Diana menatap putrinya yang telah terlelap. Hatinya sakit melihat Dani yang lebih mementingkan Andien daripada Raisa, putri mereka. Ketika Diana mendengar suara mobil, Diana memilih untuk memejamkan matanya dan memeluk putrinya.
Diana malas untuk ribut dengan suaminya untuk hal yang sama setiap waktu. Diana memilih untuk diam dan tidak memperdulikan suaminya. Diana sudah sampai pada titik terlelah hidupnya bersama Dani."Sayang? Kalian sudah tidur?" Dani membuka pintu kamar Raisa. Dia melihat Diana yang terlihat memejamkan matanya sambil memeluk putri kesayangan, ya. Dulu sebelum dia tahu kalau Andien juga anaknya, Dani begitu sayang pada Raisa dan selalu memanjakan Putri kecilnya dengan cinta yang melimpah.Dani mencium kening kedua wanita yang telah banyak dia sakiti untuk membahagiakan Marisa dan Andien. Wanita yang pernah hadir di masa lalunya, namun kini memaksa masuk kembali ke hidupnya dan mengacaukan segalanya."Maafkan Papa, sayang! Papa janji, setelah menyelesaikan masalah disini, kita sekeluarga akan kembali ke luar negeri dan hidup dengan damai disana!" janji Dani sambil terus meminta maaf pada Raisa. Suara pelan Dani masih bisa Diana dengar sebelum Dani meninggalkan mereka di kamar yang dulu pernah menjadi tempat favorit untuk Dani melepaskan lelahnya setelah seharian bekerja.Diana meneteskan air matanya karena hatinya begitu perih. "Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan sekarang? Rasanya berat sekali harus berbagi suami dengan wanita lain. Sakit sekali, ya Allah!" Diana menangis dalam diam.Sementara itu Dani saat ini sedang berada di kamar mandi dan bersiap untuk tidur. Tubuhnya lelah sekali setelah acara ulang tahun yang diselenggarakan oleh Marisa yang mengundang begitu banyak tamu. Dani sampai merasa tidak enak saat bertemu dengan rekan kerjanya yang bertanya perihal istri sah dan anaknya yang tidak ada di sana."Marisa semakin di turuti kemauannya, semakin banyak yang dia inginkan dariku. Ah, aku harus bagaimana saat Diana tahu hubungan kami yang sebenarnya?" Dani terlihat begitu frustasi memikirkan masa depannya bersama Diana dan Marisa yang terancam hancur berantakan gegara kelakuan Marisa yang tidak mau melepas dirinya untuk menghabiskan waktu bersama Diana dan Raisa.Dua wanita yang telah hadir dalam hidupnya dan memberikan warna tersendiri untuk dirinya. Marisa dengan sejuta pesona yang selalu sukses membuat Dani ketar-ketir. Wanita masa lalu yang masih sanggup menggetarkan hatinya.Tapi Dani sangat tahu kalau Marisa bukanlah tipe wanita yang bisa dijadikan sebagai masa depannya untuk meraih surganya Allah. Marisa hanya tahu kesenangan dan poya-poya. Dani sejak tadi terus menatap ponselnya. Di mana saldo tabungannya mulai menipis setiap hari.Ada saja yang selalu di minta oleh Marisa dan Andien yang sulit di tolak olehnya. "Tabungan yang susah payah dikumpulkan olehku dan Diana selama bertahun lamanya. Hanya dalam sebulan hampir kosong gegara Marisa dan Andien. Ya Allah! Apa yang harus kulakukan sekarang?" Dani meratapi nasib saldo rekening miliknya yang sekarat total gegara perbuatan Marisa yang selalu merongrong dirinya.Karena kepala yang pusing dan otak yang suntuk, Dani lebih memilih untuk pergi ke balkon kamarnya dan merokok di sana. Salah satu spot terbaik dan selalu menjadi tempat favoritnya ketika dia merasa sesak nafas karena masalah hidupnya yang dia cari sendiri. Cari penyakit!!!Diana sangat hapal dengan kebiasaan suaminya ketika suntuk. Diana memilih untuk meninggalkan Dani dan membiarkan lelakinya merenung sendiri di sana dengan rokok dan alkohol yang tampaknya dibeli oleh suaminya dalam perjalanan pulang ke rumah.Dani tampaknya tidak menyadari kalau rekeningnya berapa hari yang lalu sudah ditarik oleh Diana tanpa sepengetahuan Dani. Dani terlalu sibuk untuk membahagiakan Marisa dan Andien sampai tidak menyadari kalau ATM dia sudah di ambil oleh Diana dari dompetnya.Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dia langsung mengembalikan ATM itu ke dompet suaminya agar Dani tidak curiga. Diana tidak rela uang yang susah payah ditabung demi masa depan Raisa habis karena Marisa dan Andien.Dani sendiri selama ini selalu melakukan transaksi menggunakan m-banking yang berada di ponselnya. Jarang menggunakan ATM yang dia selalu bawa di dompetnya.Diana memilih pergi ke mushola yang ada di rumahnya dan melakukan salat tahajud. Diana ingin mengadukan masalah hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Diana tidak sanggup untuk mengadukan kesedihannya kepada neneknya yang sudah tua.Kedua orang tua Diana sudah lama pergi meninggalkannya tanpa kabar berita. Diana sendiri tidak tahu bagaimana kabar mereka berdua sekarang. Sejak dia bisa mengingat sesuatu kedua orang tuanya sudah meninggalkannya bersama neneknya.Diana bahkan sampai tertidur karena saking lelahnya dia memikirkan begitu banyak masalah yang hadir di dalam hidupnya sejak dia dan Dani kembali dari luar negeri dan menetap di Indonesia. Semua masalah seakan silih berganti.Dani juga terlihat tertidur di balkon. Mereka berdua sama-sama dipusingkan dengan masalah hidup mereka dengan cara yang berbeda untuk melampiaskannya.Dani terlihat mabuk dan kehilangan kesadaran. Diana terlelap setelah puas mengadu pada Rabb-nya yang maha segalanya di atas sajadah panjang yang membentang di seperempat malam yang syahdu dengan air matanya.Keesokan harinya, pembantu yang membangunkan Diana untuk salat shubuh. Diana tersentak ketika mendapatkan dirinya ternyata tertidur di mushola tanpa ada yang membangunkannya. "Dimana Tuan Dani?" tanya Diana pada pembantunya."Dia keliatannya masih di balkon, Nyonya!""Apakah Tuan Dani sudah bangun?" tanya Diana sambil mengerjapkan matanya yang terasa masih berat karena kantuk dan pusing."Belum tahu, Nyonya. Saya belum melihat Tuan Dani turun dari kamarnya. Apa perlu saya bangunkan juga, Nyonya?" tanya Bi Esih kepada Diana yang masih belum sadar sepenuhnya dari kantuk."Biarkan saja, Bi. Nanti juga bangun sendiri kalau dia sudah merasa puas dengan tidurnya." ucap Diana agak cuek.Diana membereskan mukenanya dan bersiap untuk mengambil air wudhu kembali dan melakukan sholat shubuh.'Kenapa susah-susah membangunkan Mas Dani? Begitu bangun malah langsung melayani Tuan Putri Marisa dan anaknya. Biarkan saja Mas Dani tidur dan membiarkan wanita gatal itu marah-marah.' Seringai jahat muncul di wajah Diana yang hatinya seakan mati karena perbuatan suami dan ipar jahatnya.Permasalahan dalam rumah tangganya benar-benar sudah merubah Diana menjadi wanita yang baru. Jiwa psikopatnya meronta minta melampiaskan kepada orang yang sudah menyakiti hatinya dan putri kecilnya.Diana memilih untuk membantu Bi Esih dan pergi memasak di dapur. Setelah dia selesai dengan kewajiban paginya sebagai seorang muslim yang taat.Diana sudah lupa bagaimana kehangatan di rumah itu telah pergi begitu lama. Tidak ada canda tawa lagi yang menghiasi pagi mereka seperti saat mereka tinggal dan menetap di luar negeri.Sekarang mereka lebih banyak berdebat dan bertengkar untuk merebutkan hal yang sama setiap hari. Dani sampai jam 9 masih saja belum juga bangun dari tidurnya. Tetapi Diana melarang Bi Esih untuk membangunkannya.Diana tersenyum saat melihat Marisa yang terus menelpon dan mengirimkan pesan berantai ke nomor suaminya. Diana tidak ada keinginan sama sekali untuk membuka ataupun mengangkat telepon itu apalagi membangunkannya Dani untuk bekerja.Hati Diana rasanya sudah kebas untuk berurusan dengan mereka berdua dan memilih untuk cuek dan tidak peduli.Sekitar jam 10, saat Diana sedang asyik menulis untuk melanjutkan ceritanya di laptop, terlihat Dani dengan penampilan acak-acakan dan sangat kacau duduk di meja makan."Yang, kamu kok tega banget sama aku dengan tidak membangunkanku? Aku telat berangkat ke kantor hari ini, padahal ada meeting dengan orang penting di perusahaan." Dani terlihat kesal dan gugup."Marisa yang Mas maksud sebagai orang penting?" tanya Diana dengan nada sinis sambil berlalu meninggalkan suaminya yang tampak bengong."Apa