Askan menggeram kesal, sejak tadi dering ponselnya tak mau berhenti. Membuat ia mau tidak mau bangun untuk meraih ponselnya yang tergeletak di nakas samping tempat tidur.
Askan mengucek matanya yang sangat mengantuk sekali, cukup kaget saat melihat nama tunangannya yang tertera di layar ponsel.
Putri? Ada apa dia menelponku jam segini? batin Askan bertanya-tanya.
Pasalnya, jarang sekali Putri mengubunginya malam-malam begini.
Karena saking penasarannya Askan pun akhirnya segera mengangkat panggilan telepon Putri yang tak kunjung berhenti.
"Hal-"
"As, tolong aku! Aku ketakutan ... Hiks!" ucap Putri menyela ucapan Askan yang belum selesai.
Askan yang masih setengah mengantuk pun mendadak ngeblank. Tolong aku? Aku ketakutan?
"Putri-"
"Askan aku mohon cepat datang kesini ya. Please!" pinta Putri bercampur isakan dan tak lama mematikan sambungan telepon sepihak.
Klik.
Askan tersentak sadar dan kantuknya pun hilang seketika begitu saja. Dengan segera Askan melompat turun dari ranjang dan dengan gerakan cepat ia memakai pakaiannya tak lupa juga jaketnya.
Jalan terburu-buru nyaris berlari Askan menuruni anak tangga. Suara Putri yang bergetar ketakutan dan juga isakannya membuat Askan panik luar biasa. Belum lagi empat kata yang Putri katakan terngiang-ngiang di telinga Askan.
"Tolong aku, aku ketakutan. Hmm, Putri sebenarnya kamu kenapa sih?" decak Askan mengemudikan mobil dengan tidak tenang. "Semoga kamu gak kenapa-kenapa sayang." gumam Askan berdoa.
Syukurlah Askan cepat sampai di kediaman apartemen Putri. Namun sayangnya ia melihat sang tunangan duduk di depan pintu apartemennya dengan kepala tertunduk ke bawah melihat dinginnya lantai.
Bahkan telinga Askan begitu jelas mendengar suara isakan yang keluar dari mulut Putri.
"Putri...." panggil Askan dengan lembut.
Mendengar namanya di panggil sontak Putri mendongakkan kepalanya. "Askan!" pekiknya yang langsung bangkit berdiri dan menghambur memeluk tubuh Askan erat.
"Sayang, aku takut...." isak Putri dengan tubuh bergetar hebat. Kentara sekali jika wanita ini memang benar-benar tengah ketakutan.
Askan melepaskan pelukan Putri, memegang lembut kedua bahu gadis itu. "Katakan padaku, ada apa sebenarnya? Kenapa kamu sampai ketakutan begini, hmm?"
"Askan, aku di teror."
"Apa? Teror?" Putri mengangguk lemah.
"Teror yang sangat mengerikan, As. Aku takut!" Putri kembali memeluk erat tubuh Askan. "Kamu lihat aja sendiri, aku sampai gak berani masuk lagi dan lebih memilih keluar sambil nunggu kamu datang."
"Oke!" Askan melepaskan pelukannya dan kini melangkah masuk ke dalam apartemen Putri.
"Itu!" tunjuk Putri dengan jari telunjuknya mengarah ke sebuah kotak yang telah terbuka.
"Astaga! Ini...." saking syoknya Askan tak sanggup melanjutkan ucapannya.
Ia menatap iba tunangannya yang mengalami hal seperti ini. Sebuah ancaman teror mengerikan harus Putri terima dari orang misterius yang tak di kenal.
"Siapa yang mengirim ini?"
"Aku tidak tahu," Putri menggeleng lemah. "Tadi saat aku pulang, kotak ini sudah ada di depan pintu apartemenku. Aku pikir mungkin saja paket pesanan barang yang aku beli. Aku bawa masuk kotak itu ke dalam dan ketika ku buka isinya aku langsung menjerit histeris, As."
