknya?

Riana memang tidak tahu diri jika menginginkan Randu seutuhnya sebagai putra. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Riana tidak ingin Randu mengetahui seluruh kebenaran.

Riana tidak ingin Randu membencinya. Setelah selama 18 tahun mereka hidup bersama. Riana sungguh ingin Randu tetap menjadi putranya. 

Tiba-tiba dua orang pria menghadang langkah mereka. Pria berpakaian serba hitam dengan mantel yang menjuntai itu berhenti tepat di depan ibu dan anak.

Riana membelalak melihat siapa yang datang. Dengan cepat menarik Randu untuk tetap di belakang.

"Ada urusan apa kalian ke sini?" tanya Riana dingin.

Randu yang bingung hanya bisa diam ketika ibunya maju menghadapi mereka.

"Randu Fardian, aku diperintahkan untuk membawanya." balas salah seorang.

"Atas dasar apa?" 

"Kenapa aku harus memberitahumu?" 

"Aku ibunya!" 

Orang itu terkekeh, pandangannya meremehkan. "Benarkah?" 

"Randu, kamu tunggu di sini sampai ibu selesai bicara sama mereka. Jangan ke mana-mana, ya!" pinta Riana. 

Kerutan alis Randu semakin dalam, namun tak urung pemuda itu mengangguk mengiyakan. 

Riana menarik kedua pria itu bersamanya menjauh dari Randu. 

"Katakan! Darimana kalian tahu anakku? Atas urusan apa kalian membawanya?" 

"Kau menginginkan yang bukan seharusnya. Lagipula, sejak kapan dia berubah menjadi anakmu? Bukankah hingga sekarang kau tak pernah merasakan bagaimana rasanya mengandung?" 

Jawaban meremehkan salah satu dari mereka berhasil menyentil emosi Riana. 

Riana menarik kerah jaket pria itu.

"Jangan pernah menyentuh putraku!" 

"Sadarlah! Dia bukan putramu. Dan, kami harus membawanya atas perintah pimpinan." 

"Aku bukan lagi bagian dari kalian. Aku tidak perlu mematuhi aturannya!" 

"Tapi, Randu adalah bagian dari kami!" ucapnya tegas.

Tanpa babibu, Riana melayangkan satu tinjuan. Pria itu tersungkur sedang pria yang satunya berteriak nyalang.

"RIANA!!' 

Randu terkejut, kali pertama baginya melihat sang ibu menghajar seseorang. Ia hendak mendekat, namun urung ketika kembali melihat Riana menampar pria yang satunya.

"Kalian semua tidak memiliki hak atas putraku! Jangan berani-berani menyentuhnya!!" 

"SADARLAH RIANA! DIA BUKAN PUTRA KANDUNGMU!! DIA HANYA ANAK TITIPAN!! DIA BUKAN HAKMU!" 

Seketika Riana terbungkam, untuk sejenak jantungnya berhenti berdetak. Riana melirik Randu, sedang putranya itu tertegun dengan pandangan tidak percaya. 

Benarkah apa yang ia dengar? Wanita yang ia panggil ibu sepanjang hidupnya, ternyata bukan ibu kandungnya? Jika memang benar, lantas siapa orang tua kandung Randu sebenarnya? 

Randu termundur, segalanya terlihat kosong sekarang. Hingga pemuda itu berlari menjauh dari ibunya. 

"Randu..." Riana hendak menyusul Randu, ingin menjelaskan.

Namun, mereka menahan kedua lengannya. 

"Urusan kita belum selesai, Riana." 

Riana melirik mereka tajam. "Jika aku tak berhak atas anakku. Lalu, apa hak kalian atas dia?!" 

"Randu adalah properti milik kami." 

Riana menggeram. "Kalian bajingan!"

