Share

Bab 8 - Maxime D'Orion

"Aku Max!”

Hanya nama singkat itu yang pria itu katakan. Dia kira Shaylenna peramal yang akan tau kepanjangannya. Shaylenna yang kelewatan polos, malah terbengong dengan mulut yang sedikit menganga, membuat pria itu tersenyum tipis melihat kebodohan wanita yang menjadi jalang di klub yang di datanginya tadi malam. 

"Jangan menatapku begitu. Mau tidak keluar dari kamar membosankan ini?” tanya Max sambil menggulung lengan kemejanya yang sebenarnya sudah kusut. Rasa khawatir, membuatnya sampai lupa untuk menyuruh bawahannya membelikan pakaian ganti. 

Shaylenna hanya mengangguk, mengiyakan ajakan pria asing itu. 

Max mengambil kursi roda kemudian  membantu Shaylenna duduk di kursi roda itu. Setelahnya, dia mendorong kursi roda itu keluar dari ruang rawat inap Shaylenna. 

Sepanjang melewati koridor, tentu saja keberadaan Max menarik perhatian beberapa pasang mata yang kebetulan berpapasan. 

 Tiga orang perawat yang kebetulan akan ke kamar Shaylenna sambil membawa makanan, terpaksa memutar arah begitu mendengar perintah,

"Ikuti aku!” 

Tentu saja, suara Max yang datar dan dingin membuat para perawat itu mengangguk patuh. Tak lama kemudian, mereka pun sampai di taman bunga mawar samping rumah sakit, yang kebetulan masih agak sepi. 

"Mana makanannya?” kata Max dan perawat itu kembali menghela nafasnya kasar sebelum memberikan nampan makanan yang dia bawa. Bagaimana seorang pria bisa sedingin dan sedatar itu? Pikirnya.

Shaylenna juga tak kalah terkejutnya, pria itu cepat sekali mengubah tatapan, mimik wajah, bahkan intonasi nada bicaranya. Heran? Seperti jelmaan manusia jadi-jadian saja. Batinnya. 

Max duduk bersila di hadapan Shaylenna, membuat Shaylenna refleks menggerakkan kursi rodanya ke belakang. Tapi, Max dengan cepat menahannya. 

"Apa yang ingin kau lakukan huh?!” tanya Max sambil menatapnya tajam. 

"Enggh ... Tuan duduk di bawah, saya duduk di atas. Itu tidak sopan,” kata Shaylenna sambil menunduk takut, dan Max tau jika nada bicaranya tadi yang membuat Shaylenna kembali ketakutan berada di dekatnya. 

"Please Shaylenna ... diamlah. Aku tidak masalah. Sekarang makan!”  Shaylenna hanya mengangguk. Lalu saat dia hendak mengambil nampan makanan yang berada di meja kayu sampingnya. 

"Siapa yang menyuruhmu makan sendiri?”

“Eh?” kembali Shaylenna dibuat bingung. Tadi, disuruh makan, sekarang dia bilang siapa yang suruh! Apa sih maunya pria ini?  Lirihnya dalam hati. 

Lalu, tiba-tiba saja, sendok dengan bubur hangat itu, sudah berada di depan bibirnya. Dan Shaylenna masih menatap bingung.

"Buka mulutmu. Kau makan, tapi aku yang akan menyuapimu.” 

Shaylenna mengerjapkan bola matanya dengan raut wajah bingung, tapi dia juga bersedia membuka mulut untuk menerima suapan itu. Dia tidak mau, pria bernama Max itu, kembali menunjukkan taringnya lagi. 

 Acara sarapan pagi Shaylenna selesai. Max tetap duduk bersila di depannya dan menatapnya dalam diam. Shaylenna yang menjadi pusat perhatian Max, menunduk kikuk. Dia juga merasa risih jika di perhatikan seperti itu. Apalagi dengan penampilannya yang acak-acakan seperti ini. 