maksud kamu, Yang?" tanya Dani tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Diana. Diana memilih meninggalkan Dani yang sedang sarapan dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Diana bisa melihat raut wajah frustasi yang diperlihatkan oleh Dani. Seketika terbit senyum penuh kemenangan di wajah cantiknya. Sepintas lalu Diana bisa mendengarkan suara Marisa sedang mengomel panjang lebar ditelepon saat Dani menelpon dia dan meminta maaf karena tidak menjemputnya. "Dasar perempuan aneh! Sungguh di luar nurul dan fikri, wanita kurang ajar! Aku istri sahnya saja tidak pernah memarahi suamiku seperti itu. Wanita lancang!" monolog Diana yang mulai merasa terganggu dengan kelakuan Marisa di pagi hari. Marisa sukses merusak mood Diana pagi itu yang susah payah dia bangun sejak tadi. "Maafkan aku! Tadi malam aku terlalu banyak minum sehingga aku bangun kesiangan. Tidak tahu ada apa dengan Diana, dia tidak mau membangunkanku." terdengar Dhani yang mengeluhkan Diana pada Marisa. Marisa terdengar
"Siapa wanita tadi, Paman?" tanya Erik ketika dia sudah berhadapan dengan Lukman.Erik adalah putra sahabat Luqman yang diperintahkan oleh ibunya untuk menemuinya. Mereka mempunyai rencana untuk kerjasama dalam membangun Resort di Bali. Proyek itu adalah impian Marissa yang ingin dipersembahkan kepada Raisa sebagai hadiah ulang tahun putrinya tahun depan."Dia adalah keponakanku. Kenapa?" tanya Lukman sambil menatap tajam ke arah Erik yang terlihat tersenyum dengan penuh makna.Sesuai dengan pesan Diana Lukman selalu menyembunyikan identitas keponakannya sebagai pemilik perusahaan itu. Diana tidak pernah ingin menonjolkan diri di hadapan siapapun. Dia lebih senang saat semua orang berpikir perusahaan itu milik pamannya. Karena memang selama ini hanya Lukman yang selalu tampil di depan publik sebagai wajah perusahaan mereka."Kenapa?" tanya Lukman menyelidik.Erik menggelengkan kepala. Dia pemuda yang baik dan selalu menjadi andalan ayahnya yang sekarang sudah bersiap untuk pensiun kar
Diana saat ini sedang berada di sekolah. Dia terus menatap ke arah Raisa yang sedang bermain dengan teman-temannya tampak begitu bahagia."Mama sudah datang?" Tanya bocah kecil itu sambil memeluk ibunya dengan begitu senang."Ya, kenapa Mama datang cuma sendiri aja? Mana Papa?? Bukankah kemarin Papa janji akan menjemput Raisa di sekolah?" terlihat raut kekecewaan di wajah gadis cantik itu ketika melihat ibunya datang sendirian saja.Diana merasa terhenyak melihat wajah sedih putrinya. Ketika menanyakan tentang Dani yang saat ini sedang bersama dengan Marissa dan Andien. Diana tidak tega untuk mengatakan yang sesungguhnya kepada putrinya."Papa masih sibuk di kantornya. Nanti pulang kerja pasti akan menemuimu," Tapi Raisa sudah terlanjur merasa kecewa kepada Dani yang selalu ingkar janji kepadanya."Sebenarnya yang anak papa itu aku atau Andien? Kenapa papa lebih mencintai Andien daripada aku, Mah?" tanya Raisa dengan wajah sedihnya.Diana kemudian memeluk Raisa dia pun sebenarnya mera
Marisa marah sekali kepada Dani yang malah meninggalkan dia begitu saja di mall. Dia terpaksa mengeluarkan uangnya sendiri untuk membayar semua belanjaan yang sudah dia pilih. Uang yang diberikan Dani tentu saja, dengan berbagai alasan dramatis yang dia karang soal Andien.Marissa paling tahu bagaimana cara menaklukkan seorang Dani dan membuatnya tidak bisa berkutik. "Kamu apa-apaan, Mas? Seenaknya saja meninggalkan aku di mall begitu saja. Untung saja aku bawa dompet aku. Kalau gak, aku pasti akan malu di sana." Omel Marissa ketika dia sudah sampai di rumah dan melihat Dani yang sedang berbaring lesu.Ya, Dani merasa sangat lemah setelah mendatangi pihak bank yang mengatakan kalau dirinya yang menarik lewat ATM secara berkala. Mungkin karena dia ceroboh tidak sadar terus menghujani Marissa dengan kemewahan sampai tidak sadar sudah menghabiskan semua tabungannya. "Kamu kenapa? Pulang-pulang marah-marah begitu," kesal Dani yang memasang wajah kesal.Dani tiba-tiba saja merindukan ruma
