Terkadang, ada beberapa hal yang terjadi cukup ajaib dan sangat diluar nalar. Tidak terprediksi bahkan pun tidak terbayangkan. Jika dipikirkan, maka akan menimbulkan tanda tanya— bagaimana bisa? Jika ditanyakan, akan membentuk pemikiran— Ini rasanya tidak mungkin. Barangkali hal seperti itu adalah hal yang lumrah terjadi dalam hidup, karena sejatinya kehidupan ini memiliki alur rahasia dan kejutannya sendiri.
Seperti kita yang tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada hari esok yang masih rahasia. Dan kejutan apa yang akan menyambut kita, ketika membuka mata di pagi hari yang baru.
Cahaya matahari yang menembus tirai kamar besar itu, menimpa wajah seorang pria yang tengah tertidur pulas. Merasakan silaunya, perlahan kelopak mata pria itu bergerak-gerak karena terganggu. Mengedipkan matanya beberapa kali, mata pria itu terbuka sempurna. Seorang wanita dengan rambut acak nya menyembunyikan sebagian wajahnya yang tirus, adalah hal pertama yang ia lihat.
Mungki
Terimakasih untuk para pembaca yang sudah membaca cerita sederhana ini. Dan terimakasih untuk kalian yang sudah memberikan vote untuk cerita yang penuh kekurangan ini. Salam sayang♥️ _Sifa Azz_
Alina berjalan mondar-mandir di sepanjang kamar besar itu. Memutar otaknya, Alina berpikir keras akan situasi yang baru saja terjadi. Menurutnya Zayyad yang gynophobic, dalam semalam berubah menjadi begitu berani terhadapnya, itu sangatlah tidak logis. Awalnya ia berspekulasi, barangkali ada kemungkinan Zayyad mengidap kepribadian ganda. Jika itu benar, wajar saja dalam semalam pria itu dapat berubah menjadi sosok yang berbeda. Akan tetapi setelah menilai sikapnya tadi, rasanya tidak juga. Lalu kalau begitu apa? Zayyad baru saja keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat segar dan penampilannya yang mengenakan jubah mandi longgar itu tampak begitu memikat. Melihat Alina yang berjalan mondar-mandir dengan tampang seperti memikirkan sesuatu. Zayyad pun memanggilnya. "Alina" Alina terus menoleh pada asal suara. Melihat Zayyad yang mengenakan jubah mandi longgar, memperlihatkan sedikit dada bidangnya yang sangat menggoda itu. Hawa panas menjalari kedua belah pipi
Alina sudah turun ke bawah, membawa jas putih dan dasi milik Zayyad. Berjalan ke ruang tamu, Alina melihat dua orang itu sudah duduk di sana. Mereka sama sekali tidak membicarakan apapun, membiarkan keheningan menyelimuti ruang tamu besar ini. Sesekali Zayyad hanya mengangguk tersenyum ke arah Erina, terlihat gugup dan takut seperti biasa. Sedangkan Erina hanya menatap Zayyad dalam diam, dengan tatapan yang penuh arti. "Zayyad ini jas dan dasi mu!" Alina datang memecah ruang tamu yang hening. Ia meletakkan jas dan dasi itu tepat di atas pangkuan Zayyad, lalu pergi duduk di sofa tunggal. Erina yang melihat itu, rasanya ingin menangis. Kenapa ia bisa memiliki cucu yang sangat tidak peka ini? "Terimakasih" Zayyad tersenyum dan bangun. Ia bersiap mengenakan jas putihnya hanya untuk di tahan oleh Erina. "Zayyad sebentar!" Cegah Erina, ketika melihat Zayyad yang akan mengenakan jasnya sendiri. Zayyad yang baru saja akan memasukkan tangannya ke dalam
Di dalam mobil, Alina duduk di bangku belakang. Zayyad yang menyetir, sesekali melirik kearah Alina yang masih terlihat muram dari kaca spion depan. Zayyad kurang lebih sedikit memahami, kenapa Alina tampak begitu murung karena perdebatan kecil tadi pagi itu dengan neneknya. Mungkin situasi itu tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah Zayyad alami dengan kakeknya. Pria tua itu selalu menasehatinya untuk menikah, sekalipun Zayyad ingin tapi itu tidak mudah untuk nya yang mengidap gynhophobia. Setelah menikah, pria tua itu terus mendesaknya untuk berada dalam kamar yang sama dengan Alina. Zayyad menentangnya dengan keras tapi kakeknya terus menekannya. Pada saat itu Zayyad sangat kesal dan tidak berdaya pada saat bersamaan. Walau Zayyad tau jelas, kakeknya bertindak begitu juga untuk kebaikannya. "Rasanya agak sedikit mengesalkan ketika seseorang memaksa kita melakukan sesuatu yang paling tidak kita ingin atau hindari" Ucap Zayyad, membuka topik pembicaraan. M
