Alina baru saja selesai makan siang, setelah menyuapi neneknya makan yang sekarang sudah tertidur.
Berjalan ke sofa, ia berbaring santai dengan meluruskan kedua kakinya.
Mengambil ponselnya ia langsung menghubungi Maya untuk mengabari pernikahan nya yang akan di adakan dalam minggu ini di rumah sakit.
"Assalamu'alaikum"
"May, aku akan menikah dalam minggu ini"
"Aku serius!"
"Iya, aku sama sekali tidak bercanda"
"Dengan pria asing yang di jodohkan nenek ku"
"Aku sudah bertemu sekali dengan nya"
"Tidak! Biasa-biasa saja"
"Kau dapat mengambil cuti beberapa hari untuk menemani ku?"
"Terimakasih Maya!"
"Assalamu'alaikum"
Tepat setelah Alina mengakhiri panggilan.
Pintu kamar di buka seseorang. Yang mengejutkan Alina itu adalah asisten pribadinya Zayyad.
Merajut sepasang alisnya, Alina bertanya dalam diam. Untuk apa ia datang kemari?
"Nona Alina!" Sapa nya sopan.
"Em" Alina memainkan ponsel di tangannya menunjuk kan respon acuh tak acuh.Bakri tak tau apa salahnya, merasa sejak awal pertemuan. Alina selalu acuh tak acuh terhadap nya.
"Tuan Zayyad sudah menunggu anda di mobil"
Sepasang alis Alina terjalin erat. Bangun dari sofa, ia duduk tegak dan terus bertanya.
"Untuk keperluan apa?"
"Tuan ingin membawa anda ke toko perhiasan untuk memilih cincin pernikahan"
"Pilih saja apa yang menurutnya bagus! Aku ikut saja"
Dan Alina kembali memainkan ponselnya.
"Tapi ukuran jari anda?"
"Pandai-pandai dia saja!"
Balas Alina acuh tak acuh.
Bakri tak tau harus tertawa atau menangis. Sepertinya calon nyonya masa depannya bukan orang yang mudah untuk di hadapi.
Tepat ketika ia merasa tidak memiliki cara apapun lagi untuk membujuk wanita itu pergi. Mendadak suara wanita tua muncul menyelamatkan nya."Alin tidak boleh seperti itu! Cepat bangun dan pergi"
Alina tersentak menoleh ke arah ranjang. Menemukan neneknya yang entah sejak kapan bangun dari tidurnya. Padahal wanita tua itu baru saja tidur.
Detik itu mulutnya dengan refleks terbuka untuk menyatakan penolakannya. Hanya untuk kembali diingatkan oleh pesan dokter terhadap dirinya.
"Baiklah nek kalau begitu Alin pergi"
Dengan begitu Alina pergi mengikuti langkah Bakri keluar dari rumah sakit.
Alina melihat roll-royce hitam yang tidak lagi asing dimatanya.
Langsung saja melangkah ke pintu depan dan masuk hanya untuk segera di tahan oleh Bakri.
"Nona Alina silahkan duduk di belakang"
"Tuan mu bukannya menyukai keluasan?"
Tentu saja Alina tidak lupa dengan peristiwa malam itu. Karenanya ia langsung memilih untuk duduk di depan.
Tapi sekarang kenapa mendadak duduk di belakang?"Silahkan nona Alina!"Bakri hanya tersenyum sopan dan membuka pintu untuknya.
Karena pria itu menolak menjawab, Alina tidak terlalu peduli. Ia pun masuk kedalam mobil.
Saat itulah ia melihat seseorang sudah duduk memegang kemudi. Menyalakan mesin, mobil bergerak.
Alina refleks menoleh ke luar jendela mobil. Menemukan Bakri yang pergi menaiki mobil lain.
Akhirnya Alina mengerti kenapa ia harus duduk di belakang. Itu karena Zayyad mengemudi kan nya sendiri.
Sepanjang perjalanan situasi didalam mobil hening.
Alina memilih memainkan ponselnya untuk mengisi kekosongan.
Sampai akhirnya mobil berhenti di tempat yang di tuju. Mereka pun bergegas keluar.
