"Mama kenapa sih, benci banget sama Diana. Dia itu salah apa sih sama mama? Suka heran deh!" kesal Dani pasa akhirnya karena merasa tidak tahan dengan ibunya yang masih saja hobi menjelek-jelekkan istrinya. Halimah berdecak kesal. Dia tidak menyukai jika Dani selalu saja membela Diana. "Awas saja kalau kau berani mendekat Diana, siap-siaplah untuk melihat mayat mama keluar dari rumah kita!" Ancam Halimah dengan penuh amarah. Sementara Dani makin frustasi dengan kelakuan ibunya yang seperti setan di telinganya. Karena selalu menghembuskan keburukan dan menginginkan perceraian nya dengan Diana. Entah apa yang ada di dalam pikiran wanita paruh baya itu. Kenapa dia tidak menginginkan kebahagiaan anaknya sendiri? Aneh sekali! Dani sejak tadi hatinya sudah panas melihat Diana yang terus bersama dengan lelaki lain. Gesture tubuh mereka menunjukkan bahwa hubungan diantara mereka bukanlah hanya sekedar teman biasa seperti yang selalu diagungkan oleh mereka.Dani mengepalkan kedua tangannya.
Hendry menegang saat melihat istrinya kini berjalan mendekat padanya dengan wajah garang dan penuh emosi. Diana hanya tersenyum penuh kemenangan melihat Marissa yang kini bahkan telah di jambak rambutnya oleh Hamidah. Wanita cantik yang baru saja mengetahui kecurangan suaminya atas bantuan Diana yang mengirim undangan dan foto-foto kebersamaan Marissa dan suaminya."Eh, kurang ajar! Apa yang kamu lakukan sama aku? Lepas!! Mas Hendry! Tolong aku Mas. Kenapa kamu diam saja melihat aku dianiaya oleh perempuan ini?" rengek Marissa dengan suara menghiba.Hendry memilih mendekati Hamidah alih-alih menolong Marissa dari amukan sang istri."Sayang, udah dong! Malu dilihatin orang lain!" Akan tetapi Hamidah tidak memperdulikan semua perkataan Hendri. Dia terus saja menyerang Marissa dengan membabibuta dan mempermalukannya di hadapan semua tamu yang ada di pesta itu.Setelah puas Hamidah mendekati Diana dengan nafas ngos-ngosan."Terima kasih ya, Jeng! Karena sudah memberikan informasi kepada
"Marissa? Astaga! Kenapa mereka tega sekali sama kamu?" Hendry yang merasa iba kepada Marissa akhirnya menolongnya untuk keluar dari semak. Dia memakaikan jas miliknya ke tubuh Marissa. Hatinya tiba-tiba merasa iba kepada wanita itu."Kenapa nasib kita sama kayak gini? Dibuang dan dicampakkan setelah melakukan kesalahan. Marissa, apakah ini tanda kalau aku akan bersama kamu?" monolog Hendry yang membopong Marissa menuju sebuah kursi yang ada di taman.Dia menyenderkan tubuh Marissa dan memeluknya. Hendry berkali-kali mencoba untuk memeriksa. Apakah Marissa masih hidup ataukah sudah meninggal. Dia merasa lega karena nafas wanita itu masih ada walaupun masih tak beraturan.***Dari kejauhan terlihat Hamidah terus memperhatikan mereka. Ada air mata yang menetes di kelopak matanya. Cemburu? Entahlah! Hamidah merasa sudah mantap untuk menggugat sang suami yang secara terang-terangan lebih memilih wanita selingkuhan dia. "Bu, kita mau tetap disini? Apa kita mau jemput tuan? Ini sudah malam,
Hamidah begitu murka mendapatkan laporan dari anak buahnya yang terus dia perintahkan untuk mengikuti suaminya yang pergi bersama dengan Marissa. "Kurang ajar! Dia rupanya sudah memutuskan untuk memilih perempuan sundal itu dan meninggalkan keluarga ini. Ok! Fine! Aku akan mengabulkan keinginanmu dengan mengajukan gugatan perceraian dan menjadikanmu kembali miskin seperti dulu!" seng Hamidah yang benar-benar merasa murka dengan kelakuan suaminya yang sudah tidak bisa lagi di tolelir seperti sebelumnya.Hamidah kemudian menghubungi pengacaranya. Dia benar-benar sudah mantap akan berpisah dengan Hendry yang sudah membuat hatinya sangat kecewa. Dia tidak bisa lagi memaafkan lelaki itu ketika melihat semua foto-foto yang dikirimkan oleh detektif yang dia sewa melalui emailnya."Kurang ajar! Rupanya dia memang sudah tidak memandangku lagi sebagai istrinya. Buktinya dia bukannya pulang kemari malah pergi ke hotel bersama dengan perempuan kurang ajar itu!" monolog Hamidah kesal luar biasa.