“Aku, Maxime D’orion. Sekali lagi ,maafkan aku,” lirihan itu, membuat Shaylenna membuka mulutnya tak percaya. Pria menakutkan itu minta maaf untuk yang ke dua kalinya. Pria yang tadi malam, begitu brutal menyiksanya sampai pingsan. 

Shaylenna belum menjawab, dia masih mencerna setiap kata yang keluar dari bibir tipis di depannya.  

"Hey, Shaylenna. Kau tidak apa-apa?” Max mengguncangkan tubuh Shaylenna,  karna Shaylenna hanya diam dan menarik nafasnya tersengal. 

"Enggh, ya, Tuan. Aku baik-baik saja ...,” jawabnya sambil mengusap wajahnya yang pasti sudah memerah.

"Lalu,  apa kau mau memaafkan ku?” tanya Max,  sambil menatap wajah yang sudah merona di depannya. Berharap wanita itu mau memaafkan kebrutalan nya. 

"Ya, Tuan. Tentu saja. Aku bisa merasakan kesedihanmu dan kekecewaan yang begitu besar dari tatapan matamu tadi malam, sehingga membuat mata dan hatimu buta sampai-sampai tidak menyadari jika aku bukan wanita itu, Ups!“ 

Shaylenna menutup mulutnya yang keceplosan. Dia yang ceroboh, malah tidak bisa mengontrol mulutnya di saat seperti ini. 

"Maaf, Tuan,” Shaylenna menunduk dan menyatukan kedua tangannya di depan Max. Dia terdiam beberapa saat menunggu jawaban dari pria dingin di depannya. 

"Pfftt, hahaha ... ” Max tertawa lebar,  sambil terlentang di hamparan rumput .

"Wait!  Lihat Pria dingin itu bisa tertawa lebar seperti itu!”  kata seorang perawat yang menjadi korban kedinginan sifat max. Mereka kebetulan lewat  dan tak sengaja melihat hal yang mereka pikir akan mustahil di sana

"Ya. Kukira ... dia cuma bisa memasang wajah menakutkannya itu,” jawab perawat satunya. 

"Ternyata, wanita itu yang membuatnya bisa tertawa lebar seperti itu. Pasangan yang serasi,  pria dingin dengan wanita lembut,” balas perawat yang pertama bicara tadi. 

Bukan hanya perawat itu yang shock melihat Max tertawa lebar seperti itu,  Shaylenna yang berada di dekatnya pun tak kalah kagetnya. 

Dia menyangka, jika pria bernama Max itu, akan kembali marah dan berkata dengan nada sinis dan dinginnya. Tapi, anehnya pria itu malah tertawa lepas dan terlentang di rumput seperti anak kecil. 

Setelah Max lama terdiam dari tawanya, Shaylenna mencoba menunduk untuk melihat apa yang terjadi, sehingga Max tiba-tiba diam. Tapi, naas.  Kursi rodanya terdorong ke depan karena dia mencondongkan tubuhnya terlalu rendah, dan ... 

 Brugh!  Shaylenna jatuh di atas tubuh Max,  dan Max refleks memeluknya. 

Deg, deg, deg. 

 Entah kenapa jantung Shaylenna berdetak hebat. Posisi tubuhnya terlalu intim. Bukannya dia tidak pernah merasakan pelukan pria, bahkan hal paling intim sekalipun menjadi rutinitas sehari-harinya. Tapi dekat dengan Max seperti ini, membuatnya seperti bukan lagi sosok Shaylenna, melainkan Flower yang kikuk saat dekat dengan pria. 

Shaylenna mencoba bangkit. Tangannya yang masih terpasang jarum infus, membuatnya sedikit kesusahan. 

"Kau punya riwayat penyakit jantung rupanya ...,” ucap Max setelah membantu Shaylenna bangkit dari atas tubuhnya, dan duduk merumput—berhadapan dengannya. 

"Jangan meledekku!”  sungut Shaylenna kemudian  menatap langit biru di atasnya, “tidak lucu.” Lanjutnya. 

