Alina sudah sampai di rumah sakit.
Dan dalam perjalanan menuju ruang tempat neneknya di rawat meninggalkan dua pria asing di belakangnya.
Ia tidak peduli apakah mereka akan mengikuti nya atau tidak.
Membuka pintu, ia melihat seorang wanita tua duduk separuh bersandar di ranjang rumah sakit. Ada selang infus yang menusuk nadinya yang menonjol di balik kulitnya yang keriput.
Tubuhnya terlihat sedikit kurus.
Ia tampak sedang tertawa dengan seorang lawan bicara yang duduk di kursi dekat tempat nya berbaring.
Itu adalah seorang pria tua yang berpakaian santai. Separuh rambutnya sudah memutih. Sama seperti neneknya, pria tua itu juga tertawa.
Menatap kosong kearah mereka. Alina menyembunyikan ketidaksukaan nya pada pria tua asing itu.
'Kenapa begitu banyak pria yang ku temui sejak tadi?' Batin Alina.
"Nenek!"
Alina berjalan kearah ranjang tempat wanita itu berbaring dan memberikannya pelukan.
"Ah! Cucuku.. akhirnya kau datang"
Wanita tua itu menepuk punggungnya lembut. Alina menenggelamkan wajahnya lebih jauh dalam dekapan. Merasakan hangat serta mencium aroma tubuh tuanya yang sangat ia rindukan.
"Nenek siapa pria tua itu?" Bisik nya kemudian di telinga wanita tua itu.
Pelukan keduanya pun terlepas.
Wanita tua itu tersenyum lembut padanya. Melempar pandangan kearah pria tua yang duduk di kursi. Senyumnya semakin lebar dan antusias.
Alina diam-diam mengepalkan tangannya. Sambil menekan gejolak emosi ketidakpuasan nya.
"Irsyad kenalkan ini dia cucuku, Alina"
"Alina? Nama yang indah"
Pria tua itu tersenyum lebar kearahnya. Alina segera membuang wajah.
Karenanya pria tua itu merasa sedikit canggung.
Melihat itu, wanita tua itu hanya mampu tersenyum pahit dan memaklumi nya dalam hati.
"Alina bersikap sopan!"
Mendengar teguran seperti itu dari neneknya. Alina semakin tidak suka dan memasang wajah masam.
"Alina ini sahabat lama nenek, ayo perkenalkan dirimu pada tuan Irsyad"
Alina hanya diam. Wajahnya sama sekali tidak melirik pada pria tua itu.
Matanya yang tajam hanya menyoroti neneknya dengan penuh tuntutan.
"Nenek kurasa kau sudah melakukan nya"
Kata Alina lugas. Bibirnya melengkungkan senyum yang tidak seperti senyum.
Menanggapi kelakuan cucunya itu. Ia hanya mampu tersenyum tak berdaya dengan hati yang menyimpan rasa luka untuk cucunya.
Setelahnya suasana ruangan menjadi hening. Bunyi jarum jam yang terus berputar, menggema di udara.
"Ekhem!"
Pria tua yang bernama Irsyad itu berdeham untuk memecah sedikit keheningan.
"Ini sudah larut! Cucu mu juga sudah ada disini. Kalau begitu aku pulang dulu"
Kata Irsyad sopan. Ia perlahan bangkit dari duduknya.
"Tapi kita belum memperkenalkan mereka?"
Memperkenalkan?
Merajut sepasang alisnya, Alina memiliki firasat buruk.
Malam ini ia di jemput oleh pria asing yang tidak di kenalnya. Melangkah dalam kamar rumah sakit, neneknya tampak sangat bersemangat membicarakan sesuatu dengan rekan lamanya.
Ini tidak akan menjadi kisah perjodohan antar kedua sahabat lama seperti yang ada di dalam drama atau novel romantis kan? Kebetulan ia sering mendengar cerita konyol seperti itu dari Maya.
Alina tidak pernah menonton drama ataupun membaca cerita romantis.
Tapi ia memiliki seorang sahabat yang sangat senang menceritakan hal-hal itu padanya. Itu adalah Maya yang sangat menyukai hal-hal manis seperti itu, yang baginya sangat memuakkan.
"Ah! Aku hampir saja lupa" Irsyad memukul jidatnya dan tertawa.
"Haha..kita sudah tua, itu sangat wajar"
"Sepertinya ia diluar, aku akan memanggilnya sebentar"
Setelah pria tua itu pergi.
Alina melemparkan tatapan intens pada neneknya.
"Apa ada sesuatu yang sedang nenek rencanakan?"
Mendengar pertanyaan cucunya, mata tuanya membulat takjub. Ia tidak akan pernah mengira cucunya akan begitu langsung.
"Iya"
"Apa itu?"
