Nur pulang setelah mengantarkan Bu Celo ke rumah beliau. Dia masuk rumah jam delapan tiga puluh malam. Dia pulang dengan perasaan gembira. Beban yang dia tanggung selama dua hari telah sirna dari bahunya. Namun, perasaan lega itu berubah ketika dia masuk rumah.
Rumahnya seperti kapal pecah, berantakan. Mainan Wahid berceceran disana-sini. Tumpukan piring kotor bekas makan masih ada di wastafel, bahkan bekas piring sarapan Dara masih belum dicuci. Pakaian kotor yang menumpuk sejak dua hari lalu masih belum dicuci.
Laptop Dara menyala, namun dalam keadaan power safe.
Keadaan yang sama seperti dua hari yang lalu, Nur juga pulang malam dan mendapati laptop istrinya menyala. Seperti biasa, kalau laptop itu menyala, semua pekerjaan rumah terbengkalai. Bahkan untuk memasak pun, Dara tidak sempat.
Nur menghela nafas. Dia tiba-tiba merasa capek. Dilihatnya, Dara sudah tidur bersama Wahid di kamar depan. Tiba-tiba dia merasa kasihan dengan Dara. Dia mengum
Nur melemparkan tubuhnya ke kasur di kamar tengah. Dia terlentang. Pandangannya menatap atap ruangan. Badannya terasa pegal dan capek setelah semua yang aktivitasnya hari ini. Ditambah pula hatinya mendongkol karena Dara. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan lebih empat menit.Dia mencoba menutup matanya. Lampu kamar sudah padam, seharusnya tidak sulit bagi Nur untuk segera tidur. Namun, matanya tidak bisa dipejamkan sama sekali. Dia tidak merasa mengantuk.Nur memegang batangnya itu. Batang itu mengeras di balik celana pendek. Dipijitnya pelan-pelan benda keras itu. Dirasakannya sensasi menyenangkan di bawah sana.“Ah…” desahnya gusar.Nur melepas pegangannya dari benda keras tersebut. Dia tidak mau melakukan hal itu lagi. Dia tidak ingin berbuat dosa lagi. Keinginan ini harus dihapus, harus segera pergi. Diambilnya ponselnya untuk mengalihkan pikirannya. Dia ingin membuka media sosial dan melihat video lucu untuk men
Pagi itu setelah Nur mencuci pakaian, dia segera mandi. Sudah sekitar satu minggu lebih Nur mempunyai aktivitas baru sebelum mandi dan berangkat ke bengkel, yaitu mencuci baju. Nur yang hampir tiap hari pulang malam dan mendapati tumpukan cucian kotor, akhirnya memutuskan untuk mengambil alih tugas mencuci sekaligus meringankan beban Dara.Kadang pula, ditemuinya rumah dalam keadaan berantakan, belum disapu, mainan Wahid yang berceceran, dan piring-piring kotor tak tersentuh. Tak jarang pula dia pulang tanpa menemukan makanan yang tersedia. Lagi-lagi, Nur harus pesan makan untuk dirinya dan Dara lewat ojek online.“Kalau saja Dara mau memasak, mungkin pengeluaran tidak akan sebesar ini.” batin Nur berkata.Anehnya, Dara mengeluarkan uang dari dompetnya. Dara tidak minta uang darinya untuk membayar makanan itu. Sudah beberapa kali Nur mendapati kejadian seperti ini. Ada niatan dari Nur untuk bertanya, namun dia takut Dara tersinggung dan malah mengaki
Nur berdiri untuk beberapa saat di depan gerbang besar itu. Gerbang itu terdiri dari dua bagian, pintu gerbang yang terbuat dari kayu dan pagar yang terbuat dari bata dan semen. Pagar dan pintu gerbang itu tingginya lebih dari dua meter.“Percuma kalau aku teriak-teriak. Bu Celo tidak akan mendengar. Lagipula malu kalau teriak-teriak di lingkungan ini. Wong katrok.” pikirnya.Dia celingak-celinguk mencari bel pintu. Akhirnya dia menemukan bel pintu yang terletak di pagar tersebut. Dipencetnya bel pintu itu sekali. Dia ragu apakah bel pintu itu berfungsi atau tidak, soalnya dia tidak mendapati tanda bahwa bel itu berfungsi, tidak menyala, berbunyi, atau apapun. Agaknya bel pintu tersebut nirkabel.Sesaat kemudian pintu pagar itu bergeser ke samping. Pintu itu bergerak sendiri! Nur keheranan untuk beberapa saat. Dia terbengong-bengong melihat keajaiban itu. Beberapa saat kemudian dia lihat ada CCTV di atas pagar.“Aku benar-benar