"Jangan lupakan siapa dirimu yang sebenarnya. Kau bahkan lebih bajingan daripada kami!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibuku Bukan Wanita Biasa    Sudah Berakhir

    Gean menatap bingkisan yang lagi-lagi dikirim tanpa nama si pengirim. Beberapa saat lalu seseorang membunyikan bel rumah. Lalu, meninggalkan sebuah kotak berukuran kecil yang dibungkus dengan kertas coklat di depan pintu. Gean merobeknya kasar, hingga isinya berhamburan. Ada beberapa foto di dalamnya. Sama persis dengan kejadian tempo lalu saat seseorang mengirim bingkisan yang sama, juga berisi foto-foto blur di ruang kerjanya.Awalnya Gean ingin membuang semua foto itu tanpa perlu repot melihatnya. Namun, kemudian pria itu membelalak, ketika matanya menangkap sosok yang begitu ia kenal dalam foto tersebut. Sosok jangkung yang tengah disekap dengan kedua tangan terikat ke belakang, juga todongan senjata di belakang kepala, adalah Randu, putranya. Gean membalik foto tersebut, mencari petunjuk. Terdapat tulisan tangan yang Gean yakini adalah sebuah alamat. Tanpa pikir panjang, gegas pria itu menyambar jaket serta kunci mobil. Belum juga Gean meraih knop pintu, getaran ponsel menghe

  • Ibuku Bukan Wanita Biasa    Hampir Berakhir

    Dengan langkah terseok-seok, juga kondisi tubuh yang tidak benar-benar baik. Riana memaksa kakinya melangkah mencari Randu. Mendobrak setiap pintu yang ia temui. Jika tidak beruntung, Riana akan bertemu musuh, kembali bertarung alih-alih kabur, kembali terluka, kembali bangkit untuk mencari sang putra. Tidak ia pedulikan sekujur tubuhnya yang terluka, rasa nyeri yang menjalar, juga pakaiannya yang compang-camping. Pikiran Riana hanya tertuju pada satu hal, memastikan Randu keluar dari tempat ini dengan aman dan selamat. Riana kembali menemukan sebuah ruangan. Kali ini tidak dia dobrak, sesaat wanita itu berpikir, kemungkinan ini adalah ruangan terakhir di gedung ini. Jika Riana tidak menemukan mereka, maka dia harus pergi ke gedung lain. Wanita itu menarik napas panjang, kemungkinannya 50:50, jika benar ini ruangan tempat Paul dan Randu sembunyi, maka dia selamat. Tapi, jika ruangan ini berisi orang-orang Lost.... Habislah Riana! Kemudian wanita itu mengetuk pintu."Paul! Kau d

  • Ibuku Bukan Wanita Biasa    Fakta Tentang Martin

    Beku, Riana hanya berdiri mematung di depan pintu, dengan senjata api yang mengacung tepat di hadapan kepala Randu. Pemuda itu baru saja membuka mata, menatap sang Ibu dengan pandangan sendu. Martin bertepuk tangan gembira seolah tujuannya sudah tercapai. Pria yang pernah menjadi rekannya itu tersenyum begitu lebar. "Aku tidak tahu bahwa ikatan batin kalian sekuat ini!" Pekiknya senang, "yang membuatku sangat senang kau tahu, Riana? Adalah, bahwa kau datang sendiri ke sini dengan senang hati tanpa aku perlu repot-repot menyusun rencana untuk memancingmu datang." Jelas Martin menyeringai. Riana hanya menatap pria itu datar tanpa minat. "Apa kau tahu apa yang membuatmu menjadi pengecut, Martin? Kenyataan bahwa kau selalu melibatkan orang-orang terdekatku hanya untuk memancingku." Balas Riana datar. Senyum Martin pudar, seiring dengan Riana yang melangkah maju semakin dekat. Wanita itu tetap mengacungkan senjatanya, namun kali ini dia arahkan pada Martin. “Maju selangkah lagi, kulub

