Shaylenna sudah membersihkan tubuhnya untuk menghilangkan bekas persetubuhan yang ke dua kalinya tadi. Dia keluar dari kamar mandi, dengan bathrobe nya yang mengundang gairah pria. Dandi ranjang itu, seorang pria duduk dan menatapnya tajam.
Shaylenna diam mematung. Tatapan tajamnya mengintimidasi. Shaylenna merasa ada hal aneh dari pria di depannya itu. Entah hanya perasaannya saja atau ...? Tapi aura pria itu, jelas membuatnya takut. Mirip seperti Tuan Alex. Batinnya. Melihat tatapan tajam dan seakan membunuh itu, Shaylenna memberanikan diri melangkah mendekatinya, dan pria itu pun berdiri menyambutnya. "Tuan ... “ Shaylenna sedikit gemetar ketakutan. Jangan sampai pria itu melakukan sesuatu yang menyakiti dirinya. Sudah cukup, hatinya saja yang hancur, dan dia tidak mau, tubuhnya juga tersakiti di sini. "Cuihhh! “ Pria itu menoleh dan meludah kasar. Menatapnya jijik, lalu mencengkeram kedua lengannya kasar hingga Shaylenna meringis, menahan sakit. "Dasar jalang! Semua wanita sama saja! Mereka sama-sama menggilai uang. Dan aku benci!” tekan pria itu sambil menatap Shaylenna tajam dengan pandangan benci. Shaylenna tau, pria di depannya sedang mabuk. Dan dari perkataannya tadi, pria itu sedang patah hati. "Anda mabuk, Tuan. Saya bukan wanita yang menyakiti Anda. Saya hanya akan melayani Anda,” tutur Shaylenna lembut, mencoba menenangkan pria di depannya.Brughh! Pria itu mendorong tubuh Shaylenna dengan kuat hingga jatuh ke atas ranjang. Membuat bathrobe yang dipakainya tersingkap, dan menjadi santapan liar tatapan pria itu. "Lihat! Kau masih mau menggodaku, huh?!” bentak pria itu dengan nada tajamnya. Sedangkan adegan bathrobe nya yang tersingkap adalah hal tak disengaja. “Kenapa kau menjual tubuhmu pada pria lain? Kenapa hah!?” kini tatapan pria itu berubah terluka. Sangat jelas terlihat, amarah dan rasa kecewa yang besar sedang menyelimutinya .Shaylenna menggelengkan kepalanya pelan. Pria ini sedang patah hati dan terluka. Jika dia tidak pergi sekarang , pasti akan berbahaya untuknya. Dirinya akan jadi pelampiasan kemarahannya yang entah tertuju untuk siapa. "Tuan, maafkan aku! Tapi Kau mabuk, dan aku tak bisa melayanimu!” kata Shaylenna sambil lalu bangkit dari tidurnya, tapi pria itu malah menindih tubuhnya, dan mengikat tangannya di atas kepala. "Diam kau jalang! Jangan pernah bermain-main denganku. Inilah akibatnya jika kau berani menghianatiku dan menjual tubuhmu pada pria lain! Dasar wanita sialan!” Plak!Sakit. Ya, Shaylenna meringis merasakan sakit dan perih pada pipinya. Pria itu menamparnya keras hingga sudut bibirnya berdarah. Air matanya mengalir deras. Shaylenna tidak menyangka akan mendapat kekerasan dari pelanggannya seperti ini. Dan semoga saja, pria itu tidak semakin brutal menyiksanya. "Tuan, sadarlah. Aku Shaylenna! Aku bukan kekasihmu!” Shaylenna berusaha menyadarkan pria itu, meskipun peluangnya sangat kecil mengingat pria itu dalam pengaruh alkohol. Dia memandang sayu wajah memerah karna amarah, yang berada tepat didepanya itu, karena hanya itu yang bisa dilakukannya. pria itu menyeringai, membelai lembut pipi Shaylenna yang dia tampar tadi dengan jari-jari dinginnya. Shaylenna semakin