"Tangga darurat atau lift? Pikirkan baik-baik!" Setelah mengatakan nya, Zayyad kembali menekuni dokumen di tangannya. Alina yang melihat itu, bibirnya terus mengerucut. Mau di pikir berapa kali pun ia tak akan memilih di antara kedua hal itu. Tapi tidak mungkin kan ia bermalam di tempat ini lagi?
"Aku sudah memikirkannya nya!" Kata Alina. Ia menoleh pada pria itu, yang tampak sangat serius. Dahinya sama sekali tidak berkerut, tapi sorot matanya yang sedang membaca itu, tajam dan teliti. Alina tanpa sadar terpesona oleh pemandangan itu. 'Aku baru tau, seorang pria dapat begitu menarik di saat serius'. Itu adalah kali pertama baginya, memperhatikan seorang pria, sampai begitu terpikat. Itu karena ia tidak pernah menaruh perhatian pada pria manapun sebelumnya.
Masa mudanya ia lewati tanpa jatuh hati pada lelaki manapun. Ia tidak punya 'cinta monyet' dan tidak tertarik terlibat di dalamnya. Dulu ia belum begitu membenci pria, hanya saja ia t
Alina merebahkan tubuhnya ke ranjang. Menikmati empuknya bantalan lembut yang memukul kepalanya.Tatapan matanya terlihat sedih, percakapan tadi kembali terngiang di benaknya. "Ini adalah hal yang lumrah terjadi" "Maksud nenek?" "Dulu nenek mengira ini hanyalah ruam bintik merah biasa, tapi ternyata ini adalah gejala awalnya" Ketika wanita tua itu mengatakannya, mata tuanya terlihat suram. "Timbulnya bintik-bintik merah di bawah kulit nenek yang keriput ini adalah akibat dari pendarahan. Mungkin akan terus begitu selama penyakit ini--" "Nek!" Alina yang tak sanggup mendengarnya lagi, menarik wanita tua itu dalam pelukannya."Besok kita ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan" "Tidak!" Neneknya terus mendorong tubuhnya menjauh. "Nenek tidak mau!" "Tapi nek-" "Nenek ke kamar dulu! Mau istirahat" Alina m
Zayyad mengambil panci, meletakkannya di bawah pancuran air. Setelah penuh, ia mematikan keran. Dan membawa panci berisi air itu untuk di panaskan di atas kompor. Menarik nafas dalam-dalam, ia menghelanya perlahan. 'Sebenarnya apa yang wanita itu coba lakukan selarut ini?' Tanya Zayyad dalam hatinya. Ia sama sekali tidak dapat menebak jalan pikir wanita itu.Berjalan kearah kulkas, ia membuka pintu lemari pendingin. Lalu mengambil sebotol air. Sesaat, kata-kata kakeknya beberapa waktu yang lalu. Kembali terngiang di benaknya."Ingat, dalam diri kalian ini memiliki luka masa lalu yang tak jauh berbeda! Ini akan membuat kalian lebih memahami keadaan satu sama lain. Siapa tau dengan kalian bersatu seperti ini, kalian dapat menjadi penyembuh bagi satu dan yang lainnya"Menutup pintu kulkas, Zayyad tertawa kecil. "Pft! Penyembuh bagi satu dan yang lainnya, katanya? Aku tidak tau darimana kakek mendapatkan kepercayaan diri yang tinggi untuk
Saat ini mata Zayyad sudah di tutupi dengan penutup mata untuk tidur. Sedangkan kedua tangannya sudah memakai sarung tangan. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dimaksud wanita itu dengan ini. Perlahan ia menguap, rasanya ingin sekali ia segera berbaring di atas empuknya ranjang dan tertidur. "Kau tidak boleh tidur!" Seru Alina yang melihat pria itu menguap. "Em.." Sahut Zayyad, terdengar malas dan mengantuk. "Sekarang ayo pijit kaki ku!" Kata Alina yang sudah selesai merendam kakinya di air hangat. Saat ini ia sudah meluruskan kedua kakinya di atas ranjang. Menyingkap gaun tidurnya, ia mengoleskan obat yang di berikan Zayyad tadi padanya. Rasa menthol beserta aroma terapi pun menyeruak masuk ke hidungnya. "Jadi maksud mu ini adalah caranya agar aku tidak pingsan?" Tanya Zayyad sambil menunjuk matanya yang sudah mengenakan penutup mata warna hitam. Lalu mengangkat kedua tangannya ya