Max menoleh sejenak ke wajah cantik itu. Ada sesuatu dalam diri perempuan wanita itu, yang membuatnya merasa hidup kembali. "Kau harus berteman denganku!” Perkataannya tentu saja, membuat mata Shaylenna membola. 

“Eh?!”

“Kenapa? Kau tidak mau berteman dengan pria yang hampir membunuhmu?”

Shaylenna menggeleng kuat. Dia tidak setuju dengan asumsi Max tadi. “Bukan seperti itu, Tuan,” tukasnya, “aku masih ingat, perbedaan status di antara kita,” jelasnya. Sungguh, dia hanya ingin meratapi nasibnya sendirian, dan tidak mau melibatkan seorang pun di dalamnya. 

“Pertemanan tidak memandang status Shaylenna!” balas Max sedikit mengeram kesal. “Katakan, kau mau berteman denganku. Karena jika tidak? Maka aku akan—“

“Baiklah, Tuan,” potong Shaylenna cepat, sebelum terjadi sesuatu yang buruk lagi menimpanya yang disebabkan pria aneh itu, “kita berteman sekarang.” Lanjutnya, dan tentu saja membuat sudut bibir teman barunya itu melengkung membentuk sebuah senyuman.

"Tapi, panggilan tuan itu bukan untuk teman, Shaylenna. Namaku, Maxime. Panggil aku, Max atau terserah kau ingin memanggilku apa? Asal jangan aneh-aneh.”  Perkataan Max kali ini, membuat Shaylenna tertawa tipis. 

“Baik, Maxi. Aku panggil Maxi saja, agar kesannya sedikit manis,” balas Shaylenna, “oiya, Rose Flower. Panggil aku Flower.” Lanjutnya membuat sebelah alis Max menukik—bingung. 

Kesunyian di antara mereka, membuat Shaylenna bersuara lagi. "Aku tau kau bingung, Maxi. Aku akan memberitahumu karena kau temanku. Jangan panggil aku Shaylenna, karena Shaylenna itu, adalah  nama jalangku,” kata Shaylenna sambil menunduk dan tersenyum masam. 

Max yang melihat kesedihan itu, memegang dagu Shaylenna dan membawanya menghadapnya. 

 "Hey, Rose. Jangan pernah sebut dirimu jalang di hadapanku. Aku benci itu. Kau temanku, dan aku akan menghukummu jika kau masih mengatakan hal itu di depanku!” kata Max membuat Shaylenna tersenyum. Ternyata sosok dingin itu,  bisa berubah lembut dan baik. Sehingga, membuat bulir air mata jatuh begitu saja di sudut matanya. 

"Hey, kenapa menangis Rose? Apa kau terpaksa berteman dengan pria angkuh sepertiku?” tanya Max dan Shaylenna menggeleng sambil tersenyum tipis. Panggilan Rose untuknya terasa istimewa. 

"Bukan seperti itu, Maxi. Aku merasa bahagia. Terima kasih, kau orang ketiga yang peduli padaku di dunia ini,” kata Shaylenna dan Max tersenyum, memperlihatkan sedikit lesung pipi miliknya. 

"Maafkan aku untuk kejadian semalam, Rose. Aku hampir membunuhmu,” ucap Max penuh penyesalan sambil menatap langit biru cerah di atasnya. 

"Ya ... aku memaafkanmu. Aku tau, tadi malam itu bukan dirimu. Dia adalah sosok kekecewaanmu atas pengkhianatan seseorang benar ‘kan?” tebak Rose dan  Max mengangguk membenarkan. 

"Sebagai temanmu, aku hanya ingin bilang Maxi. Kau harus tau alasan wanitamu itu melakukan pengkhianatan itu. Semua wanita, tidak mau berakhir menjadi seorang jalang. Jika boleh memilih,  lebih baik aku mati dari pada harus setiap jam tubuhku di jamah oleh bermacam-macam pria,” kata Shaylenna, membuat Max kembali menoleh menatapnya. 