Mengendarai mobil ke kantor setiap hari menimbulkan masalah yang sepele namun signifikan bagi Nur. Dia kesulitan untuk sarapan pagi di tempat Mak Nem. Gang kecil samping bengkel itu tidak muat dilewati mobil. Dia harus parkir mobil dulu di bengkel lalu jalan kaki ke tempat Mak Nem.“Pas balik ke bengkel, sarapan itu sudah habis.” desar Nur sambil menyetir mobilnya.Tiba-tiba suasana hati Nur berubah menjadi buruk. Diingatnya lagi Dara jarang membuatkannya sarapan. Kalau saja Dara bangun lebih pagi, Dara pasti bisa membuatkannya sarapan yang sekedarnya. Dia bukanlah orang yang susah, dia mau makan apa saja kecuali sayuran. Bahkan tempe dan nasi saja, dia sudah mau. Itu lebih baik daripada berangkat ke bengkel dengan perut keroncongan.Nur ingat lagi saat dia ke rumah Bu Celo beberapa hari lalu. Bu Celo bisa melakukan semuanya pagi itu, mulai dari olahraga, memasak, dan bersih-bersih rumah. Meski Bu Celo mengaku ada pembantu yang membersihkan rumah sem
Jam enam, sehabis Maghrib, Nur berpamitan pada ibunya. Dia tidak enak dengan Celo. Ibunya memberikan pandangan tidak enak pada Celo. Seolah-olah Celo tidak diterima di rumah ibunya. Padahal, jauh dalam lubuk hati Nur, dia ingin mengenalkan Celo sebagai orang yang spesial bagi Nur. Tapi sepertinya tidak mungkin. Apa mau disembelih ibunya sendiri kalau sampai Nur berani bicara seperti itu?Di dalam mobil yang remang-remang itu, Nur melihat Celo masih segar. Tidak ada guratan capek atau lelah di wajah tersebut. Nur bertanya-tanya, “Apakah hasil dari berolahraga setiap hari membuat Celo segar dan fit sepanjang hari?”“Saya kira, Pasuruan hanya tempat lahir saja, ternyata kamu masih punya keluarga disana.”“Born and raised Mam.”“Terus Dara berasal dari mana?”“Dara dari Surabaya.”“Hm… Ketemu saat kuliah?”“Ya. Ketemu pas kuliah.”
Kelima orang itu berdiri sejajar di depan mobil Nur. Nur hanya terbengong-bengong. Dilihatnya Celo sudah pucat pasi di kursi sebelahnya. Si pengemudi mengacungkan tongkat baseball itu ke arahnya sambil berteriak, “Keluar kamu!”Nur bimbang, apakah dia keluar atau langsung tancap gas saja meninggalkan orang-orang itu. Tapi kalau dia tancap gas dan langsung meninggalkan orang-orang itu, tidak ada jaminan bahwa orang-orang itu tidak akan mengejarnya. Dan kalau sampai orang-orang itu tahu rumahnya atau rumah Celo, bisa semakin ruwet masalahnya.Celo sendirian di rumahnya. Kalau orang-orang ini nekat dan berniat menyatroni rumah Celo, siapa yang bakal melindunginya. Celo mungkin angkuh dan terlihat kuat di bengkel. Namun, dia seorang perempuan. Nyalinya ciut dulu kalau berhadapan dengan orang-orang seperti ini.Dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya, dan juga jantung yang berdebar-debar karena takut, Nur memutuskan untuk keluar dari mobi
Nur yang masih kesakitan mencoba mencari tahu ada apa dengan Celo. Pukulan ke perutnya tadi membuatnya jatuh terduduk. Dan dari tempatnya terduduk, dia sulit melihat Celo karena terhalang mobil. Nur semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan Celo.Nur berdiri, dan akhirnya dia bisa melihat jelas. Celo masih digendong oleh si badan besar. Kaki Celo terangkat satu. Sedangkan si badan kurus, terhuyung ke belakang dan ambruk.“Masa Celo menendang si kurus?” tanya Nur dalam hati.Nur lalu melihat si pengemudi, terlihat jelas di wajah si pengemudi, wajah yang kaget. Karena si pengemudi sedang teralihkan, Nur menyerang si pengemudi dengan tendangan depan. Namun dengan sigap, si pengemudi menghindar. Si pengemudi balas menyerang Nur, dan syukurlah, Nur juga mampu menangkis serangan tersebut.Nur melirik Celo. Entah bagaimana caranya Celo sudah terlepas dari pelukan si badan besar. Secara reflek pula Nur menghindar dari serangan si pengemudi.
“Kamu seminggu enggak masuk kemana Nur? Sekalinya masuk pakai kacamata hitam. Sudah gitu jarang sekarang sarapan disini.” tanya Gun meledek.“Sakit.” Jawab Nur singkat sambil duduk di kursi favoritnya di warung Mak Nem. Nur melihat Gun sudah selesai makan. Gun sedang minum kopinya dan menghisap sebatang rokok. Nur juga melihat tadi Gun tersenyum ketika melihat Nur memakirkan motornya di tempat biasanya dan berjalan ke arahnya.Nur melihat pandangan Gun yang heran. Pantas saja Gun melihat dengan heran, untuk pertama kalinya Nur tidak masuk untuk jangka waktu yang lama.“Apa kamu kena virus itu?” tanya Gun.“Enggak Gun. Aku enggak kena virus.” Kata Nur sambil melepas kacamata hitamnya.Gun kaget ketika Nur melepas kacamatanya. Mata kanannya yang kena tinju Celo masih membekas sedikit. Dibawah mata kanannya sekarang berwarna hitam sedangkan matanya masih merah seperti iritasi. Mata Nur sudah bisa m