Wanita tua itu mengambil tangan Alina, merasakan telapak tangannya yang agak kasar tanda cucunya pekerja keras sejak kecil. Menurunkan tatapannya kebawah, ia merenungi kulit Alina yang putih bak mutiara. Perlahan jempolnya mengusap lembut permukaan punggung tangan cucunya.
Menerima perlakuan seperti itu, mau tidak mau Alina luluh. Tatapan nya yang sejak tadi penuh ketidakpuasan, perlahan melembut.
"Nenek sudah tua! Dan kau sudah berumur 28, tapi masih saja belum menikah. Nenek tidak mau kau menjadi perawan tua"
"Jadi?" Menaikkan salah satu alisnya, Alina bertanya.
Walau sebenarnya ia sangat mengerti kemana arah pembicaraan itu.
"Nenek berniat untuk menjodohkan mu dengan seorang pria mapan dan tampan. Bagaimana menurut mu?"
Alina baru saja membuka mulutnya untuk berbicara. Dan bersamaan dengan itu pintu terbuka memunculkan dua orang pria.
Itu adalah Irsyad yang sudah kembali membawa seseorang yang baru saja dilihat Alina.
Seorang pria mengenakan jas putih bersih yang kompatibel dengan kulit putihnya yang segar.
Wajahnya terpahat sangat menarik dengan sepasang alis yang tidak terlalu tebal dan juga tidak terlalu tipis, hidungnya mancung sangat menyenangkan mata, bibirnya yang tipis berwarna coklat agak keunguan. Dan sepasang matanya yang bewarna coklat itu berlawanan dengan rambutnya yang hitam pekat.
Alina dapat merasakan tatapannya yang terasa jauh dan kosong. Sekilas pria itu terlihat acuh tak acuh tapi di perhatikan lebih jauh, tampak seperti menyembunyikan tekanan dalam dirinya.
"Alina, kenalkan ini cucu ku Zayyad"
Irsyad memperkenalkan Zayyad padanya.
Alina hanya melirik sekilas. Menemukan Zayyad yang hanya diam. Pupil mata coklatnya tampak sedikit bergetar. Tak tau apa itu gugup atau tidak.
"Ah, Jadi ini adalah Zayyad yang kau ceritakan padaku? Dia sangat tampan! Bagaimana menurut mu Alina?"
Bibir tipis Alina berkedut.
"Em!" Alina mengangguk.
Wanita tua itu merasa senang dengan respon cucunya. Walau hanya mengangguk, tapi itu untuk membenarkan pernyataannya bukan?
"Aku memaklumi kondisi mata tua mu nenek"
Tapi siapa yang tau? Pernyataan Alina selanjutnya merusak harapan kecilnya.
Menolak untuk menyerah begitu saja. Wanita tua itu kembali berbicara. Kali ini ia ingin mencoba lebih jauh memuji Zayyad di hadapan Alina.
"Zayyad jadi kau seorang CEO muda di perusahaan keluarga mu sekarang? Ku dengar perusahaan itu sangat meningkat--"
"Kakek aku permisi!"
Tapi siapa yang mampu menebak? Zayyad memotong pembicaraan begitu saja. Tanpa basa-basi lebih jauh, ia mengangkat kakinya, terus keluar.
Alina sedikit terkejut melihat sikap acuh tak acuh pria itu terhadap neneknya.
Apakah pria itu juga sudah tau tentang rencana yang sudah di atur untuk mereka? Tapi tetap saja Alina membenci sikap tidak sopan nya.
"Erina maafkan sikap cu-"
Irsyad baru saja mengatakan maaf untuk mewakili cucu lelakinya yang tidak sopan. Ia belum menyelesaikan kalimatnya hanya untuk di sambut oleh gelak tawa Erina.
"Ha..ha..."
Alina yang melihat neneknya tertawa sedikit mengkerut kan dahi. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa neneknya tertawa. Apakah tadi itu cukup lucu untuk ditertawakan?
Pria yang bernama Zayyad itu tidak melakukan lelucon sama sekali. Ia dengan berani secara terbuka mengacuhkan neneknya.
Disamping neneknya yang terus saja tertawa.
Alina menggali kukunya lebih jauh kedalam daging. Mengetatkan rahangnya, ia berusaha keras mengontrol emosi kebenciannya.
"Erina kenapa kau mendadak tertawa?"
Irsyad yang merasa heran terus bertanya.
"Tidakkah keduanya mirip satu sama lain?"
Irsyad merenungkan kata-kata itu sejenak.
Ia memikirkan Alina yang acuh tak acuh terhadapnya dan Zayyad yang baru saja acuh tak acuh terhadap Erina.
'Apakah ini yang Erina maksud?' Irsyad bertanya dalam hatinya.
Alina yang mendengar perkataan neneknya tidak mampu lagi memendam gejolak emosi nya.
Sudah merasa sangat panas dan tidak ingin meledak di tempat itu. Alina pun segera berkata.
"Nek, aku ke toilet sebentar!"
___
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya