Share

Bab 5. Apa maksud kamu?

"Apa maksud kamu, Yang?" tanya Dani tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Diana.

Diana memilih meninggalkan Dani yang sedang sarapan dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Diana bisa melihat raut wajah frustasi yang diperlihatkan oleh Dani.

Seketika terbit senyum penuh kemenangan di wajah cantiknya. Sepintas lalu Diana bisa mendengarkan suara Marisa sedang mengomel panjang lebar ditelepon saat Dani menelpon dia dan meminta maaf karena tidak menjemputnya.

"Dasar perempuan aneh! Sungguh di luar nurul dan fikri, wanita kurang ajar! Aku istri sahnya saja tidak pernah memarahi suamiku seperti itu. Wanita lancang!" monolog Diana yang mulai merasa terganggu dengan kelakuan Marisa di pagi hari. Marisa sukses merusak mood Diana pagi itu yang susah payah dia bangun sejak tadi.

"Maafkan aku! Tadi malam aku terlalu banyak minum sehingga aku bangun kesiangan. Tidak tahu ada apa dengan Diana, dia tidak mau membangunkanku." terdengar Dhani yang mengeluhkan Diana pada Marisa.

Marisa terdengar kesal. "Istrimu itu benar-benar perempuan yang tidak berguna. Masa membangunkan suaminya saja dia ga becus?" Diana mengepalkan tangan saat mendengar makian Marisa di sebrang telpon.

Dani segera meninggalkan kediamannya menunjukkan kantor. Walaupun terlambat banyak sekali, tetapi Dani tetap nekat untuk berangkat. Dia tidak ingin mencari masalah dengan bos barunya yang kabarnya akan datang ke kantor hari ini.

Saat Dani datang ke kantor terlihat rekan-rekannya yang masih bersiap untuk menyambut pemilik perusahaan tempat Dani bekerja.

"Kamu kenapa baru datang? Untung saja pemilik perusahaan ini membatalkan kedatangannya hari ini. Kamu masih selamat dari amukan manager kita." ucap atasan Dani terlihat memarahinya yang masih kelihatan mengantuk.

Dani hanya bisa mengelus dada dan mengucap syukur atas kunjungan pemilik perusahaan yang dibatalkan. Entah apa yang akan Dani lakukan ketika dia mendapatkan kejutan dari Diana.

Sementara itu Diana yang saat ini berada di dalam kantor pamannya hanya bisa tersenyum kecut saat melihat Marisa yang bersikap begitu manja kepada suaminya.

"Apakah wanita itu selalu melakukan hal seperti itu kepada setiap lelaki?" tanya Diana dengan suara dingin terhadap pamannya.

Lukman menatap ke arah pandangan Diana. "Kau baru tahu kalau suamimu begitu dekat dengan Marisa? Kalau saja Paman tidak sedang bersandiwara tidak mengenalmu, paman pasti sudah melabrak mereka berdua yang selalu mengotori pandangan kami dengan kemesraan yang berlebihan." Diana merasa kesal dan sesak dadanya mendengar keterangan yang dikatakan oleh pamannya.

"Kenapa kau tidak jadi memperkenalkan dirimu sebagai pemilik perusahaan ini kepada mereka? Jujur saja Paman benar-benar sangat penasaran. Bagaimana sikap dan reaksi Dani dan gundiknya ketika mengetahui kalau mereka selama ini telah bekerja di tempat istrinya yang telah dia sakiti." Lukman bisa melihat aura kemarahan terlihat jelas di mata Diana.

Lukman merasa bangga kepada keponakannya yang sanggup menahan diri untuk tidak belaku bar-bar dengan melabrak mereka yang sudah menyakiti hati Diana begitu parah.

"Paman senang kamu tidak melabrak mereka berdua dan mempermalukan dirimu sendiri di hadapan anak buahmu," Diana hanya mendengus kesal mendengar apa yang dikatakan oleh pamannya.

"Aku tidak ingin menghancurkan reputasiku sendiri dengan berbuat barbar terhadap mereka. Sungguh tidak layak!" Diana terlihat begitu geram ketika membayangkan semuanya.

Hati Diana sedikit terobati dengan memikirkan betapa terkejutnya mereka bila tahu mereka bekerja di bawah komandonya selama ini.

Diana memang tidak pernah menampakan batang hidungnya sebagai pemilik perusahaan itu. Dia selalu bersembunyi di belakang punggung pamannya yang telah di percaya sang nenek untuk mengelola perusahaan itu.