  • Ibuku Bukan Wanita Biasa    Harinya

    Angin dingin berhembus, menerbangkan jaket yang Randu kenakan tanpa dikancing itu, motornya kencang membelah jalanan. Malam yang semakin larut, hanya tinggal beberapa kendaraan saja. Pikiran Randu bercabang, banyak sekali pertanyaan yang bersarang. Setelah Martin datang untuk kedua kalinya, dan mengatakan fakta lain yang lebih mengejutkan, Randu tidak bisa berpikir jernih sekarang. Sebelum Martin benar-benar pergi, Randu mengejar pria itu. Menarik tangannya hingga dia berbalik menghadap Randu. "Kau tidak mungkin ayah kandungku!" Sentak Randu. Martin memiringkan kepala, "Aku harus dapat kepercayaanmu? Fakta bahwa kau putraku itu sudah cukup." "BERHENTI!!" Randu berteriak. "Berhenti mempermainkan hidupku. Apa yang kau mau? Sebenarnya apa tujuanmu?!" Martin hanya tersenyum. "Kembalilah pada Ayahmu, putraku." Randu tidak bisa berhenti memikirkan itu. Dalam hati dia memaki orang yang mengaku sebagai Ayah kandungnya. Kenapa harus Martin? Kenapa? Laki-laki itu bajingan, dia buka

  • Ibuku Bukan Wanita Biasa    Ayah Kandung

    “Bagaimana kau tahu tempat ini?” tanya Riana terkejut. Bagaimana Riana tidak terkejut. Sekalipun Riana tidak pernah mengatakan perihal tempat ini kepada siapa pun kecuali rekan-rekannya yang ikut bersamanya. Markas yang Riana dirikan, berada di tempat terpencil sekaligus tersembunyi. Sengaja ia memilih tempat ini, karena lebih memungkinkan bersembunyi. Selain tempat, keamanan juga Riana terapkan cukup ketat. Lalu, tiba-tiba Claire datang, tanpa pemberitahuan, setelah bertahun-tahun lamanya.Sebagai tamu, kenapa Claire tidak datang ke rumahnya? Kenapa dia tahu tempat ini? Apa tujuannya?Prasangka-prasangka buruk kembali berkelebatan di benak Riana. "Bagaimana kau bisa masuk? Aku tidak pernah memberitahumu tentang ini. Darimana kau tahu?" Riana bertanya betubi-tubi."Maaf, Riana. Aku lancang datang ke tempat persembunyianmu. Tapi, aku tahu tempat ini setelah mengikuti putraku."“Apa?!” Riana membelalak.“Saat itu, aku datang ke rumahmu. Ingin menyapa, melihat putraku. Tapi, aku tid

  • Ibuku Bukan Wanita Biasa    Orang tua Kandung

    Segurat ingatan masa lalu menyeruak dipikiran Riana. Mungkin pula itu sebab Martin mendendam padanya.Padahal saat dulu, Riana sering kali mengajak keluar dari tempat itu bersamanya, melepas belenggu yang mengikat. Menjalani kehidupan biasa. Layaknya orang-orang.Sayangnya, Martin selalu menolak mentah-mentah. Berdalih bahwa tempat itu sudah seperti rumah baginya. Tidak ada tempat bagi orang-orang sepeti mereka di luar sana.Setelah berhasil melepaskan diri, kini Riana harus kembali ditarik ke dalam belenggu menyesakkan, yang membuat hidupnya selama ini tidak bebas. Padahal, perjuangan Riana agar bisa lepas tidaklah main-main.Masa lalu itu menghancurkan segalanya. Mungkin Riana harus rela melepaskan Gean. Mungkin pula pria itu tidak sudi untuk melihatnya lagi.Riana menekuk kakinya, menunduk menenggelamkan wajah dikedua lipatan tangan. Menangis terisak dalam diam.Jika mencintai ternyata sesulit dan sesakit ini. Riana ingin memutar waktu, kembali pada masa itu. Memilih menetap di san

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status