takut, ancaman pria itu semakin nyata dimatanya. "Hahaha ... kenapa kau sangat cantik, Sayang? Kau membuatku tergila-gila padamu. Tapi kenapa, kau menjadi jalang dan menghianatiku huh!?” Plak! Shaylenna kembali meringis. Kali ini pipi sebelahnya yang pria itu tampar keras. Rasa sakitnya menjalar hingga butiran bening itu semakin deras mengalir dari mata indahnya. Shaylenna terisak dalam diam. Berdoa semoga akan ada yang menolongnya, karena berteriak pun tidak akan ada gunanya. "Uhh ... sakit ya? Cup ... Cup ... Cup ... Jangan menangis, Sayang, “ ucap pria itu sambil tertawa pelan. Tawa kejam yang membuat Shaylenna semakin ketakutan. Kemudian seketika rahang pria itu kembali mengeras dengan sorot matanya yang semakin menggebu-gebu oleh amarah. “Lalu kenapa, kau tak berpikir dua kali untuk menyakitiku huh!? Kita akan segera menikah, dan kau meninggalkanku dengan pria itu!” Pria itu semakin brutal. Dia mencekik Shaylenna dengan telapak tangan besarnya. Tak ada belas kasihan sedikit pun dimatanya. Entah sesakit apa wanita yang dicintainya menyakitinya, hingga mampu mengubah pria itu menjadi sosok pembunuh tanpa belas kasihan. Shaylenna membuka mulutnya. Menghirup sisa oksigen yang bisa memenuhi rongga pernafasannya. Lehernya tertekan kuat sehingga rasanya sangat sakit. Dadanya sesak dan oksigen yang bisa dihirup nya semakin menipis."Tuan. Le—pas! Kau ... a ... kan ... membunuh ku. Sadarlah! Seba ... gai Flower, a—ku mohon. Le—pas—kan a—aku.”Shaylenna terbata. Pandangannya mulai mengabur dan dadanya semakin sesak. Sungguh, tak pernah dia bayangkan dalam hidupnya, jika dia akan mati tragis di dalam kamar sebuah klub karna di bunuh oleh pelanggannya. Shaylenna menatap nanar pria yang tetap mencekiknya itu, dia mengasihaninya. Amarah dan kekecewaan yang besar, sudah membuat pria di depannya itu menutup mata hatinya. Shaylenna tidak dapat merasakan tubuhnya lagi, perlahan pandangannya menggelap dan dia tak sadarkan diri. Pria itu mulai merasakan sesuatu yang mendera kepalanya. Pandangan nya berkunang-kunang. Sontak cekikannya pada tubuh lemah Shaylenna terlepas. Kepalanya dirasa semakin berputar. Pria itu mengetuk kepalanya beberapa kali, tapi rasa pusingnya tak berkurang sedikit pun. Lantas pria itu pun ke kamar mandi dan membasuh mukanya. "Ada apa denganku? Kenapa aku pusing begini?” lirihnya sambil memijat pelan pelipisnya. Pria itu mengingat kilasan sesuatu di ambang kesadarannya. Sontak, dia pun kembali ke kamar dan ..."Astaga, apa yang sudah aku lakukan!?” Pria itu berlari dan mengangkat tubuh lemah Shaylenna yang sudah tak sadarkan diri. "Nona. Bangunlah! Sungguh, aku tidak bermaksud ... “ Pria itu shock. Tubuh wanita di pangkuannya dingin berhiaskan darah yang mengalir di sela-sela bibirnya. Tindakan kejam yang taj disadarinya tadi, melukai wanita yang sama sekali tak tau apa-apa tentang masalahnya. Dirinya bagai kerasukan iblis. Menyiksa makhluk lemah itu hingga tak berdaya. "Apa aku mencekiknya, hingga dia tak sadarkan diri? “ lirihnya saat melihat bekas cekikan merah di leher Shaylenna. Pria itu mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. Dengan langkah besarnya. Pria itu, membawa tubuh lemah