Diana kemudian memilih untuk pergi meninggalkan kantor pamannya. Syal dan kaca mata hitam terlihat digunakan oleh Diana hanya untuk membuat penyamarannya tidak tertangkap oleh Dani maupun Marisa.

"Belum saatnya kalian tahu siapa diriku yang sesungguhnya. Mas, tunggulah kejutan yang akan kuberikan untuk kalian. Aku bisa jamin kalian akan kejer tujuh hari tujuh malam." Diana tersenyum ketika membayangkan semua itu terjadi pada suami dan gundiknya.

Gundik? Ya! Diana bisa mencium hubungan yang tidak biasa antara Dani dan Marisa hanya melalui gerak-gerik mereka saat bersama.

Diana bukanlah wanita bodoh yang bisa dikelabui dengan begitu mudah oleh Dani dan Halimah yang menyembunyikan sesuatu darinya begitu dalam.

"Kalian benar-benar sangat ceroboh karena berlindung di dalam hubungan ipar. Aku pasti akan mendapatkan bukti-bukti perselingkuhan kalian berdua dan menggugat perceraian. Aku gak sudi berbagi suami dengan siapapun, apalagi dengan janda gatel seperti Marisa!" Diana terlihat begitu geram ketika tanpa sengaja dia melihat Marisa dan Dani sedang berada di pantry kantor dan terlihat mesra.

Diana hatinya merasa terhiris sembilu saat melihat senyum di bibir suaminya begitu manis. Dani memang termasuk laki-laki yang tampan paripurna. Diana tidak memungkiri itu semua.

"Mungkin benar apa yang dikatakan oleh ibu-ibu kompleks yang mengatakan bahwa suamiku terlalu tampan, sehingga pelakor begitu bersemangat untuk merampasnya dariku." Diana tiba-tiba saja merasa menyesal karena selama ini selalu menjaga penampilan suaminya agar terlihat berkelas dan menawan saat bekerja.

Dulu Diana selalu mengatakan bahwa seorang pekerja adalah cerminan dari perusahaan tempatnya bekerja mencari uang. Sebisa mungkin Diana selalu mendandani suaminya sehingga tampak begitu sempurna.

Sejak hari itu Diana berjanji untuk tidak lagi mau mengurus tentang Dani. "Untuk apa aku bersedia lelah-lelah mengurus laki-laki yang ketampanannya dia persembahkan kepada wanita lain? Amit-amit!" Diana kesal bukan kepalang saat membayangkan semua itu.

Karena Diana terlalu fokus dengan amarahnya sehingga dia tidak menyadari ketika seseorang menabrak tubuhnya tanpa sengaja.

"Ya ampun, Mbak! Astagfirullah! Tolong hati-hati dong kalau berjalan. Kenapa saya sampai ditabrak begini?" rutuk pemuda tampan yang entah datang dari mana.

Pemuda itu tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapan Diana dengan wajah kesalnya karena semua file-file yang dia pegang akhirnya berhamburan karena tadi ditabrak oleh Diana tanpa sengaja karena Diana yang melamun.

Diana langsung minta maaf kepada pemuda itu dan membantunya untuk membereskan semua file-filenya yang berhamburan di lantai.

Dani hanya melirik sekilas melihat semua itu. Dia tidak mengetahui kalau wanita itu adalah istrinya sendiri. Dani terlalu fokus kepada Marisa sehingga melupakan banyak hal di sekitarnya.

Diana yang tidak ingin kehadirannya dicuriga oleh Marisa maupun Dani akhirnya hanya bisa meminta maaf dan bergegas pergi meninggalkan kantor itu. Diana sudah mantap untuk tidak menunjukkan wajahnya di kantor.

"Belum saatnya!" Hanya kata-kata itu yang selalu dia katakan kepada pamannya ketika sang Paman selalu meminta kepadanya untuk memperkenalkan diri sebagai pemilik perusahaan itu kepada karyawan mereka.

Sang paman yang pada dasarnya memang menyayangi Diana hanya bisa menggelengkan kepalanya karena tidak mengerti dengan apa yang sedang direncanakan oleh Diana.

Lukman memang tahu tentang kebiasaan hidup Diana yang selalu cenderung tertutup dan merahasiakan masalahnya dari siapapun.

"Paman akan selalu berdiri di sampingmu dan terus membelamu, walau apapun yang terjadi. Paman hanya ingin kamu baik-baik saja dan hidup bahagia." itulah yang selalu dikatakan oleh Lukman ketika menghibur Diana ketika keponakannya itu bersedih dengan masalah hidup yang menimpanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status