"Ceritakan hidupmu, Rose,”  sergah Max membuat Shaylenna menoleh dan tersenyum lembut padanya. 

"Kau pun juga harus menceritakan kisah hidupmu. Aku hanya ingin tau, kenapa kau frustasi seperti semalam ...,” balas Shaylenna dan Maxime  mengangguk setuju. 

Shaylenna menghembuskan nafasnya pelan. Max adalah orang kedua yang akan tau seluk beluk kehidupannya. 

“Aku Rose Flower. Aku masih punya seorang ayah yang saat ini sedang sakit-sakitan untuk kutanggung pengobatannya. Aku melakukan pekerjaan hina ini, untuk membuat ayahku tetap hidup. Aku menukar diriku dengan sejumlah uang pada tuan pemilik klub, untuk melunasi biaya operasi juga hutang pada rumah sakit. Ternyata, pemilik klub itu,  memintaku untuk menjadi seorang  idola ranjang  dan aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya,” kata Shaylenna, membuat Max menatapnya terkejut dan iba. 

"Jangan menatapmu begitu. Jangan sekalipun mengasihaniku, Maxi. Aku wanita kuat, aku tidak mau kau rendahkan dengan tatapan itu,” imbuhnya sambil menutup pandangan Max dengan telapak tangannya .

"Apa aku boleh membantumu? Aku yang akan melunasi semua hutangmu, dan membiayai pengobatan ayahmu sampai sembuh.”  Max menggenggam erat tangan Shaylenna yang tadi menutup matanya, lalu membawanya ke depan dadanya. 

"Tidak Maxi! Aku tidak akan merepotkan teman  yang belum 1 hari menjadi temanku.  Aku masih bisa mengatasi semua masalah ini. Aku tidak mau berhutang, apalagi itu untuk ayahku. Saat semua hutangku sudah lunas,  aku akan pergi dari tempat itu. Dan mungkin saat itulah, aku akan membutuhkan bantuanmu.”

" Aku tidak akan miskin hanya karna membantu mu, Shaylenna. Apa kau meragukanku?”  Sifat sombong dan angkuhnya kembali muncul,  membuat Shaylenna  terkekeh pelan. 

"Ya ampun, Mr Orion. Bukan itu maksudku. Aku tau kau sangat kaya. Tapi, pertemanan ini terjalin bukan karna uang. Tapi, karna menaruh kepercayaan satu sama lain, rasa nyaman, dan saling menjaga. Jika kau memberiku uang, kau sama saja membeliku, seperti para pria itu ....”

Kedua manusia itu, larut dalam pandangan matanya yang sama-sama terkunci.  Bibir mereka sama-sama menyunggingkan sebuah senyuman,  mereka tak menyangka jika pertemuan yang menyakitkan akan berakhir manis seperti ini. Dan Max, dia benar-benar beruntung, menemukan Shaylenna di antara kehidupannya yang sangat pelik. 

"Sekarang, giliranmu Maxi ...,” ucap Shaylenna membuka percakapan di antara mereka lagi. 

"Aku memiliki seorang kekasih. Namanya, Katherine.  Aku sangat mencintainya dan kami sudah menjalani hubungan setelah begitu banyak kejadian yang terjadi sebelumnya. Sampai akhirnya, 

***

  Maxime yang baru datang dari luar negeri setelah menyelesaikan proyek besarnya, melangkah terburu-buru memasuki gedung apartemen miliknya yang dia hadiahkan kepada kekasihnya dan sudah berjanji untuk menyambut kedatangannya di sana. 

"Klik!”

"Kathe, Aku da—“  Suara Max menggantung di udara. Kata-katanya tadi terbawa hembusan angin. Di ranjang itu, kekasihnya sedang bercinta dengan pria lain. 

