Dara masih terduduk di sofa ruang tamu. Dirinya terguncang hebat. Air matanya masih mengalir dengan deras membasahi pipinya. Dirinya sesenggukan. Hidungnya penuh dengan cairan yang membuatnya susah bernafas.
Dara tidak pernah menyangka kejadian ini. Lelaki yang dicintainya mengatakan hal-hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lelaki itu, untuk pertama kalinya, berkata-kata kasar kepadanya. Untuk pertama kalinya pula, lelaki yang dicintainya itu membuat dirinya menangis.
Dara pun bangkit menuju kamar mandi. Dia tidak ingin Wahid mengetahui hal tersebut. Wahid tidak boleh tahu kalau dirinya sedang menangis. Dia tidak ingin Wahid mengetahui bahwa papanya telah menyakiti mamanya. Dara membasuh mukanya dengan air, mneghilangkan semua jejak tangisan dari wajahnya. Hal itu akan menyakiti hati Wahid dan berdampak pada dirinya nanti disaat Wahid sudah dewasa.
Setelah Dara dari kamar mandi, dia mengintip Wahid. Syukurlah, Wahid masih tertidur pulas. Wahid tidak m
Dara merasa aman dari Mas Nur. Meskipun Mas Nur bisa membombardirnya dengan pesan singkat sehari tiga kali, tapi Mas Nur tidak bisa menemuinya. Hanyalah Mapala yang bisa membuat mas Nur dan dirinya bertemu. Oleh karena itu, niat Dara untuk segera keluar dari Mapala semakin besar. Dara ingin segera jauh dari Mas Nur. Dara tidak ingin dekat dan mengenal Mas Nur lebih jauh. Toh, jika pesan singkat itu selalu tak diacuhkannya, Mas Nur lama-lama akan menyerah juga.Kenyataan tidak seindah harapan. Sekitar dua bulan setelah malam pengenalan, entah bagaimana caranya Mas Nur mengetahui tempat Dara dan Dila biasa makan. Padahal mereka berbeda jurusan dan fakultas, Mas Nur jurusan Mesin, sedangkan dirinya jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Bahkan jarak gedung kuliah mereka jauh. Dara biasa makan di warung belakang kampus yang dekat dengan gedung kuliahnya. Sedangkan, gedung mesin berada di depan kampus.Saat itu Mas Nur datang dengan teman-teman sekelasnya datang ke warung terse
Kegiatan lintas alam sudah harus dilaksanakan kembali. Kali ini Dara bukan lagi menjadi peserta, namun menjadi panitia. Lintas alam ini dilaksanakan dengan mendaki Gunung Lawu yang berada di Kabupaten Magetan dan direncanakan selama tiga hari. Seluruh peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, satu kelompok berisi lima orang, dua senior dan tiga junior, dan akan mendaki dan menuruni gunung tersebut.Karena menjadi panitia inilah dia jarang berinteraksi selama kegiatan dengan Mas Nur selama kegiatan, karena Dara dan Mas Nur berbeda kelompok. Dara tidak bisa bertemu Mas Nur pada siang hari, namun pada malam hari Dara melepaskan rindunya dengan melihat Mas Nur sepanjang sore sebelum berangkat tidur. Tentu saja, Dara memperhatikan Mas Nur dengan sembunyi-sembunyi, jangan sampai Mas Nur tahu.Tapi, selama sore dan malam di titik temu, Dara dibuat tambah muak lagi dengan Mas Nur. Bukan muak sebenarnya, tapi lebih ke rasa cemburu. Meski, Dara menyangkal dengan keras apa yang d
Mas Nur sudah menyatakan perasaannya tidak kurang dari 3 kali dalam waktu setahun sejak peristiwa kaki keseleo. Namun, disetiap pernyataan perasaan tersebut, Dara selalu menyatakan bahwa dia tidak ingin menjalin hubungan asmara. Dara selalu beralasan bahwa dia ingin fokus terhadap kuliahnya dahulu.Dalam setiap pernyataan cinta tersebut, Dara selalu berbunga-bunga. Perasaannya terbang membubung tinggi. Tetapi, rasa gengsi masih membebani hatinya. Dara sudah malu terlebih dahulu karena membenci Mas Nur. Dara tidak bisa menerima kenyataan karena dia jatuh cinta pada orang yang dia benci.Dalam tempo waktu tersebut, Dara juga menyadari satu kualitas dari Mas Nur. Mas Nur bukan orng yang gampang menyerah. Misalkan, Mas Nur mengajak Dara untuk makan malam bersama, satu kesempatan Dara menolak. Dan Mas Nur masih terus berusaha untuk mengajak Dara keluar makan bersama. Mas Nur juga masih setiap hari mengirimi Dara pesan singkat, meski biaya untuk mengirim satu pesan singkat m