Shaylenna ala bridal Style dalam pelukannya . Tanpa peduli melewati koridor dan membuat semua wanita di sana shock melihat pemandangan itu. Tak terkecuali para pengunjung klub lainnya. Seorang The King yang terkenal sepertinya, repot-repot menggendong seorang jalang? Ini keajaiban. Setelah sampai di depan klub, seorang sopir sudah membukakan pintu untuknya. Pria itu pun masuk dan tetap membawa Shaylenna dalam pelukannya. Beberapa kali, dia menepuk pelan pipi lebam yang sudah dia tampar itu. Berharap wanita di pangkuannya bisa menjemput kesadarannya. Seorang wanita di klub, lari tergesa ke ruangan madam Alice. Hal itu, tentu saja membuat Madam Alice mengernyit bingung. "Ada apa Merry?” tanya madam Alice, melihat Merry yang ngos-ngosan di hadapannya. "Madam, entah apa yang terjadi. Tapi, Shaylenna di bawa oleh pria itu dalam keadaan pingsan!”"Apa!? Ya tuhan, apa yang terjadi dengannya!?” Di tengah rasa khawatirnya, madam Alice mengambil selembar kertas demi mengetahui siapa laki-laki yang sudah membawa Shaylenna tanpa izin lebih dulu. Dan begitu, madam Alice melihatnya dia shock. Madam Alice tau siapa pria itu. Madam Alice segera berlari dan mengajak 1 bodyguard untuk menemaninya. Merry sempat terbengong-bengong melihat madam Alice begitu khawatirnya. Biasanya, wanita itu, cenderung datar dan sinis kepada para pelacur di sana yang tak ubahnya hanya seorang anak buah.HOSPITAL
Pria itu mondar-mandir di depan ruang ICU. Sudah 1 jam berlalu, tapi dokter yang menangani wanita yang di bawanya, tak kunjung keluar dan memberikan kepastian padanya. Berengsek! Jika dalam 1 menit, dokter itu tidak keluar. Aku pastikan, dia akan menyesal. Kelakarnya.
Lalu, tak sampai 1 menit, pintu itu terbuka dan seorang dokter keluar dari sana. Pria itu langsung menatapnya tajam. “Apa kau ingin mati huh!? Kenapa lama sekali, bodoh!” dokter itu terdiam kikuk begitu mendengar secara langsung perkataan pria berpengaruh di depannya itu. "Katakan! Atau kupatahkan lehermu, sekarang juga!” pria itu mulai kehilangan kesabaran nya, karna dokter di depannya tak juga memberikan jawaban. "Enggh Tuan. Nona itu sudah baik-baik saja, tinggal menunggu dia sadar. Kami juga akan memindahkannya ke ruang perawatan sekarang,” jawab dokter itu, dan tak lama para perawat membawa Shaylenna di atas brankar, dan pria itu memilih mengikutinya. Setelah dipindahkan ke ruang perawatan, para perawat itu tak langsung keluar. Mereka masih mencuri pandang—menatap terpesona pada sosok tampan dengan aura dingin yang sedang bersedekap dada di samping brankar wanita yang dibawanya dan saat ini terbaring lemah di sana. Tanpa mengalihkan tatapannya, pria itu kembali bersuara dengan angkuhnya. “Apa kalian, perlu aku seret keluar!?” Kalimat itu sebuah pertanyaan tapi lebih mengarah ke sebuah ancaman. Para perawat itu gelagapan dan melangkah setengah berlari keluar dari ruangan itu. Pria itu tetap diam di tempatnya. Dia melangkah pelan dan duduk di kursi samping brankar Shaylenna yang terbaring lemah. Dia amati wajah itu lekat-lekat. Gadis yang cantik, pujinya. Tak lama kemudian, madam Alice datang dengan air mata bercucuran. "Sayang, ada apa denganmu? Sadarlah, ini Mommy!” Madam Alice menangis sambil memeluk tubuh Shaylenna erat. Pria itu menatap tak percaya, seorang Madam Alice yang terkenal sinis itu, menangis? Dan apa dia bilang tadi, MOMMY? Whatt? Apa wanita ini putrinya!? "Biarkan dia istirahat. Kita tinggal menunggunya sadar,” kata pria itu, membuat tangisan Madam Alice berhenti dan sedikit menegakkan tubuhnya. "Tuan Max, Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa seperti ini?” tanyanya menatap pria bernama Max itu. "Kau tak perlu tau Madam! Ini bukan urusanmu, dan pastikan tidak ada yang tau masalah ini, atau kau akan menanggung akibatnya!” jawab nya dingin dengan mata berkilat tajam. Madam Alice bungkam. Dia tak bisa melawan pria dingin dan berkuasa di depannya itu. "Siapa dia? Setahuku kau tidak memiliki seorang Putri!“ tanya Max membuat madam Alice tersenyum tipis. Rupanya Tuan muda di depannya itu tidak tau perihal Shaylenna, hingga mengira dia putrinya. Astaga Tuan dingin, mana ada seorang ibu yang akan menjual putrinya!? lirih Madam Alice dalam hati. Madam Alice mengusap sisa air matanya. “Emm ... dia bukan putriku Tuan. Tapi, aku sudah menganggapnya seperti putriku sendiri. Dia wanita baru di klub, namanya Shaylenna.” "Dia masih sangat muda. Apa tuanmu itu menculiknya?” tanya pria bernama Max itu sambil menatap wajah cantik Shaylenna yang masih tetap pulas. "Tidak, Tuan. Kakaknya yang menjualnya pada tuan! “ jawab madam Alice membuat pria itu mengangguk pertanda paham. "Sebaiknya kau kembali ke klub Madam. Aku yang bertanggung jawab atasnya!” kata Max dan madam Alice hanya mengangguk. Lalu, mengecup kening Shaylenna lembut. "Cepatlah sadar sayang, Mommy akan datang besok untuk menjemputmu. Oke?” ucapnya lalu pamit pada pria itu. Setelah kepergian madam Alice, Max tetap setia duduk di kursi itu. Dia sama sekali, tak ingin beranjak. Entah kenapa, rasa bersalahnya begitu besar. Padahal selama ini, dia cenderung acuh dan tak peduli, meskipun untuk masalah yang dia ciptakan sendiri. "Kapan kau sadar? Jangan buat aku menunggu. Aku benci kata itu,” ucap Max sambil mengusap pelan pipi lebam karna perbuatannya itu. "Sadarlah Shaylenna ...”***Pagi menjemput dan malam sudah berlalu. Pria itu tertidur dengan menelungkupkan wajahnya di samping Shaylenna. Max merasakan pergerakan kecil diranjang. Dia pun mendongak dan ternyata wanita yang ditungguinya semalaman sudah bangun, dan menatapnya dengan sorot ketakutan. "Ampun, Tuan. Jangan sakiti aku lagi, Hiks ... hiks ... “ Shaylenna menangis dan menggelengkan kepalanya kuat, membuat Max terkejut. Rupanya, wanita itu sangat ketakutan melihatnya. "Stsss ... tenanglah Shaylenna. Aku tidak akan menyakitimu lagi, “ ucap Max, mencoba meyakinkan Shaylenna. Tapi, bayangan saat Max menyiksanya membuat Shaylenna ketakutan. Dalam isakan tangisnya Shaylenna mencoba melepaskan selang infus ditangannya. Tapi, Max segera menghalanginya dengan menangkap kedua pergelangan tangan Shaylenna yang bergetar."Jangan lagi Tuan. Ampuni aku ... aku Shaylenna, aku bukan wanita itu. Hiks!” Shaylenna memberontak dan kekeh ingin melepas selang infusnya agar bisa pergi dari sana. Max yang sudah tak punya cara lain, memeluk tubuh Shaylenna erat dengan menahan