Dani menatap nanar surat panggilan pengadilan yang ada di tangannya. Dani benar-benar tidak percaya kalau Diana benar-benar tega melakukan itu terhadapnya."Kenapa dia benar-benar mengunggatku ke pengadilan? Padahal aku sudah mengatakan padanya bahwa aku ingin mempertahankan rumah tangga kami." Monolog Dani yang merasakan tubuhnya begitu lemas ketika membayangkan dirinya akan kehilangan Diana untuk selamanya.Dani kemudian langsung bangkit dari tempat duduknya dia berniat untuk mencari Diana di ruangan direksi. Dani membeku di tempat saat melihat Diana yang begitu akrab dengan Bryan yang tampaknya sekarang sudah menjadi rekan bisnisnya. Kecemburuan sontak masuk ke dalam relung hati Dhani yang membuatnya menjadi gelap mata."Jadi karena ini, huh? Makanya kamu tetap saja melayangkan gugatan perceraian untukku? Walaupun aku sudah ribuan kali memohon padamu untuk memaafkanku!" sengit Dani dengan suara gemetar dan kedua tangan yang mengepal sempurna.Dani sudah tidak bisa berpikir jernih l
Dani kembali ke rumahnya dengan lesu. Dia kesal saat melihat ibunya yang langsung mencecar dirinya dengan begitu banyak pertanyaan yang membebani dirinya."Kenapa kamu jam segini sudah pulang? Bukankah seharusnya kamu masih sibuk bekerja di kantor?" Tanya sang Ibu sambil menatap wajah kusut Dani.Dani meletakkan barang-barang yang tadi telah dilemparkan oleh security kepadanya. Ketika dia meminta tolong kepada lelaki paruh baya itu. Dulu ketika dia masih bekerja di sana selalu menghormatinya dan menghargai dia. Tadi ketika berhadapan dengannya tampak begitu jijik dengan dirinya.Dani merasa kesal luar biasa atas perubahan nasibnya yang terlalu drastis. "Jawab Dani! Kenapa kamu dari tadi diam saja?" Tanya sang ibu dengan tidak sabar.Dani melotot ke arah ibunya karena benar-benar merasa terganggu dengan kecerewetannya."Sekarang mama puas melihat kehancuran hidupku?" tanya Dani dengan menatap mata sang ibu yang begitu terkejut melihat anaknya mengatakan hal-hal kasar terhadapnya dengan
Diana saat ini sedang ada di sebuah butik bersama putrinya yang besok akan ulang tahun. Kebetulan ulang tahun Raisa hampir sama waktunya dengan Andien, putri dari Marisa hasil pernikahannya bersama almarhum Mahesa yang sudah meninggal empat bulan yang lalu karena kecelakaan fatal saat dia pulang dari luar kota."Mah, kenapa Papa tidak ikut bersama kita untuk membeli gaun untuk pestaku besok?" tanya Raisa dengan raut wajah sedih."Raisa ingin sekali, Mah. Kita bertiga sibuk mengurus pesta ulang tahunku. Tapi, Papa jauh lebih sibuk untuk mengurus keluarga Tante Marisa dari pada kita berdua." Raisa menunjukkan kesedihan di wajahnya yang membuat Diana semakin kalut hatinya.Diana terhiris hatinya mendengar putrinya yang sedang merindukan ayahnya. Dani saat ini sedang mengadakan pesta ulang tahun Andien di mall dengan mertuanya dan juga Marisa.'Kamu jahat sekali, Mas. Kamu jauh lebih mementingkan Andien dari pada Raisa, anak kamu sendiri.' batin Diana merasakan perih.Hati siapa yang tak
Dani akhirnya memutuskan untuk pergi bersama dengan Marisa. Karena Marisa terus saja merajut dan tidak mau di tinggalkan olehnya.Sepanjang kegiatan berbelanja, hati Dani amat kalut. Dia terus memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh Diana sebelum meninggalkan tempat parkiran. Marisa tahu kalau Dani saat ini sedang memikirkan soal Diana, tetapi Marisa tidak peduli dengan itu semua baginya yang penting Dani saat ini bersamanya.Marisa ingin Dani hanya menjadi miliknya saja. Tanpa sepengetahuan Diana, Dani dan Marisa ternyata sudah menikah siri dengan disaksikan oleh ibu mertuanya. Selepas masa iddahnya selesai beberapa waktu yang lalu."Mas, Kamu kenapa sih melamun terus dari tadi? Aku juga istri kamu, Mas! Andien itu juga anak kandungmu. Pantas kalau kamu mengutamakan dia. Andien itu anak pertama kamu, Mas! Jadi kamu tidak boleh berat sebelah begitu. Selama bertahun-tahun Raisa menerima semua cinta yang begitu besar darimu. Sementara Andien? Dia harus selalu menanggung kebencian dari