Baru saja beberapa hari berlalu setelah hari pernikahannya, tapi Alina sudah merasa sangat bosan. Ia bangun, makan dan tidur lagi. Sangat bertolak belakang dengan rutinitasnya sebelum ia menikah. Sebagai seorang wanita yang sudah memiliki tekad untuk tidak menikah, ia tentunya harus sibuk bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup. Tapi ia tidak pernah mengira, kelak akan menikah dengan seorang bos besar perusahaan dan menjadi nyonya besar yang tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup duduk santai dan menikmati hidup. Meskipun kehidupan seperti ini adalah dambaan setiap orang, tapi tidak untuknya. Ia seorang wanita yang mencintai pekerjaan dan kesibukan. Kehidupan seperti ini hanya akan membuatnya mati karena kebosanan. "Huft! Aku merindukan suasana kelas dan murid-murid ku" Katanya, sambil meletakkan gelas yang sudah ditenggaknya habis di atas meja. "Berapa hari lagi aku harus hidup membosank
Keesokan harinya, Alina mulai mengajar seperti biasanya. Mencatat materi yang diberikan nya di papan lalu menerangkan pada anak-anak didiknya."Apakah ada yang ingin bertanya?"Semua siswi menggeleng. Materi yang diajarkan Alina hari ini tidak terlalu sulit. Jadi wajar saja jika mereka sudah memahaminya. Setelah jam mengajar nya habis. Alina beranjak keluar dari kelas. Ketika ia tengah berjalan di lorong sekolah, seorang guru datang menghentikan nya."Bu Alina" Panggilnya sambil tersenyum sopan."Iya Bu Rika, ada apa?""Anda dipanggil keruang kepala sekolah"Alina terdiam sejenak dan berpikir. Kenapa tiba-tiba kepala sekolah memanggil nya?"Baik Bu Rika, saya akan segera kesana"Alina pergi keruangan nya untuk meletakkan buku-buku yang ia bawa. Lalu ia pun bergegas ke ruang kepala sekolah.Tok..to
"Alina, suami mu sungguh datang untuk menjemput mu kembali ke kota Y!"Maya berseru sedikit keras."CEO sibuk sepertinya punya waktu untuk menjemput mu?" Matanya berbinar menatap takjub dan sekaligus iri kepada Alina."Ah, kau baru saja pergi dari kota Z, tapi suamimu sudah tak tahan untuk menjemput mu! hi..hi.." Maya terus saja berceloteh dan terkikik.Wanita itu sama sekali tidak sadar, kata-katanya tadi sudah mengundang perhatian ribuan pasang mata kearah mereka.Alina menyadari bahwa anak-anak itu mulai menatap kearahnya. Ia tidak tahu harus bersikap apa. Menatap kosong ke wajah ceria Maya yang polos, ia tidak tahu harus marah atau menangis karena temannya yang satu itu."Apa? Jadi mobil keren itu adalah milik dari suaminya bu Alina""Suami Bu Alina datang menjemput nya kemari? Ah, itu sangat manis""Kalian dengar
Perjalanan dari kota Z ke kota Y terasa jauh lebih cepat karena menggunakan jalur transportasi udara. Mereka tiba di kota Y tepat pada sore hari. Karena nenek Alina sedang dirawat di rumah sakit, mereka pun bergegas ke sana. Setiba di rumah sakit, Alina segera menuju bangsal neneknya di rawat. Sedangkan Zayyad dan Bakri berjalan di belakang mengikutinya. Hanya saja karena Alina berlari, mereka pun tertinggal di lorong. "Pak, apa tidak masalah kita melakukan ini?" Melihat Alina yang sudah pergi. Bakri akhirnya dengan leluasa mengungkapkan kekhawatirannya terhadap bosnya. "Bagaimana jika Bu Alina tau bahwa anda adalah dibalik pemecatan kerjanya itu?" Zayyad yang sama sekali tidak mengkhawatirkan apapun menjawab dengan tenang. "Dia tidak akan tau". Bakri yang merasa tidak puas kembali bertanya. "Pak, sebenarnya kenapa anda harus melakukan ini? Bukankah seharusnya anda dapat tenang dengan Bu Alina tinggal jauh dari anda" Zayyad menghentikan langkahnya. Lo
Malam harinya, tepat setelah transfusi darah neneknya selesai. Dokter mengizinkan neneknya pulang untuk rawat inap di rumah. Di luar rumah sakit, sudah ada seorang supir yang menunggu mereka. Zayyad mengutus nya kemari untuk membawa mereka pulang ke vila. Sepanjang perjalanan, Alina dengan manja menyandarkan kepalanya di bahu neneknya. Matanya yang menatap ke depan, menerawang jauh pada percakapan antara ia dan Zayyad tadi sore di rumah sakit. Mengingat hal itu, sebuah pertanyaan pun terlintas di benaknya.'Apakah aku ini misandris?'Erina yang melihat cucunya kembali merasa sangat senang. Sepertinya Zayyad berhasil membujuk Alina pulang. Tangan tuanya pun mengelus kepala cucunya itu dengan lembut."Nenek senang Alin kembali"Alina yang tengah melamun itu, sama sekali tidak mendengar ucapan neneknya tadi."Alin!" Erina yang melihat cucunya seperti sedang memikirkan sesuatu