pergelangan tangan Shaylenna di atas kepala dengan tangannya. Max merasakan jika tubuh Shaylenna semakin bergetar, bahkan air mata wanita itu semakin mengalir deras membasahi bahunya. "Aku, Shaylenna, Tuan. Aku Shaylenna ...,” entah kenapa, Shaylenna masih belum bisa mengusir rasa takutnya. "Ya kau Shaylenna. Kau Shaylenna! “ Seketika isakan Shaylenna berhenti, dan Max menghela nafasnya lega, ketakutan Shaylenna mulai berkurang dengan sendirinya. Sedang di pintu itu, para perawat kembali menjadi penonton. Awalnya, Mereka berniat ingin mengganti infus pasien bernama Shaylenna. Tapi, melihat pemandangan itu, mereka urungkan niatnya dan kembali dari kamar VVIP itu. Mereka masih sayang nyawa, mengingat betapa menakutkannya pria itu. "Tenanglah Shaylenna. Aku tidak akan menyakitimu lagi.“ Max menghela nafasnya pelan. Butuh keberanian besar untuk mengatakan 2 kata yang harus dia ucapkan atas kesalahan yang sudah dia perbuat tadi malam. Sedangkan, dia sangat jarang mengucapkannya. ”Maafkan aku.” Akhirnya, setelah menghela nafasnya beberapa kali, kata itu pun terucap. Max melepaskan pelukannya. Lalu, mengambilkan air di nakas dan memberikannya pada Shaylenna tanpa mendengar jawabannya .Shaylenna mengontrol ketenangan dirinya. Sepertinya, pria di depannya itu, tidak se menakutkan yang dia bayangkan. "Aku ingin ke kamar mandi,” ucap Shaylenna kemudian sambil menunduk dalam, membuat sudut bibir Max sedikit terangkat. Max membantu Shaylenna turun dari brankar, dan membantu Shaylenna berjalan ke kamar mandi. Shaylenna membasuh mukanya yang berantakan. Cermin besar di depannya, membuatnya bisa melihat warna pipinya yang sedikit lebam membiru, dengan lehernya yang memerah oleh bekas cekikan. Rupanya, pria itu, benar-benar kesurupan tadi malam. Setelah selesai, Shaylenna pun keluar dari kamar mandi, dan ternyata Max masih setia menunggunya di depan pintu. Max kembali membantunya untuk duduk di atas brankar. "Terima kasih sudah membantuku, Tuan--” Shaylenna menggantung kalimatnya. Dia tidak tau nama pria yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Aku Max! “jawab pria itu—singkat."Aku Max!”Hanya nama singkat itu yang pria itu katakan. Dia kira Shaylenna peramal yang akan tau kepanjangannya. Shaylenna yang kelewatan polos, malah terbengong dengan mulut yang sedikit menganga, membuat pria itu tersenyum tipis melihat kebodohan wanita yang menjadi jalang di klub yang di datanginya tadi malam."Jangan menatapku begitu. Mau tidak keluar dari kamar membosankan ini?” tanya Max sambil menggulung lengan kemejanya yang sebenarnya sudah kusut. Rasa khawatir, membuatnya sampai lupa untuk menyuruh bawahannya membelikan pakaian ganti.Shaylenna hanya mengangguk, mengiyakan ajakan pria asing itu.Max mengambil kursi roda kemudian membantu Shaylenna duduk di kursi roda itu. Setelahnya, dia mendorong kursi roda itu keluar dari ruang rawat inap Shaylenna.Sepanjang melewati koridor, tentu saja keberadaan Max menarik perhatian beberapa pasang mata yang kebetulan berpapasan.Tiga orang per