Diana dan Raisa kini bersama di sebuah apartemen mewah dan besar. Diana sangat senang sekali dengan apa yang terjadi pada hidupnya, dengan keputusan nekat yang telah diambilnya. Diana akan memulai kembali kehidupannya tanpa Dani."Mah, kita akan tinggal disini?" tanya Raisa dengan mata berbinar ketika dia melihat kamarnya yang baru. Raisa sesaat melupakan kantuknya yang sejak di mobil tadi menyerang."Ya, sayang. Raisa sekarang mandi sama bibi ya? Lalu tidur. Besok Raisa akan sekolah di tempat baru yang lebih dekat dengan tempat tinggal kita." Diana memeluk putri kecilnya dengan lembut. Hanya Raisa yang menjadi sumber kekuatannya sekarang dalam keadaan terpuruk. "Ye, akhirnya Raisa tidak perlu satu sekolah lagi dengan Andien. Mah, terima kasih ya?" Raisa bahkan sampai mendaratkan ciumannya di pipi Diana yang membuatnya amat bahagia.Marissa memang seketerlaluan itu. Mereka tidak pernah memikirkan perasaanmu sama sekali. Ibu mertuanya juga amat kejam dengan membiarkan Dani dan Marissa
"Apa? Diana dan Raisa pergi dari rumahmu? Kok bisa?" tanya Halimah kaget saat Dani bilang menantu tak di anggapnya berani pergi dari rumah mewah putranya.Sungguh di luar dugaannya kalau Diana akan berani melakukan hal itu. Padahal dia begitu percaya diri mengatakan kepada Dani, bahwa Diana selamanya tidak akan pernah melepaskan putranya yang berharta. Makanya dia dengan enteng menyuruh Dani menikahi Marissa begitu masa idah wanita itu selesai."Tentu saja bisa, Mah. Diana Itu wanita yang keras kepala dan tinggi harga dirinya. Aku curiga kalau Diana sudah mengetahui pernikahanku dengan Marissa. Mama sih, main suruh-suruh aku nikahin janda adikku segala. Lihat nih!! Rumah tanggaku bersama Diana kacau jadinya!" kesal Dani sambil mengacak rambutnya.Hatinya kacau banget saat ini. Dia tidak ingin kehilangan Diana dan Raisa. Dani menyesali tindakan ceroboh yang sudah diambil oleh Diana tanpa bertanya dulu padanya.'Kenapa kamu main pergi begitu saja? Padahal Mas sudah mengatur untuk kepin
"Apa? Kamu berniat untuk menceraikanku? Gila kamu, Mas?" tanya Marissa sambil menatap tajam Dani yang sekarang berada di hadapannya.Halimah sekarang sudah duduk anteng di dalam pelukan Marissa. Aksi bunuh dirinya dia batalkan setelah melihat Andien yang menangis terisak sambil memeluk dirinya.Sesayang itu memang sosok Halimah pada Andien. Dani sendiri tidak mengerti. Kenapa Ibunya membedakan antara Andien dan Raisa. Padahal mereka sama-sama anaknya. Darah dagingnya yang itu artinya cucunya sendiri."Aku tidak mau kehilangan Diana dan Raisa. Aku mencintai dan menyayangi mereka. Marissa, kamu dan Andien hadir dalam kehidupanku setelah aku bahagia bersama mereka. Kau menghancurkan segala yang aku miliki. Aku tidak bisa kehilangan hal yang selama ini sudah buat aku bahagia." Marisa Tentu saja sangat tersinggung mendengar perkataan Dani.Marissa menggenggam telapak tangan Dani tetapi langsung ditepis olehnya. "Apakah kau benar-benar tidak menginginkan kehadiran kami lagi di dalam hidupmu?
Diana memutuskan untuk datang ke kantor menemui pamannya. Dia sudah mantap akan menunjukkan wajahnya di hadapan semua karyawan yang bekerja di sana."Paman, aku ingin segera mengambil alih perusahaan dari tanganmu. Paman bisa pensiun setelah itu. Aku merasa tidak enak karena sudah menahan cita-cita Paman untuk pensiun dini," ucap Diana begitu dia masuk ke ruangan Lukman yang begitu besar dan megah."Kamu yakin dengan keputusanmu? Apa kamu nanti tidak akan menyesalinya? Satu kali kamu muncul di hadapan mereka. Maka kamu tidak bisa mundur lagi," sahut Lukman dengan senyum hangatnya yang selalu menghiasi wajahnya yang tampan walau usianya sudah tak muda.Diana mengangguk, "paman, aku sudah memutuskan untuk bercerai dengan Mas Dani. Rasanya tidak perlu untuk bersembunyi lagi darinya dan gundik dia!" Geram Diana sambil menatap tajam ke arah Dani yang sedang fokus dengan pekerjaannya.Ruangan Lukman memang bisa mengawasi semua karyawan yang ada di perusahaannya. Tetapi orang yang ada di lua