Wajah sumringah itu, berubah menjadi datar dan menakutkan. Max mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rahangnya mengeras. Manik mata abu kehijauan itu, mulai menggelap karna amarah. 

"Dasar jalang!” Sinisnya. 

Max melangkah keluar meninggalkan apartemen itu dalam keadaan marah besar. Max tidak melakukan apa pun, bukan karena dia tidak bisa. Hanya saja, dia terlanjur benci. Dia tidak sudi melihat tingkah wanita menjijikkan yang mulai sejak itu, akan dia lupakan sebagai seseorang yang pernah berarti dalam hidupnya. 

***

"Aku benci pengkhianatan. Melihat wanita jalang itu menghianatiku seperti itu, tentu saja  membuatku marah. Aku memutuskan untuk pergi dari London, dan mendatangi klub itu untuk melampiaskan semua kekesalanku dengan  banyak minum hingga aku mabuk.  Aku membeli seorang wanita untuk membalas perbuatannya itu. Tapi,  bayangan Kathe bercinta selalu berputar di otakku, hingga tadi malam aku tidak sadar siapa wanita yang aku siksa itu, karna dalam bayanganku kau adalah Kathe. Aku tidak sadar, sampai kepalaku mulai pening dan di situ aku tau. Jika kau bukan Katherine yang mengkhianatiku.” Max menunduk penuh penyesalan.

 Shaylenna memeluk erat tubuh teman barunya itu. Dia tau, bagaimana takutnya, teman barunya itu. 

"Maxi, maafkan aku.  Aku tidak bermaksud membuatmu mengingat kejadian menyakitkan itu. Sekarang kita sudah berteman, jika kau punya masalah, datanglah padaku. Aku tidak mau billionaire tampan ini, melampiaskan pada minuman berpenyakit itu. Aku akan mendengarkan semua keluh kesahmu oke?”  kata Shaylenna  sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria itu. 

Cup! “Terima kasih untuk semuanya,” balas Max setelah mengecup lembut kening Shaylenna. 

  Madam Alice yang  melihat kebersamaan mereka dari tadi,  menatap tak percaya. Tuan muda,  yang terkenal angkuh dan dingin itu,  bisa bersikap lembut dan manis juga, dan itu pada Shaylenna. Dia pun melangkah mendekat menghampiri mereka. 

"Sayang .... “ 

Panggilan madam Alice, membuat dua manusia yang masih berpelukan itu melepaskan pelukannya. 

"Momy, l Miss You ...” Shaylenna bangkit,  dan Madam Alice segera memeluknya. 

"Bagaimana, keadaanmu sayang? “ tanya Madam Alice sambil menatap lekat wajah wanita yang sangat di sayanginya itu. 

"Aku baik, Mom. Aku punya dokter terbaik di sini. Oiya, kenalkan Dia Maxi!” kata Shaylenna,  dan Madam Alice mengangguk kilas dan tersenyum pada Max. 

"Sayang, kata Dokter. Hari ini kita bisa pulang. Sekarang kita ganti pakaianmu.”

Mereka pun kembali ke ruangan Shaylenna di rawat. Shaylenna menjalani pemeriksaan akhir dan benar, dia bisa pulang hari ini. 

"Madam, aku harap kau bisa bekerja sama denganku. Apa pun yang terjadi pada Rose, kau harus memberitahuku!” kata Max dingin dan sinis.

"Baik, Tuan.” 

Madam Alice tersenyum. Dia yakin,  pria dingin itu akan melindungi putri kecilnya. Dan untuk saat ini, madam Alice mensyukuri pertemuan menyakitkan Shaylenna tadi malam. Walaupun awalnya Shaylenna harus mendapatkan sakit. Tapi kini semuanya berakhir manis. Shaylenna mendapatkan seorang pelindung, yang kuat dan berkuasa seperti pria di sampingnya. 

"MAXIME D'ORION" 

Ya,  meskipun Shaylenna tidak tau,  siapa sebenarnya sosok pria yang menjadi teman barunya itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status