"Ya ampun!" kali ini Askan yang memeluk duluan tubuh Putri. Menenangkan gadis itu yang masih gemetar ketakutan. "Ssssttt!" di usap-usap lembut punggung Putri.
"Aku takut sayang," rengek Putri kembali mengadu bahwa ia sedang tidak baik-baik saja.
"Kamu mau 'kan menginap disini malam ini?" tanya Putri dengan tatapan memohonnya.
Permintaan Putri ini jelas saja membuat Askan kaget luar biasa. "Apa? Menginap disini?"
"Iya, aku mohon mau ya As." bujuk Putri. "Aku sangat takut sekali, As. Please!"
Askan tampak berpikir sejenak, permintaan Putri ini sangatlah ekstrim. Bagaimanapun juga mereka belum menikah, Askan tak ingin menimbulkan gosip tak sedap yang berujung fitnah. Tapi melihat Putri yang ketakutan begini pun membuat Askan tak mampu untuk menolak. Astaga!
"Hmm, baiklah." ucap Askan pasrah. Niatnya baik hanya untuk sekadar menemani Putri, bukan untuk melakukan hal yang tidak-tidak.
Lagian juga Putri tunangannya, toh sebentar lagi mereka juga akan menikah. Kalaupun terjadi sesuatu Askan pasti akan bertanggung jawab.
"Sebentar," tukas Askan seraya menutup kotak dari si peneror. Lalu Askan membuangnya ke tempat sampah.
"Terima kasih ya," ungkap Putri merasa senang dengan tindakan Askan yang begitu peduli. Apalagi Askan rela menuruti keinginannya untuk menginap disini.
"Oh iya, tadi kamu bilang. Saat kamu baru pulang kotak tadi susah ada di depan pintu apartemen kamu?" tanya Askan teringat ucapan Putri tadi.
Putri mengangguk, "iya. Kenapa?"
"Memangnya kamu habis darimana sampai pulang larut malam begini?" tanya Askan curiga.
Putri yang tadi sebelumnya terlihat ketakutan justru kini terlihat panik. "A-aku...."
Kecurigaan Askan semakin bertambah dengan ketidaksanggupan Putri untuk menjawab pertanyaannya. Putri terlihat gugup dan cara bicaranya pun terbata.
Askan meragu, apa mungkin tunangannya ini merahasiakan sesuatu darinya?
"Kenapa diam? Aku tanya loh kamu habis darimana?"
"I-itu, a-aku habis dari rumah temanku."
"Teman?" Putri mengangguk. "Teman yang mana?"
"M-milia."
"Memangnya ada apa di rumah Milia sampai kamu pulang larut dan gak ajak aku kesana?" tanya Askan lagi yang entah kenapa merasa tak puas dengan jawaban tunangannya.
"Ya ada sesuatu hal lah, rahasia wanita. Cowok gak perlu tau," menyamarkan ekspresi paniknya Putri tersenyum centil seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Kamu cowok 'kan?" goda Putri yang dibalas Askan dengan pelototan matanya yang terlihat kesal.
Putri tertawa seraya mencolok pipi Askan. "Duh, ngambek!" godanya yang kembali mencolek pipi Askan dengan jari telunjuknya.
***
"Oke, terima kasih ya Jeng informasinya. Kalian memang yang terbaik!"
Sayup-sayup Garin mendengar ibunya yang tengah berbicara dengan seseorang di telepon. Ia yang penasaran pun memberanikan diri untuk menguping pembicaraan sang ibu.
"Oke, dah." Rina pun mengakhiri sambungan telepon. Tak lama ia terlihat berjoged riang sebagai ungkapan dari perasaan bahagianya.
Bagaimana tidak bahagia? Barusan saja temannya memberikan kabar baik mengenai rencana mereka sukses.
"Bagaimanapun juga aku harus segera menyingkirkan wanita itu. Agar Garin putriku bisa memilikinya." ucap Rina tersenyum licik.