Sudah 15 hari Shaylenna pulang dari rumah sakit. Dia sudah sembuh dan kembali menjalani profesinya. Dan terhitung sudah 20 hari Shaylenna menjalani kehidupan malamnya, bukti perjuangan seorang anak untuk ayahnya.Tak jarang, dia mendapatkan tatapan sinis dan iri dari wanita di klub itu, karna posisi Shaylenna tak terganti. Dia masihlah menempati posisinya sebagai idola ranjangMalam itu, Shaylenna kembali memasuki aula, di mana para pria akan membeli dan menggunakannya. Lalu, entah sengaja atau tidak, Shaylenna melihat kakaknya Jane, berada dalam barisan wanita seperti dirinya."Apa yang dia lakukan disini?” lirih Shaylenna. Dia menatap cemas dan takut. Bagaimana jika Jane menghampirinya? Jane akan tau siapa dirinya, dan seperti biasa Jane akan mengolok-olok statusnya sekarang.Shaylenna bersyukur, begitu madam Alice memanggilnya. Seorang pelanggan sudah menunggunya disalah satu kamar, dan hal itu membuat Shay
Shaylenna mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia masih belum percaya, jika kakaknya, Jane benar-benar berdiri di depannya. Dia tidak sedang bermimpi. Bagaimana Jane bisa menemukannya alias mengetahui identitasnya?"Ohhh, jadi ini Idola ranjang itu? Dasar munafik! Wanita licik!” umpat Jane sambil menarik rambut Shaylenna kuat sehingga membuat Shaylenna meringis kesakitan."Argh ... lep--pas kak. Sa—kit!”Shaylenna mengambil tangan Jane, dan melepaskannya dari rambutnya. Meskipun kondisinya masih sangat lemah, dia harus bangkit untuk melawan kakaknya itu. Karena dia Shaylenna, bukan lagi Flower yang lemah."Saat ku jual kesini, kau menangis meraung-raung. Sekarang, Setelah kau melihat uang dan merasakan bagaimana kepuasan bermain dengan pria, kau menjual tubuhmu. Dasar munafik! antas saja semua wanita disini membencimu! Kelicikan mu dengan tampang polosmu itu berhasil menjera
Flower terbangun karna sinar matahari pagi yang mulai menyengat kulitnya. Dia menguap dan meregangkan ototnya perlahan. Tertidur telungkup di pemakaman, bukan hal yang mudah. Tubuhnya sakit dan pegal dimana-mana.Flower, menatap dalam nisan di depannya. Air matanya kembali jatuh. Di usapnya pelan nisan bertuliskan nama ayahnya itu. “Maaf aku harus pergi, Ayah. Aku yakin, saat ini sedang menjadi buronan Alex! Suatu hari nanti, aku akan mengunjungi Ayah lagi. Aku janji,” ucapnya pelan dengan air mata tak terbendung. Dia pun pergi dari tempat itu dengan menahan rasa sesak yang mendera.Flower menghentikan taxi dan menunjukkan sebuah alamat pada sopir itu. Dia tidak berniat untuk kembali ke rumah lamanya. Di sana ada Jane. Jane pasti akan kembali menyerahkannya pada Alex.Flower akan ke toko pakaian kecil, untuk membeli baju. Karna bajunya saat ini, sudah sangat kotor dan tak layak pakai. Setelahnya, dia akan mencari kontrakan kecil yan
1 bulan berlalu ... Flower hidup bahagia. Selama 1 bulan terakhir, Axel memperlakukannya dengan sangat baik. Para pelayan di rumah itu juga sangat baik padanya. Sejauh ini, keadaannya sangat aman dan dia tak perlu takut dan khawatir.Axel sering menceritakan kehidupannya kepada Flower, begitu pun sebaliknya. Mereka saling terbuka satu sama lain. Kini, mereka berteman sangat dekat, bahkan Axel sudah menganggap Flower adiknya. Itulah sebabnya Axel sangat menjaga keamanan Flower. Dia tidak mau, jika Flower harus kembali ke dunia hitam itu. Axel sangat tersentuh, saat Flower menceritakan kisah hidupnya. Flower sangat ingin jauh dari dunia jalang itu dan dia akan membantunya. Letak rumah Axel yang sedikit tersembunyi dari keramaian, membuat Alex sulit untuk menemukannya dan mereka bersyukur untuk itu. Bukannya Axel tidak tau, jika Alex sudah menyebar anak buahnya ke seluruh penjuru kota untuk menemukan wanita yang saat ini bersembuny