Mobil travel itu menurunkan Dara tepat di depan rumahnya. Rumah megah bertingkat dua dengan arsitektur modern yang becat putih. Rumah tersebut berada di kawasan Surabaya barat. Dara menarik kopernya dan masuk ke rumahnya.“Sepi, seperti biasa.” batin Dara. Dara memasukkan anak kunci pintu rumah, memutarnya, dan mendorongnya. Begitu Dara masuk rumah, Dara menghirup nafas dalam-dalam.“Home sweet home.” kata Dara pada dirinya sendiri.“Assalamualaikum.” Dara berteriak. Dari belakang, sesosok perempuan yang sudah tua berlari-lari kecil menghampirinya.“Masya Allah, Mbak Dara. Ko enggak nyuruh saya saja untuk buka pintu?”“Ah, saya bisa ngerjain sendiri Mbok. Mbok Tur sehat?” kata Dara sambil tersenyum.“Alhamdulillah Mbak Dara, saya sehat. Mbak Dara sendiri bagaimana? Sehat? Sekarang Mbak Dara kurusan. Jarang makan disana? Bagaimana kuliahnya?”Dara tersenyu
Dara mengusap air matanya yang masih mengalir di pipinya. Air mata itu mengalir dengan deras tanpa disadarinya, tidak dapat dia bendung. Baru kali ini, Mas Nur membuatnya sedih dan menangis. Dara masih belum percaya bahwa Mas Nur tega berkata-kata kasar dan menyakiti hatinya. Dara menangis tanpa suara.Dara masih duduk di kursi meja makan. Badannya pun masih bersandar di kursi. Kepalanya masih mengadah menatap langit-langit rumahnya. Dadanya masih sesak. Berkali-kali Dara mengambil tisu dan membuang ingus dari dalam hidungnya.Dara ingin bercerita tentang kesedihannya. Tapi dia tidak bisa menemukan siapa orang yang bisa dia ajak bicara. Dia tidak mau berbagi permasalahan dan aib suaminya kepada sembarang orang. Dila? Tidak, Dila pasti sudah tidur sekarang. Apalagi dia baru melahirkan anak kedua, pasti dia sedang repot-repotnya.“Apa ini buktinya firasat Papa benar?” bisik hati kecil Dara.Namun, cepat-cepat dia singkirkan pikiran jelek tersebu
Nur mengendarai motor bututnya dengan kecepatan tinggi. Ada dua hal yang menyebabkan dia begitu, yang pertama jelas karena dia mau segera jauh dari Dara. Nur tidak sanggup untuk melihat Dara yang sedih. Untuk pertama kalinya dia membuat Dara menangis. Dan yang kedua, tentu saja, karena penasaran apa yang terjadi dengan Celo.Tetapi Nur lebih condong terhadap alasan yang kedua. Nur ingin segera bertemu Celo dan menenangkan hatinya. Dia ingin membuat Celo merasa nyaman. Nur pikir, hanya ada satu alasan kenapa Celo memintanya datang ke rumahnya malam-malam seperti ini.“Pasti urusan bengkel.” batin Nur.“Semoga saja ada kabar baik.” bisik Nur pelan.Lagipula, Nur sedang tidak ingin memikirkan tentang Dara. Hatinya masih sakit memikirkan Dara. Dara yang terdiam lalu menyangkal semua itu membuat hatinya mendongkol. Kalau saja Dara jujur ada hubungan macam-macam dengan mantan pacarnya itu, Nur mungkin masih bisa memaafkan. Tapi kalau kep
Mata Nur terbelalak. Nur membeku di tempatnya duduk. Dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri, Celo menutup matanya dan membiarkan bibirnya sedikit terbuka. Bau wangi dari parfum Celo jelas tercium oleh hidungnya karena Celo benar-benar ada di depan matanya.Celo yang saat itu masih memakai baju yang dipakainya tadi pagi saat ke kantor. Celo memakai celana panjang warna hitam dan atasan warna biru langit. Atasan kemeja itu sudah sangat kusut. Atasan yang berupa kemeja lengan panjang itu sudah kucel karena Celo terlalu gelisah dan panik hari ini. Bedanya adalah Celo sudah tidak bersepatu lagi, dia bertelanjang kaki.Wajah Celo juga sudah kucel dan awut-awutan. Rambutnya tidak rapi seperti biasa. Sapuan make up yang biasanya ada di wajahnya sudah terhapus karena air mata. Namun semua itu sama sekali tidak mengurangi sedikitpun keanggunan dan kecantikan Celo.Hati Nur berdebar-debar. Hasrat yang meluap-luap memenuhi dadanya. Wajah dan bibir Celo ada di depannya, ha
Nur dalam perjalanan pulang pagi itu. Nur pulang ke rumahnya, tempat dimana Dara dia tinggalkan semalam dalam keadaan menangis tersedu-sedu di sofa depan. Tempat dimana dia membanting pintu saat dia keluar dan pergi ke rumah Celo.Berbagai macam rasa berkecamuk di dalam dadanya. Salah satu diantaranya adalah dia meninggalkan sholat subuh. Nur menggaruk dahinya. Dia bingung harus mulai mengurai perasaan itu dari mana. Banyak kejadian yang tidak dia kira terjadi dalam semalam. Kejadian yang benar-benar di luar perkiraanya.Dara, perempuan yang dicintainya sejak bertahun-tahun yang lalu, sudah tidak lagi menghuni hatinya seorang diri. Dara bukan lagi pemilik tunggal hati Nur. Hati Nur sudah terbelah menjadi dua. Dara sudah mempunyai teman di dalam hati Nur.Ada sebersit rasa bersalah dalam diri Nur. Dia telah mengkhianati cinta Dara. Dara yang menemaninya dan mencintainya tanpa syarat sejak dulu. Dara yang selalu ada tiap kali Nur merasa senang dan susah. Dara yang