Garin yang mendengar itu sontak saja syok luar biasa. "Apa?!" pekiknya tanpa sadar yang tak lama segera menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
Sayangnya usaha Garin tentu saja sia-sia, sebab Rina sudah mendengarnya.
"Ngapain disini?" tanya Rina ketus dan menatap garang Garin. "Kamu menguping pembicaraan Ibu ya?"
Garin menggeleng, berusaha berbohong dari tuduhan sang ibu yang sebenarnya memang benar.
"S-siapa yang ingin Ibu singkirkan?" tanya Garin kalut.
Sial! Anak ini mendengarnya. Rina menggerutu dalam hati.
"Menyingkirkan apa?" tanya balik Rina pura-pura tidak mengerti.
"Tadi aku mendengar jelas ucapan Ibu yang ingin menyingkirkan seseorang-"
"Halahh! Kamu salah dengar mungkin. Mana ada Ibu ngomong gitu, aneh!" sela Rina terlihat santai. Padahal kenyataannya ia cukup gugup. Jangan sampai putrinya semakin curiga padanya.
"Tapi, Bu-"
"Udahlah! Kamu balik tidur lagi sana gih." sekali lagi Rina menyela Garin yang ingin bicara.
"Gak mau pergi? Yaudah kalau gitu Ibu yang pergi." Rina pura-pura menguap. "Ngantuk," kilahnya melangkah pergi meninggalkan Garin yang terdiam di tempatnya.
Tadinya ia terbangun karena merasa sangat haus. Dan tak disangka saat di dapur Garin justru mendapati sosok ibunya yang ternyata belum tidur.
"Aku mendengar jelas Ibu mengatakan akan menyingkirkan seseorang. Tapi, kenapa Ibu malah mengelak dan menuduhku salah mendengar?" gumam Garin curiga.
Hmm, sepertinya ada sesuatu yang Ibu sembunyikan dariku.
Awalnya orang tua Askan sempat tidak setuju Askan menjalin hubungan dengan Garin. Tentu saja alasan yang utama adalah karena Garin anak dari orang sederhana, tidak kaya seperti Putri.Tapi seiring berjalannya waktu kedua orang tua Askan jadi menyukai Garin yang ternyata anaknya baik, sopan dan sangat manis.Ah ya, dan satu hal lagi yang paling penting. Pandai memasak dan sangat positif sekali.Seperti hari ini, mama Askan dan Garin kompak memasak bersama. Semenjak hari itu, hari dimana Garin di kenalkan dengan keluarga Askan dia jadi lebih sering datang ke rumahnya.Askan mengatakan jika mamanya yang meminta Garin untuk sering-sering datang agar mereka lebih mengenal dekat satu sama lain.Garin takjub melihat hasil kue buatan mamanya Askan yang luar biasa cantik dan bagus."Sepertinya sangat enak," ungkap Garin jujur. Ia tergiur dengan kue buatan mamanya Askan."Mau mencobanya?""Apakah boleh Tante?""Y
Garin tidak menyangka jika hari ini akan dibawa kesini untuk diperkenalkan pada keluarga Askan.Ya ampun! Mimpi apa dia semalam hingga berakhir disini?Sekarang Garin harus bagaimana? Ia benar-benar sangat gugup sekarang ini.Gila! Yang benar saja! Askan nekat memperkenalkannya sebagai kekasih sekaligus calon istri? Heh, sejak kapan mereka jadian dan jadi sepasang kekasih? Dan sejak kapan pula lamaran terjadi sampai Askan dengan entengnya sudah menganggap Garin sebagai calon istri?Kedua orang tua Askan memperhatikan Garin dari atas sampai ke bawah, dan sebaliknya dari bawah sampai ke atas.Sebenarnya Garin merasa risih dengan tatapan orang tua Askan yang seperti tengah menilai penampilannya.Semoga saja mereka suka dengan penampilan dan dirinya. Dan semoga saja Garin tidak membuat masalah yang akan membuat dirinya malu.Kedua orang tua Askan tersenyum pada Garin yang balas tersenyum. Mama Ask
Garin terus menundukkan kepalanya, merasa malu dengan kejadian tadi diantara mereka berdua.Seumur hidupnya Garin belum pernah berciuman, dan Askan adalah lelaki pertama yang mengambil ciuman pertamanya.Mengingatnya kembali membuat kedua pipi Garin terasa panas, saking malunya ia bahkan tak berani menatap ke arah Askan yang tampak fokus menyetir.Askan tau jika wanita yang duduk disampingnya ini tengah merasa malu. Ia tersenyum geli mengingat wajah malu Garin tadi saat dicium olehnya.Ya Tuhan! Kenapa Askan sampai kelepasan diri begini dan nekat mencium Garin.Kesannya sekarang Askan terlihat seperti seorang pria berengsek di hadapan Garin. Tapi ya sudahlah, lagian juga sudah terjadi dan Askan menyukainya."Apa yang kamu rasakan?" tanya Askan gemas pada Garin yang terus menundukkan kepalanya."Apa tidak pegal terus menunduk seperti itu?" sindir Askan. "Santai saja Rin, tegakan kepala kamu sekarang dan tatap aku."