Zayyad berjalan di depan dan Alina mengikuti dibelakang nya. Ia menatap tajam pada punggung pria di depannya.
Jika bukan karena neneknya, Alina tidak akan mau di jodohkan dengan pria asing itu.
Toko perhiasan tempat yang di pilih Zayyad adalah pusat penjualan perhiasan terbesar di kota Y.
Tempat ini di datangi oleh para pejabat, pengusaha dan orang kalangan atas lainnya.
Melangkah masuk kedalam.
Seorang wanita cantik langsung menyambut kedatangan mereka. Saat itulah Zayyad menghindar, melangkah jauh di belakangnya.
Wanita cantik yang baru saja menyapa mereka entah bagaimana merasa canggung. Alina hanya tersenyum sopan dan membuat wanita itu tampak lebih tenang.
"Tuan, nyonya apakah sudah memiliki reservasi sebelumnya atau-"
"Sudah"
Potong Zayyad terdengar tidak sabar.
Wanita cantik yang merupakan salah satu staf toko menjadi gugup. Ia seperti dapat merasakan ketidaksenangan Zayyad.
Alina yang melihat sikap Zayyad, merutuki pria itu diam-diam dalam hatinya.
"Baik kalau begitu silahkan"
Staf cantik tersebut dengan gugup mengantarkan mereka untuk duduk di sofa yang bewarna merah cerah.
Alina mengambil tempat duduk yang jauh dari Zayyad yang sepertinya juga melakukan hal yang sama.
Dua staf lainnya datang menuangkan teh untuk mereka. Setelahnya mereka pergi.
"Tuan Zayyad?"
Seorang pria menyapa mereka.
Tidak dingin seperti tadi, Zayyad tersenyum ramah menyambut nya dan mereka saling menjabat tangan.
"Ini adalah suatu kebanggaan karena anda bersedia mendatangi toko saya"
Jadi pria itu ternyata adalah pemilik toko perhiasan besar ini?
Pria itu langsung memerintahkan seseorang untuk membawa sesuatu.Seorang staf datang membawa sekotak perhiasan dengan berlian yang bermacam bentuk dan ukuran. Semua itu berkilauan menembus kaca kotak yang transparan.
Staf tersebut pergi dan pria itu meletakkan kotak tersebut di hadapan mereka.
"Ini adalah kumpulan cincin pernikahan terbaik dari toko kami seperti yang anda inginkan, silahkan di lihat"
"Pilih!" Kata Zayyad.
Alina mengkerut kan dahinya menoleh pada Zayyad. Pria ini berbicara padanya?
"Pilih!" Ulang Zayyad, tapi tatapannya tidak tertuju kearah Alina.
Itulah yang membuat Alina bingung. Ia ragu apakah pria itu berbicara padanya atau tidak?
Melihat gelagat pasangan di hadapannya itu. Manager toko tidak dapat menahan senyum. Ia pun dengan murah hati mengatakan pada Alina untuk memperjelas.
"Nona silahkan anda pilih"
"Oh!"
Alina pun mengambil kotak tersebut dan membukanya. Ia sedikit terkejut melihat betapa menawannya semua cincin-cincin itu.
Mereka semua sepasang dengan sedikit perbedaan bentuk antara milik pria dan wanita.
Pasti semua cincin itu berharga mahal. Tapi apa pedulinya? Bukankah bagus ia dapat menguras kantong seorang pria untuk pertama kalinya.
Memikirkan itu Alina tanpa sadar tersenyum picik.
Tatapannya jatuh pada cincin putih dengan berlian berbentuk hati merah gelap, nyaris seperti warna darah.
Alina pun mengambil cincin tersebut dan merasa tertarik mencobanya. Tepat setelah cincin itu tersemat di jarinya.
Manager toko menatap takjub kearah jarinya yang begitu cocok dengan cincin tersebut seakan memang di buat khusus untuknya.
Jemarinya yang lentik begitu halus dan bening bertemu dengan berlian bewarna merah darah seperti itu, entah bagaimana terlihat sangat kompatibel.