Alex membawa Flower jauh dari kota dan keramaian. Dia membawa Flower ke mansion nya yang berada di tempat terpencil. Mansion itu, berada di kaki gunung COL DE I'LSERAN yang saat ini tertutupi salju. Alex yakin. Di tempat itu Flower tak akan bisa lari lagi darinya. Dia akan mengurung wanita itu selamanya. Di musim dingin seperti ini, salju turun dengan derasnya dan menutupi daerah itu. Tapi, karna kekuasaannya, Alex berhasil sampai di mansion nya dengan bantuan beberapa alat berat yang membersihkan salju agar tak menghalangi laju mobilnya. Meskipun mansion itu sangat jarangAlex kunjungi, Alex masih memperkerjakan seorang wanita paruh baya yang selalu merawat dan menjaga kebersihan Mansion itu.Alex membawa tubuh Flower yang masih tak sadarkan diri ke sebuah kamar miliknya dan membaringkannya di sana. Alex mengikat kedua tangan Flower ke ranjang, takut jika wanita itu bangun dan nekat pergi lagi darinya."Kenapa k
Alex duduk di depan perapian. Dia merasa sangat marah karna Flower tetap dengan sikap keras kepalanya. Alex sangat benci dengan sikap Flower yang sama sekali tak takut padanya. Seolah-olah bagi Flower, dia tidak berpengaruh sedikit pun, sedangkan orang lain saja akan memilih menghindar saat namanya disebut.Alex memanggil bik Emma, dan tak lama bi Emma datang.“Bi, jaga dia. Aku akan ke kota sebentar ...”Alex menatap wanita itu, sambil memakai mantel tebalnya, dan bik Emma hanya mengangguk patuh, "jangan coba-coba melepaskannya, atau kau akan melihat ku menyiksanya di depanmu,” ancam Alex dan bik Emma kembali mengangguk patuh. Alex tidak pernah main-main dengan ucapannya.Alex pergi dari mansion. Tapi penjagaan di mansion malah di perketat olehnya. Alex tidak mau ambil risiko, karena Flower dan keras kepalanya pasti akan mencoba kabur dari mansion selagi ada kesempatan.Hari sudah malam. Bi Emma mendatangi kamar Flower da
Alex menatap Flower tajam, sedangkan Flower sibuk meringis sambil sesekali memejamkan mata."Mau lihat, bagaimana pria brengsek ini menghukum mu sampai kau akan memohon padaku?” tanya Alex, hingga detik berikutnya ..."Emmph ..." Flower bungkam, sebelum dirinya bisa membalas ancaman Alex tadi. Alex sudah lebih dulu menyatukan bibirnya.Flower terengah, dia mencoba berontak agar Alex melepaskan ciumannya. Rasanya napasnya hanya sampai sebatas dada. Akhirnya, Flower mengambil inisiatif dengan menggigit bibir atas Alex sehingga Alex melepaskan pagutannya.Napas Flower memburu. Dadanya naik turun, pipinya merah, rambutnya yang tak tersisir semakin berantakan. Sedangkan Alex, pandangannya malah semakin menggelap melihat tampilan Flower yang berantakan.Kenapa jalang ini mudah sekali memancing gairahku?Flower mulai mengumpulkan tenaganya. Dia harus melawan, atau malam ini dia akan kembali menjadi korban. Flower menga