“Dia tidak tahu. Saya mencintainya diam-diam...” ucap Sagara.
“Mencintai diam-diam yang salah. Jauh berbeda dengan mencintai diam-diamnya Ali kepada Fatimah. Mencintai diam-diam kamu berujung petaka,” Ustaz Reza tampak murka.
Dikata-katai seperti itu, Sagara diam. Dia tak mampu membela diri.
“Kenapa kamu tak jujur kepadanya?” tanya ayah Safira.
“Aku tak jujur karena sudah jelas dari awal Safira sangat mencintai Benua.”
“Padahal kalau kamu jujur, mungkin akan lain ceritanya. Coba kalau kamu bilang sama Papa. Papa tidak akan sungkan membantumu dari dulu. Papa akan melamarkan Safira untukmu lebih cepat sebelum dia dilamar oleh Benua dan keluarganya,” jelas Ustaz Reza.
“Iya, Maafkan aku, Pa...”
“Berjanjilah kamu tidak akan menyakiti Fira!” pinta ayah Sagara.
“Aku berjanji, Pak. Aku akan mencurahkan segenap hidupku untuk membahagi
"Kamu tidur di bawah sana!" kata Safira ketus.Wanita berbadan dua itu melempar selimut dan bantal ke arah Sagara. Bantal pun jatuh tepat di kepalanya. Wajah lelaki itu tertutup oleh selimut.Sagara menyingkap selimut yang menutupi wajahnya. Dia pun mengambil bantal yang terjatuh ke lantai yang beralas karpet permadani."Bukannya kita sudah sah jadi suami istri?" kata Sagara. "Kenapa aku nggak boleh tidur seranjang dengan istriku sendiri?"Mendengar kata 'istriku sendiri', Safira merasa sangat asing. Benar-benar dia merasa tak siap sekaligus tak menginginkannya.Sagara celingak-celinguk mengitari kamar istrinya. Ini pertama kalinya dia berada di kamar ini."Jadi aku harus tidur di sini?" tanya Sagara sambil menunjuk lantai beralas karpet yang tengah dipijaknya. Letaknya tak jauh dari ranjang tempat tidur di kamarnya."Ya, malam ini dan seterusnya kamu tidur di situ saja," balas Safira tanpa menatap Saga
Sebelum azan Subuh berkumandang, Sagara sudah bangung terlebih dahulu.Pagi itu dia sengaja mandi dan keramas supaya tidak menimbulkan kecurigaan di keluarga Safira.Dia menyalakan lampu kamar dan mematut diri di depan cermin untuk mengenakan sarung, baju koko dan peci putih rajut khas Turki.Tak lama kemudian azan Subuh berkumandang. Sagara berniat ke masjid. Meskipun dia belum tahu lokasi masjid dari rumah Safira, dia akan mencoba berjalan mengikuti arah salah suara azan yang terdengar paling dekat dari rumah keluarga istrinya.Sebelum keluar kamar, dia menatap Safira yang masih tertidur pulas.“Fira… sudah azan Subuh,” ujar Sagara agak canggung sambil duduk di tepi ranjang samping istrinya.Safira menggeliat. Saat membuka matanya, dia benar-benar kaget.“Nga… ngapain kamu?” tanya Safira, suaranya bergetar karena gugup sekaligus cemas. Entah kenapa, masih ada rasa ketak
Tidak ada jawaban. Kelopak mata Safira masih mengatup. Tubuhnya sangat dingin. Perasaan Sagara benar-benar campur aduk. Firasatnya tak enak. Jantungnya terasa mau copot.Jangan-jangan dia sudah pingsan dari tadi lagi, pikir Sagara.Sagara segera mengangkat Safira. Dia membawa Safira ke atas kasur. Lantas, setelah menutup tubuh Safira dengan selimut, Sagara berlari keluar kamar.“Ma, Pa… tolongin Safira!” teriak Sagara.Orang tua Safira segera berlari dan masuk ke dalam kamar Safira. Langkah keduanya diikuti oleh Berliana dan Sagara.“Kamu kenapa, Nak?” Ibu Safira mengusap kepala Safira. Putrinya sampai saat ini belum siuman.“Kakak… ” Berliana ikut panik.“Gimana kejadiannya ini?” tanya Pak Yahya kepada Sagara.“Kemungkinan dia jatuh dan pingsan di kamar mandi, Pa. Tadi aku temukan dia tergeletak di kamar mandi,” jelas Sagara.Setelah
“Alhamdulillah… akhirnya kamu kembali,” kata ayah Safira.“Mama senang, kamu sudah bisa membuka mata,” ujar ibu Safira.Ustaz Reza dan istrinya pun ikut lega.“Alhamdulillah ya Allah, terima kasih sudah mengabulkan doa-doa kami,” ujar Ustaz Reza.“Mama senang. Nak, akhirnya kamu siuman. Sudah tiga hari kami cemas menunggu kamu membuka mata,” ujar istri Ustaz Reza.“Jadi… aku...”“Sudahlah, kamu jangan banyak mikir dulu. Alhamdulillah, yang penting sekarang kamu sudah kembali,” Sagara meremas jemari istrinya.Safira merasa asing dengan kondisi seperti itu. Namun dia juga tak kuasa menolak. Lagi pula pula, orang yang menggenggamnya saat ini adalah suaminya sendiri.Entah kenapa, hari ini, Safira merasa sangat istimewa. Mendapatkan banyak perhatian, mulai dari kedua orang tuanya, kedua mertuanya, dan juga dari suaminya.