"Ada apa Garin? Kenapa aku merasa sepertinya ada sesuatu hal berat yang tengah kamu pikirkan. Apa kamu merasa tidak nyaman berada di dekatku?" tanya Askan menatap serius. Ia ingin Garin untuk jujur dan sedikit terbuka padanya. Maksudnya terbuka untuk curhat padanya, Askan siap jadi teman curhat untuk Garin.Garin menggelengkan kepalanya, "tidak sama sekali Tuan. Saya justru merasa sangat nyaman berada di dekat Tuan, akan tetapi....""Apa Rin?" Askan seolah makin dibuat penasaran pada Garin yang sengaja menggantungkan ucapannya."Saya mau Tuan memikirkan kembali niat Tuan yang ingin mendekati saya.""Kenapa? Kamu ragu sama aku?""Bukan begitu Tuan, saya—""Apa Rin? Kenapa sepertinya sangat sulit sekali bagi kamu untuk mengatakannya?" sela Askan terlihat frustasi pada Garin yang sepertinya sangat sulit mengucapkan apa yang membuatnya merasa risau."Bahkan apakah sangat sulit sekali bagi kamu untuk tidak bicara fo
Pada akhirnya, Rina berhasil membongkar perselingkuhan yang dilakukan Putri selama ini di belakang Askan.Askan tentunya saja marah besar dan langsung memutuskan hubungan mereka saat itu juga."Tidak ada pernikahan!" tukas Askan lantang dengan wajah berang, penuh amarah.Putri yang mendengar itu pun menangis, meraung sejadi-jadinya sembari memohon belas kasih dari Askan untuk menarik kembali ucapannya."Askan, ku mohon jangan percaya pada wanita paruh baya licik itu." ucap Putri menunjuk ke arah Rina yang berdiri di samping mereka. "Dia sengaja ingin menghancurkan hubungan kita. Karena dia mau anaknya menikah sama kamu, As!" jerit Putri di akhir kalimatnya."Cukup!" tekan Askan menatap tajam Putri. "Memangnya kenapa kalau aku menikah dengan Garin? Apa ada yang salah?""As, ku mohon kamu sadar! Wanita licik ini cuma manfaatin kamu aja.""Oh ya? Kalau begitu, lalu apa bedanya sama kamu?" Putri terdiam semen
Putri melemparkan kuat ponselnya ke dinding karena kesal dan amarah yang berkumpul jadi satu. Seharusnya ia mendapatkan kabar gembira karena satu hama berhasil di singkirkan. Tetapi, yang ia dapat malah kabar buruk.Bagaimana mungkin rencananya bisa gagal begini? Sial!Orang suruhannya begitu bodoh hingga tak bisa menghabisi Rina yang cuma seorang wanita paruh baya."Double sial! Arghhh!" umpat Putri mengamuk sebagai luapan dari amarahnya. Ia begitu marah luar biasa.Setelah ini, apa yang harus ia lakukan? Kenapa susah sekali untuk menyingkirkan hama pengganggu seperti Rina?Putri menjadi sangat frustasi dan nyaris gila. Kalang kabut dengan tindakannya ini, kenapa ia begitu gegabah dalam mengambil langkah.Sementara di rumah Rina merasa ketakutan, hampir saja ia menjadi target para penjahat. Saat jalan pulang dari pertemuannya dengan Putri, Rina merasakan perasaan tak enak.Dan saat dia menoleh ke belakan
