Prayoga akhirnya datang menghampiri Tania berada sekarang. Wanita itu jarang sekali menemui dirinya. Terakhir kali dia melakukan apa yang diperintahkan oleh dirinya untuk menyelamatkan Kakek. "Tuan," panggil Tania ketika melihat Prayoga datang menemui dirinya. Prayoga mempersilahkan Tania untuk duduk di tepi taman. "Duduk."Tania hanya mengangguk, setelah dia memikirkan semuanya. Akhirnya dia mulai berbicara sekarang. "Saya sudah datang ke kampung halaman Tuan, tetapi rupanya Tuan tidak ada dan sekarang sudah kembali ke rumah ini," ujar Tania. Prayoga menatap kearah Tania. "Kenapa kamu sampai menyusulku datang?" "Mungkin saya bisa mengabdikan diri saya bersama dengan Tuan di kampung itu. Saya juga sudah memikirkan usaha di sana untuk kedepannya," ujar Tania. "Usaha?" ujar Prayoga, tidak menyangka kalau Tania bisa berpikir seperti itu."Iya Tuan. Saya sudah memikirkan tentang ini jauh hari, tetapi mengapa Tuan kembali ke sini?" tanya Tania bingung. Prayoga menatap kearah Tania s
Icha melihat Anita yang dijemput oleh Prawira, ada rasa bahagia karena memang laki-laki itu datang ke kantor sendiri. Setidaknya tidak akan ada yang membicarakan hal aneh tentang Anita lagi. Icha berjalan menuju kearah para karyawan yang tadi membicarakan Anita. Sekarang dia bisa berani mengatakan semuanya dan mengintimidasi orang-orang tersebut. "Kalian semuanya merendahkan Anita dan membiarkan dia, kalian tidak tahu kalau Anita adalah istrinya Pak Prawira. Sekarang kalian semuanya sudah tahu ini, aku harap ke depannya kalian semuanya akan bersikap sopan dengan Anita.""Maafkan kami, sebenarnya kami tidak tahu kalau Anita adalah istrinya Pak Prawira.""Lain kali kalau bicara itu dipikir dulu, kalian sekarang sudah tahu semuanya. Jadi jangan pernah membicarakan lagi Anita!" ancam Icha. "Baik."Semua karyawan yang ada di sini pun seketika takut dengan Icha. Apalagi setelah mengetahui fakta tentang hal ini. "Harusnya kalian merasa curiga juga, kenapa Pak Prawira sampai mau membeli s
Prawira baru saja mendengarkan apa yang dikatakan oleh pembantu yang ada di rumah keluarga Sanjaya. Dia masih tidak bisa berpikir jernih. Sampai mobil yang dikendarai olehnya kini sudah berada di perusahaan Hartanto. Prawira turun dari mobilnya dan menjadi pusat perhatian banyak orang. Dia tidak memperdulikannya dan langsung saja berjalan dengan santai. "Wah itu Parwira Sanjaya. Dia datang ke sini.""Iya, tidak menyangka kalau orang itu akan datang ke tempat ini.""Kira-kira, mau apa yah dia datang ke sini?" bisik karyawan yang lainnya. "Sudah pasti akan membahas bisnis," kata karyawan yang lainnya. "Heh, gak mungkin dia mau membahas bisnis lain, sekarang itu jam pulang kerja," sergah karyawan yang lainnya. "Astaga kamu benar, terus ngapain dong dia datang ke sini?" tanya karyawan yang malah bergosip. "Lebih baik kamu tanya saja sama dia," bisik karyawan yang lainnya. Prawira mengabaikan orang-orang yang tengah bergosip dengan dirinya. Lalu dia berjalan menuju kearah resepsion
Prawira tersenyum sendiri, dia akan menjemput Anita nanti. Apalagi setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Icha. Memang sebenarnya dia ingin datang ke kantor Anita. Tetapi wanita itu selalu saja melarang dirinya. "Aku akan menjemputnya nanti."Prawira membayangkan ekspresi dari wajah Anita nanti. Pasti wanita itu nanti marah padanya. "Permisi Pak.""Masuk."Prawira kembali membiasakan ekspresi wajahnya dan sampai seseorang masuk ke dalam ruangannya. "Maaf menganggu waktunya Pak. Saya hanya ingin memberitahu kalau bekas yang bapak kasih sudah saya pelajari semuanya. Ini hasilnya," ujar Kevin memberikan berkas tersebut. Prawira membukanya karena dia sedikit penasaran. Dia memeriksa dengan seksama dan memang benar apa yang dia kerjakan. "Iya lumayan.""Apa ada lagi?" tanya Kevin. Prawira kembali menatap kearah Kevin. "Dari cara kerjamu barusan, sepertinya kamu bukan hanya lulusan dalam negri saja.""Apa maksud Pak Prawira? Kebetulan saya memang lulusan terbaik," jelas Kevin. Bis
Anita berjalan bersama Icha melewati lorong panjang kantor yang mulai sepi, namun suara bisik-bisik itu justru terdengar semakin jelas. Tatapan sinis dan lirikan tajam dari beberapa karyawan membuat langkah Anita sedikit melambat. Ia menunduk, mencoba tetap tenang meskipun hatinya terasa perih mendengar gosip yang berseliweran."Bu Anita sudah tidak akan bekerja lagi di sini pasti nanti.""Pastinya dia akan ditendang oleh istrinya Pak Prawira."Icha yang berjalan di sampingnya langsung melirik kesal. Kedua matanya menyapu wajah para karyawan yang sedang berbisik di dekat meja mereka. Rahangnya mengeras, menandakan amarah yang ditahannya."Anita, aku sudah muak dengan para karyawan yang merendahkan kamu." Suara Icha sedikit meninggi, membuat beberapa orang langsung berpura-pura sibuk di depan komputer.Anita menatap sahabatnya dengan senyum tenang. “Sudahlah, ayo. Kita ke ruangan kerja sekarang,” ucapnya lembut. Ia tidak ingin memperpanjang masalah, apalagi di depan banyak orang.Icha
Prawira memesan banyak sekali makanan aneh di kantornya. Dia tidak tahu hari ini malah ingin makanan yang jarang sekali dia makan. "Belikan saya Mochi coklat dengan toping stoberi, satu lagi saya ingin jus kurma dengan tambahan susu.""Baik Pak Prawira."Seorang OB itu menuruti keinginan dari bosnya. Tidak biasanya bosnya itu selalu mengirimkan itu padanya. "Maaf yah, Pak Prawira lagi ngidam, istrinya lagi hamil," kata Dinda memberitahu. "Iya Bu Dinda.""Kalian kenapa bisik-bisik?" tanya Prawira dengan sinis pada orang yang ada dihadapannya. Sampai tak lama kemudian Dinda langsung berjalan menuju kearah Prawira sekarang. "Maaf Pak Prawira.""Kamu kenapa ke sini?" tanya Prawira. "Saya hanya ingin memberitahu kalau di depan sudah ada pegawai baru pengganti dari Pak Umar."Prawira mengangguk dan langsung berdiri, dia ingin memastikan sendiri siapa orang tersebut. "Di mana dia?""Ada di depan."Prawira berjalan menuju kearah luar dan memastikan sendiri di orang yang akan bekerja deng