“Jangan kuatir, Sayang. Jika kamu merasa belum siap. Aku tidak akan melakukannya. Aku ingin membuatmu tetap nyaman dan merasa tidak tersiksa dengan perlakuanku,” bisik Sagara ke telinga istrinya.Safira membayangkan apa yang terjadi antara dirinya dan Sagara beberapa hari ini. Meskipun kebencian Safira pada Sagara belum hilang sepenuhnya, namun Safira merasa ada sesuatu yang beda.Dia merasa sangat spesial. Sepulang dari rumah sakit, Sagara sangat perhatian. Dia selalu memperhatikan segala kebutuhannya.Kamu tidak sepenuhnya jahat seperti yang selama ini aku pikirkan. Aku dapat menemukan dan merasakan sisi baik dari dirimu, ucap Safira dalam hati.Safira menarik kedua tangan suaminya yang tengah menempel di bahunya. Safira memberanikan diri menggenggam tangan Sagara. Dia dapat merasakan kehangatan jemari suaminya.“Aku menghargai segala usahamu. Aku hanya bilang, terima kasih kamu sudah memperhatikanku be
Sagara tersenyum mendengar pertanyaan itu. Hatinya bertabur bunga-bunga.“Ya, aku sangat mencintaimu. Aku ingin belajar mencintaimu karena Allah.”“Tapi kenapa kamu dulu menyakitiku?” Safira bertanya kembali, dia teringat lagi masa-masa kelam itu.“Dulu mungkin cintaku padamu salah. Cintaku padamu hanya karena nafsu dan menjadi dosa besar. Sekarang aku ingin menebusnya dengan cinta suci. Dan aku harap kamu bisa memberiku kesempatan membuktikannya.”“Maukah kamu memaafkanku?””Aku tidak janji. Tapi… aku akan terus belajar memaafkanmu,” balas Safira.“Sekarang aku yang balik bertanya. Maukah kamu menerima cintaku?”“Aku tidak janji. Tapi… aku juga akan belajar untuk mencobanya.”“Makasih banyak, Sayang. Kamu sudah berikan aku kesempatan. Aku akan terus berdoa agar Allah menggerakkan hati dan perasaanmu, agar aku b
“Sayang, ini tidak seperti yang kamu bayangkan,” Sagara menghempas Granita dengan kuat, bahkan Granita nyaris terjatuh ke lantai. “Auww… Sialan, gara-wanita itu, kamu perlakukan aku seperti ini hah?” bentak Granita. Dia mengaduh sambil memegangi bagian tubuhnya yang sakit. “Sayang, biar aku jelasin. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia,” ucap Sagara sambil menggenggam jemari Safira. “Ayo pergi,” kata Safira. “Aku nggak ingin ada keributan di sini.” Safira melangkah cepat diikuti Sagara. “Hei, Fira kamu ke mana?” teriak Granita. “Urusan kita belum selesai. Dasar pelakor, Kamu udah rebut Sagara dariku. Awas, tunggu pembalasanku. Sagara pasti kembali ke pelukanku.” Safira tak pedulikan ocehan Granita. Dia ingin cepat-cepat sampa di mobil. Kepalanya terasa sangat pening. Safira tak tahan, dia memegangi kepalanya. Saat pintu lift terbuka, tubuh Safira nyaris ambruk. Beruntung Sagara berhasil menahan
Sagara tersenyum dengan tenang. Dia terus melangkah dan membopong Safira.Safira tak bisa menghindar lagi. Tubuhnya sudah kadung dibopong, dan dia hanya bisa menatap dagu dan wajah suaminya dari jarak terdekat.Sagara terus membopong Safira hingga masuk rumah, melewati ruang tamu.“Peduli padamu menjadi pahala bagiku sekarang. Aku ingin mencintaimu dan membahagiakanmu. Itu ibadah terindah bagiku saat ini.”Benar-benar kalimat belum pernah Safira dengar sebelumnya. Bahkan, Benua pun belum pernah mengatakan perkataan seperti itu.“Kamu masih bisa bersabar, sejak malam pertama itu kamu dan aku belum pernah melakukan ibadah biologis suami istri?”Sagara tersenyum. Pikirannya melayang jauh. Dia adalah lelaki normal pada umumnya. Sungguh dia sebenarnya tak sabar ingin menghabiskan malam-malam indah bersama istrinya.Namun dia pun tak akan pernah memaksa sampai istrinya rela. Menurutnya, memaksakan