"Jadi sebenarnya saya sudah tahu kalau anda lah dalang dari teror yang menimpa saya." ucap Putri membuat wajah Rina sedikit memucat. Namun sebisa mungkin Rina menyamarkan perasaan gelisah dan takutnya.Mencoba santai, Rina pura-pura terkikik geli mendengarnya. "Kamu jangan menuduh tanpa bukti, Nona Putri."Putri menaikkan sebelah alisnya, "menuduh tanpa bukti anda bilang? Anda yakin saya gak punya bukti?""Ya!" sahut Rina lantang. "Jika kamu punya bukti, maka tunjukin sama saya."Untuk beberapa Putri tertawa ngakak mendengarnya, setelah merasa puas menertawakan Rina Putri berujar. "Sungguh, anda bukan tipe yang pas untuk bersaing dengan saya." katanya merendahkan.Sengaja ia mengatakan itu untuk memancing kemarahan Rina yang menurutnya gampang sekali marah.Putri berdecak, "awalnya aku pikir anda ini adalah saingan yang berat. Tapi setelah aku lihat ternyata anda ini gak a
Rina mengerang kesal, "kenapa nomor ponsel Askan tak bisa di hubungi dari tadi sih?" omelnya yang kembali berusaha menghubungi Askan. Tapi, hasilnya tetap nihil."Argghhh!" erangnya makin kesal.Pikiran Rina mulai panik, ada apa gerangan Askan tak bisa dihubungi? Apa mungkin Askan ganti nomor baru?Waduh, gawat dong kalau memang beneran Askan ganti nomor hp baru. gerutu Rina gusar.Padahal dia saat ini lagi membutuhkan Askan. Hmm, ya biasa lah. Kalau membutuhkan Askan pasti tidak jauh-jauh dari uang. Bagi Rina, Askan itu 'kan mesin uang untuknya.Tapi kalau Askan ganti nomor hp baru, gimana caranya Rina bisa menghubunginya?Meskipun dalam keadaan cemas, Rina tetap berpikir keras memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang dari Askan."Apa aku langsung temuin aja ya?" gumam Rina menimbang-nimbang keputusannya. "Haduh, gak ada cara lain sih emang selain nemuin langsung.""Eh,
"Aku gak mau!" tukas Putri menolak ajakan Askan."Loh, tapi kenapa?" tanya Askan heran.Putri menatap berang tunangannya, "kamu gak usah pakai nanya lagi deh? Jelas-jelas kamu penyebabnya kenapa aku jadi gak mau.""Kenapa aku? Memangnya apa yang udah aku lakuin ke kamu?""Kamu!" Putri menunjuk Askan dengan jari telunjuknya. "Udah buat aku kecewa.""Buat kamu kecewa gimana sih? Aku gak ngerti," elak Askan tak merasa melakukan sesuatu yang membuat Putri kecewa."Sekarang mendingan kamu pulang aja deh, percuma juga aku ngomong sama orang kayak kamu." usir Putri mendorong cukup kuat dada liat Askan."Pergi!" titahnya lagi dengan wajah penuh amarah. "Lupain aja soal teror ini, biar aku saja yang akan menyelesaikan sendiri. Kamu gak perlu repot-repot untuk ikut campur urusan aku.""Putri, ku mohon jangan begini."Sebelah tangan Putri menahan Askan agar tak melangkah makin mendekatinya."Sek