Bakri berdiri di lorong, menunggu salah seorang pelayan lewat. Beberapa pelayan sudah berlalu lalang di depannya. Diantara mereka ada yang mengurus kebersihan kamar, laundry dan selebihnya beberapa pelayan lain yang baru saja di panggil oleh penghuni kamar lainnya di lantai itu. Beberapa menit berlalu, seorang pelayan wanita datang mendorong kereta makanan.Akhirnya yang sudah lama ditunggu pun muncul."Apa kau akan membawa ini ke kamar 304?"Pelayan yang memegang pendorong kereta makanan itu, tampak gemetar gugup. "I-iya pak"Dari sekali pandang, Bakri langsung menangkap keganjilannya. "Berapa banyak wanita itu membayar mu?"Pelayan wanita itu membelalakkan matanya. "A-apa m-maksud bapak? Membayar apa? Saya bekerja sangat profesional di sini"Mata Bakri berkilat tajam, menekan pelayan wanita itu dengan tatapannya. Bibirnya yang berkedut, tersenyum samar. "Kenapa jawaban mu terkesan seperti ingin membuktikan sesuatu? Padahal aku hanya bertan
"Kenapa anda makan sedikit sekali?" Kalista mengambil tisu dan menyapu mulutnya yang berminyak. Gerakannya cukup anggun dan bermartabat. "Saya tidak terbiasa makan makanan yang bukan olahan rumah" Jawab Zayyad, nada suaranya terdengar kaku. "Ternyata benar dugaan saya, anda adalah pria rumahan yang sangat peduli akan pola hidup sehat. Karena itu lah saya sengaja memesan kan jus alpukat ini khusus untuk anda. Ini cukup baik untuk jantung" Kalista tersenyum, mempersilahkan Zayyad untuk meminum jus alpukat yang dipesannya. "Oh!" Zayyad hanya mengangguk pelan. Mengambil gelas jus alpukat itu, ia menempelkan di bibirnya. Menunjukkan tampilan seakan ia sudah mencicipinya sedikit. "Alpukat ini rasanya agak pahit!" Zayyad meletakkan gelas itu di atas meja. Kalista yang melihat itu berpikir, 'Apakah pria ini menyadari sesuatu?' "Ah..saya rasa alpukat yang di miliki dapur hotel ini sedikit buruk. Sayang sekali, mereka tidak begitu mendetil dalam
Berbagai percakapan antara Zayyad dan Kalista pun mulai terputar satu persatu. Kalista yang berusaha bangun dari lantai, matanya membulat terkejut ketika mendengar percakapan mereka sebelumnya terulang begitu saja. Ketika ia menoleh kearah Alina, melihat sebuah benda kecil ditangannya. Ia membelalakkan matanya dengan tatapan tak percaya. "Cepat tandatangani!" "Sebelum itu, masih ada satu hal lagi yang harus kau penuhi!" "Katakan!" "Tidur lah dengan ku!" "Saya pria yang sudah menikah! Tidak pernah menduga ternyata nona Kalista serendah ini" "Kau salah! Selera ku sangat tinggi dan berkelas" "Pria seperti mu ini cukup langka. Aku merasa tertarik mencoba melakukan 'itu' padamu" Tap! Alina mematikan alat perekam suara itu, tersenyum puas. Kalista dengan wajah memerah menahan amarah, mengulurkan tangannya untuk merampas benda kecil itu. Tapi Alina dengan cepat menyelipkan benda itu ke saku blus nya. "Tunggu aku di lounge, lan
Sehari setelah kejadian itu, Kalista benar-benar melakukan persyaratan yang diajukan Alina. Akhirnya berita panas tentang Bara yang tak berkompeten dan menganggap perusahaan hanyalah bank penghasil uang untuk ia bersenang-senang pun tersebar hingga di seluruh penjuru kota besar. Berita itu pun mulai merisaukan para invetaris dan pemegang saham. Rapat besar pun di gelar. Akhirnya dewan komisaris pun memutuskan untuk menurunkan Bara dari posisi direktur utama, menjadi kepala di divisi perencanaan. Itu jelas seperti pukulan berkali-kali lipat begitu berat bagi Bara. Bara yang berusaha keras untuk menggapai posisi CEO sampai mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk menjatuhkan Zayyad. Menemukan malah dirinya yang kembali jatuh berlipat-lipat kali lebih rendah dari posisinya sebelumnya. "Arghh..." Jerit Bara histeris. Ia dengan marah menyapu semua benda yang ada di meja kerjanya, hingga berjatuhan di atas lantai. Mengepalkan tangannya, ia menghantam
Alina perlahan bangun dari duduknya. Jika ia tidak bergerak sekarang, maka neneknya akan menasehatinya panjang lebar seperti biasanya. Alina terlalu malas menerima tekanan itu, karena saat ini ia hanya ingin bersantai. Jadi dengan terpaksa ia berjalan pelan mendatangi Zayyad. "Sayang...kau pulang awal hari ini?" Alina menarik kedua sudut bibirnya selebar mungkin, memaksa seulas senyum. Zayyad tidak bodoh untuk menyadari kalau itu hanyalah tipu muslihat Alina untuk menyenangkan hati neneknya. Tapi ia akan memanfaatkan situasi ini untuk lebih memastikan. Apakah benar kini Alina menjadi satu-satunya pengecualian? "Iya, aku pulang awal hari ini" Zayyad mengangkat tangannya dan memegang kedua belah pipi Alina lembut. Secarik senyuman terbit di wajah tampannya dan mata coklatnya menatap Alina hangat. Alina yang menerima perlakuan itu, membulatkan matanya terkejut. Ia dengan cepat mengangkat tangannya untuk menyingkirkan tangan Zayyad. Tapi Zayyad yang menya