"Nona anda memilih yang terbaik dan sangat pas di jari anda" Puji manager toko.
Zayyad sama sekali tidak berniat melirik kearah Alina, hanya terus memainkan ponselnya.
"Cincin itu dibuat dengan artian khusus. Yang satu polos dan yang satunya lagi berlian berbentuk hati bewarna darah. Ini adalah tentang seorang pria yang tidak memiliki minat di dunia percintaan dan gadis yang baik hati yang bersedia memberikan hatinya sepenuhnya untuk membuat pria tersebut mengerti betapa indahnya cinta. Gadis tersebut sangat mencintai pasangan nya bahkan sampai rela berkorban untuk nya. Saya dengar tuan Zayyad menikah karena perjodohan? Nona anda telah memilih cincin yang sangat cocok"
Alina tidak pernah berpikir ternyata cincin juga memiliki artian khusus seperti itu.
Alina sama sekali tidak senang dengan arti dari cincin yang di pilihnya. Meskipun ia sangat tertarik pada cincin itu pada akhirnya Alina berniat untuk mencari yang lain.
"Tapi sayangnya aku kurang tertarik! Aku akan memilih yang lain"
Tepat ketika Alina mencoba menarik cincin itu dari jari manisnya. Cincin itu tidak dapat di lepas.
Alina mencoba menariknya lebih keras hanya menemukan cincin itu berpindah sedikit.
Mengerahkan seluruh tenaganya, cincin itu sama sekali tidak dapat di lepas. Alina melihat jari manisnya sudah merah karena ia begitu bersikeras melepas nya.
"Nona cincin yang kami rancang di buat khusus dengan ukuran jari yang pas. Jika seseorang mencobanya dan ternyata pas, itu tidak dapat di lepas lagi"
"Apa?"
Saat itulah Zayyad mengalihkan fokusnya dari ponsel, melirik ke Alina yang tampak bersikeras melepaskan cincin dari jarinya.
Wajah gadis itu entah bagaimana terlihat sedikit pucat dan jari manisnya sudah sangat merah.
"Kenapa anda tidak mengatakan nya sejak awal?"
Alina terlihat panik dan marah. Ia masih berjuang keras untuk melepas cincin itu dari jarinya.
"Err..r" Manager toko mendadak kehilangan kata untuk menjawab.
"Kami mengambil yang itu! Saya akan mengirimkan asisten pribadi saya untuk menyelesaikan pembayaran"
Alina tercengang.
Pria ini bersedia memilih cincin itu? Tapi bagaimana dengan nya? Ia sama sekali tidak bersedia.
Alina sama sekali tidak suka arti di balik cincin itu.
"Baik tuan Zayyad!"
Manager toko terlihat sangat puas dan senang.
Pada akhirnya mereka keluar dari toko dengan salah satu cincin yang sudah tersemat di jari Alina.
Harusnya cincin itu akan di kenakan setelah ijab kabul di lakukan. Tapi calon pengantin mana yang sudah memakai nya sekarang?
"Kenapa kau langsung memutuskan begitu saja?" Keluh Alina.
"Kau tau aku tidak berminat pada cincin ini dan hanya sekedar mencobanya"
Menyalakan mesin mobil, Zayyad terus menyetir dan mengacuhkan pertanyaan Alina.
Di acuhkan seperti itu membuat Alina marah.
'lihat! Betapa sombongnya pria ini'
'Dan neneknya menjodohkan nya dengan pria yang seperti ini?'
'Huh! Pria bagaimanapun tetaplah pria, makhluk yang memuakkan'
Menghela nafas berat, Alina mendengus kasar dan melempar pandangan nya keluar jendela mobil.
Dan Zayyad yang menyetir, sekilas melirik gelagat nya di kaca spion depan.
Sebenarnya kenapa ia langsung memutuskan untuk mengambil cincin tersebut.
Karena ia merasa sangat puas cincin itu sudah tersemat dan tidak dapat di lepas di jari Alina.
Dengan begitu ia tidak perlu memakaikan nya nanti pada saat setelah prosesi pernikahan mereka.
___
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya