Share

12. Mengantarkan Kotak Makan Siang

Alina akhirnya dengan terpaksa pergi keluar vila hanya untuk mengantarkan makan siang untuk Zayyad. Bahkan neneknya juga berpesan padanya untuk menunjukkan bukti bahwa ia sudah mengantarkan makanan itu kepada Zayyad.

Alina sungguh ingin menghantuk kan kepalanya ke dinding.

'Sebenarnya yang menjadi cucunya itu aku atau Zayyad?'

"Bu, apakah anda ingin keluar?"

Alina melihat seorang pria mendekatinya, moodnya yang buruk semakin menjadi-jadi.

"Ada apa?" Tanya Alina ketus.

Pria tersebut menjadi gugup, menemukan sikap tidak bersahabat Alina. Ferdi yang sedang menyapu halaman, sekilas melihat pemandangan itu. Ia terus menggeleng kan kepalanya tak mengerti.

'Padahal Bu Alina terlihat sangat lembut dari luar, tapi kenapa kenyataannya tidak?'

"Saya supir yang di utus pak Zayyad untuk ibu. Kemanapun ibu pergi, saya dapat mengantar"

Jadi Zayyad sungguh memperkerjakan supir pribadi untuk membawanya pergi kemanapun?

Seandainya saja ia bisa mengendarai mobil. Mungkin ia hanya memerlukan mobil dan tidak butuh supir. Terlebih lagi itu adalah seorang pria.

"Antarkan saya ke perusahaan pak Zayyad"

"Baik bu"

Supir tersebut mempersilakannya naik kedalam mobil dan bergegas menuju ke perusahaan Zayyad yang letaknya lumayan jauh dari vila. Memang lokasi vila milik Zayyad agak jauh dari kota.

Setelah beberapa puluh menit perjalanan. Akhirnya Alina sampai di depan sebuah perusahaan yang sangat besar dan megah. Gedung bertingkat, yang entah berapa lantai di dalamnya.

Ketika Alina melangkahkan kaki kedalam. Ia segera menjadi pusat perhatian. Karena perusahaan besar itu sangat jarang kedatangan tamu wanita.

Alina mengacuhkan mereka semua dan berjalan ke meja resepsionis.

"Permisi bu, apakah ada yang bisa saya bantu?" Sapa seorang pria yang menjaga meja resepsionis.

Alina melihat seorang pria yang menyambutnya di tempat ini, terus mendengus kesal.

'Bahkan sampai di perusahaan pun orang pertama yang menyambut ku adalah pria?'

"Saya ingin keruangan Zayyad"

Pria tersebut sangat terkejut ketika mendengar Alina menyebutkan nama CEO mereka begitu langsung.

"Apakah anda sudah memiliki janji khusus sebelumnya dengan pak Zayyad?"

"Saya istrinya, apakah perlu janji temu?"

Pria itu memandangi Alina beberapa saat. Ia tau bahwa CEO perusahaan mereka di kabarkan baru saja menikah. Hanya saja ia tidak tau siapa istri CEO mereka itu. Karenanya ia merasa ragu dengan wanita berhijab di depannya. Bagaimana jika wanita di hadapannya ini berpura-pura mengaku sebagai istri CEO mereka?

"Maaf, tapi saya tidak bisa percaya begitu saja jika anda adalah istrinya pak Zayyad"

"Jadi anda meragukan saya?"

Pria itu perlahan mengangguk.

"Baik!"  Ucap Alina santai sambil mengeluarkan ponselnya.

"Saya akan menelpon Zayyad sekarang untuk memecat karyawan yang bahkan tidak kenal istri CEO mereka sendiri"

"Jangan bu!" Seru pria penjaga meja resepsionis itu dengan raut wajah panik. Mendengar ancaman Alina, tentu saja ia menjadi takut. Bagaimana jika di hadapannya ini sungguh istri dari CEO mereka?

Melihat responnya, Alina tersenyum puas. Dalam hati ia merasa bangga karena berhasil menggertak seorang pria hari ini.

"Seseorang!" Pria tersebut terus menghentikan sembarang orang acak.

"Tolong antar kan ibu ini ke ruangan pak Zayyad"

"Baik!"

Alina merasa sangat kesal. Kenapa harus pria lagi?

Apakah di perusahaan besar ini sama sekali tidak memiliki karyawan wanita di dalamnya?

Tiba-tiba Alina teringat pembicaraannya dengan Maya lewat telepon semalam. Maya sempat mengatakan bahwa perusahaan PT Jaya Sejahtera seratus persen karyawan yang bekerja didalamnya adalah seorang pria.

"Silahkan Bu, lewat sini"

Sopan pria itu memberi jalan pada Alina. Lalu mereka berjalan kearah lift. Alina sebenarnya claustrophobic, akan tetapi itu tidak begitu parah sampai ia tidak berani menggunakan lift.

"Ruangan Zayyad ada di lantai berapa?"

"Lantai 50, khusus untuk CEO"

Zayyad di kenal sebagai bos besar yang sangat tertutup. Di lantai 50 itu sudah seperti wilayah pribadinya karena memang tidak ada sembarang karyawan yang boleh mendatangi tempat itu kecuali memiliki keperluan khusus. Itupun mereka harus melaporkannya lebih dulu kepada asisten yang merangkap sekretaris pribadinya, Bakri.

"Khusus? Kalau begitu cukup antar saya sampai disini"

Karena Alina sudah berkata demikian, pria itu hanya mengangguk dan pergi. Alina terus masuk kedalam lift. Menekan tombol 50.

Ting! Pintu lift tertutup rapat.

Meskipun claustrophobic yang Alina derita tidak begitu parah. Tetap saja ia masih merasa sedikit gelisah jika terlalu lama berada di tempat sempit dan tertutup. Salah satu kakinya mengetuk-ngetuk lantai, merasa tidak sabaran menanti pintu lift terbuka.

Ting! Pintu lift terbuka.

Alina bergegas keluar dari lift sembari menghela nafas lega. Setelah mendapatkan oksigen baru di tempat terbuka, ia merasa lebih baik.

"Bu Alina"

"Astaghfirullah"

Alina hampir saja jatuh karena terkejut.

"Maaf Bu! Saya tidak bermaksud—"

"Kenapa kamu seperti penampakan makhluk halus? Mendadak muncul begitu saja" Gerutu Alina kesal.

"Maaf Bu, karena sudah mengagetkan anda"

Bakri mendapatkan perintah dari Zayyad untuk membawa Alina ke ruangannya.

Resepsionis baru saja melaporkan bahwa seseorang datang mengakui sebagai istri CEO mereka.

Setelah Bakri melihatnya ternyata itu benar.

"Bu, ada perlu apa anda kemari?"

Mendengar pertanyaan Bakri, Alina semakin bertambah kesal.

'Dipikirnya aku mau melangkah kemari kalau bukan karena nenek?'

"Memangnya saya berkewajiban untuk memberitahu mu?"

"Maaf Bu, bukan itu maksud-"

"Cepat antarkan aku keruangan Zayyad"

Bakri merasa sangat kesal. Kelakuan Alina yang angkuh semakin terasa menyebalkan semenjak menyandang status istri Zayyad, bosnya.

'Kenapa bosnya itu harus di takdir kan dengan wanita seperti ini?'

"Baik bu, silahkan"

Bakri mengulas senyum terpaksa, membawa Alina pergi pada sebuah pintu.

Tepat ketika pintu di buka, Alina langsung di sambut dengan pemandangan seorang pria tampan berjas putih bersih, duduk dengan tegap memperhatikan map yang ada ditangannya.

"Bakri tinggalkan kami berdua" Titah Zayyad, tanpa memalingkan wajahnya yang menunduk memperhatikan map di tangannya.

Sikap Zayyad yang sangat serius itu, membuat Alina nyaris saja tersihir dengan betapa tampannya dia...

"Baik pak!"

Bakri pun keluar dan menutup pintu. Tinggal lah Alina dan Zayyad di dalam ruangan.

"Nenek menyuruh ku untuk mengantarkan makan siang untuk mu"

"Letakkan saja di meja kopi" Jawab Zayyad yang masih fokus sama pekerjaannya.

Alina berjalan ke meja kopi dan dengan santai duduk di sofa. Menyadari Alina yang sepertinya tidak berniat pergi, Zayyad mengerutkan dahinya.

"Apa ada hal lain?" Tanya Zayyad sembari membalikkan halaman map yang sedang dibacanya.

"Nenek tidak mengizinkan ku pulang sebelum melihat mu menghabiskan makanan ini"

Tangan Zayyad yang memegang map menegang.

"Dan aku juga harus mengambil rekaman mu yang memakan habis makanan ini dan menunjukkannya ke nenek sebagai bukti kalau aku sudah menjalankan tugas ku..." Terang Alina.

Zayyad menutup map di tangannya, menoleh kearah Alina "Apakah harus?"

"Kau pikir aku mau melakukan hal konyol ini jika bukan karena nenek? Cepatlah menurut saja. Jika kali ini kau tidak bekerja sama, maka jangan salah kan aku karena juga menolak bekerja sama dengan mu"

Zayyad merajut sepasang alisnya, tatapannya berubah menjadi tajam, "Maksud mu?"

"Jangan salah kan aku jika membocorkan rahasia terbesar mu pada publik kalau kau itu sebenarnya-"

"Cukup!"

Zayyad akhirnya berdiri. Mata coklatnya sekilas melempar tatapan membunuh pada Alina.

Alina mengerutkan bibirnya nyaris ingin tertawa mengejek, 'Menatap diriku seperti itu, pelukan ku semalam saja dia sudah hampir pingsan!'

Zayyad berjalan ke sofa tunggal dan duduk.

Alina tau pria itu menjaga jarak darinya.

Zayyad mengambil kotak nasi yang Alina bawa dan membukanya. Tepat ketika ia mengambil sesendok suapan ke dalam mulutnya. Kunyahan pertama, hampir membuatnya ingin muntah, "Makanan apa ini?"

Itu sangat asin, nyaris seperti memakan sesendok garam.

Alina melipat bibirnya rapat, menahan tawa yang hampir saja meledak.

Zayyad menatap nanar ke kotak makanan di tangannya, "Kau sengaja melakukannya?"

"Sengaja atau tidak, peraturannya tetap sama! Kau harus menghabiskan makanannya atau-"

Zayyad dengan terpaksa mengambil sesendok makanan itu lagi ke mulutnya. Bahkan kali ini tangannya bergerak sangat cepat, berusaha keras untuk segera menghabiskan makanan itu.

Zayyad sama sekali tidak sadar kalau Alina sedang merekamnya sembari terkikik kecil.

Aksi seorang bos besar di depannya itu sungguh sangat menghibur.

"Selesai!" Zayyad meletakkan kotak nasi yang sudah kosong di atas meja.

"Ugh"

Menutup mulutnya Zayyad bergegas ke kamar kecil.

"Pfft.."

Detik itu Alina sudah tidak mampu lagi menahan gelak tawanya.

___

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status