Tak pernah terbayang, hari dan waktu yang menyakitkan seperti ini akan terjadi dalam hidupku. Penghianatan, keterpaksaan,kepalsuan, keikhlasan dan kesabaranku benar-benar telah di uji dalam satu masalah.
1 minggu telah berlalu kini adalah hari yang aku yakin wanita lain tak akan pernah menginginkannya. Hari dimana suami yang aku cintai akan mengucap ijab qobul dan janji suci untuk menikahi wanita lain.Jangan tanya apa hatiku terluka? Karena sungguh pertanyaan itu hanya membuat sebuah pisau belati menusuk lebih dalam, mengoyak dan membelah hatiku yang sudah berantakan.Memang tak banyak orang yang datang di pernikahan mereka. Hanya para keluarga Mas Yusuf dan Syifa yang hadir. Selebihnya adalah para tokoh agama dan juga penghulu dan para saksi pernikahan mereka.Rumahku, rumah kami, kini akan menjadi rumah kita. Kita bertiga bersama dengan seorang wanita baru yang ternyata ikut tinggal bersama kami. Aku tak menyangka ternyata merutuaku itu begitu kejamnya padaku.Tak cukup baginya untuk berusaha membuatku berpisah dari suami dan putriku. Dia juga ternyata sudah merencanakan agar Syifa tinggal bersama dengan kami. Dengan alasan agar mereka segera memiliki keturunan.Aku hanya tidak bisa membayangkan bagaimana jika kami tinggal dalam satu atap dan aku bisa melihat dan mendengar mereka tertawa dan bermesra ria. Ahh, ya aku baru ingat. Kenapa aku harus membayangkannya? Karena sebentar lagi aku akan benar-benar melihat dan merasakan semua itu.Menyedihkan!Sangat...sangat, menyedihkan!Saat ini yang bisa aku lakukan hanyalah membantu. Ya, aku membantu mempersiapkan semuanya. Acara pernikahan, makanan, juga kamar pengantin mereka. Di dapur, sendirian aku hanya bisa menangis dalam diam.Menangisi kenapa takdir begitu kejam mempermainkan hidupku. Mama yang sudah tidak ada di sisiku.Ayah yang sudah bahagia dengan keluarga baru dan kini melupakanku. Suami yang akan menikahi wanita lain? Juga putri yang begitu gembiranya mendapatkan ibu baru.Apa sungguh aku tidak pernah berarti dalam hidup mereka? Sebenarnya apa kedudukan ku dalam hati dan hidup mereka?Aku hanya bisa terisak pelan dengan air mata yang mengalir deras. Tubuhku menegang saat kurasakan seseorang menyentuh bahuku dan meremasnya pelan. “Zara?”panggil suara itu begitu lirih. “Kamu baik-baik saja?”aku menegakan tubuhku, mengusap air mata dengan kasar dan berusaha mengulas sebuah senyum.Aku berbalik menghadap ke arah orang itu. Kulihat raut wajahnya menampilkan sebuah rasa sedih yang begitu besar. Dia adalah satu-satunya orang yang peduli denganku. “Aku akan baik-baik saja, kak.”ucapku mengingit bibir menahan isakan.Kak Ayu, kakak iparku mengeleng pelan mendengar jawabanku. “Tidak ada wanita yang akan baik-baik saja ketika akan melihat suaminya menikahi wanita lain.”“Kak...”aku memanggilnya lirih. Kami hanya berdua di dapur tak ada orang lain karena masing-masing sibuk dengan tugas mereka.“Zara? Kenapa kamu menyetujui semua perkataan mama? Kenapa kamu membiarkan hatimu terluka lebih dalam? Aku tahu selama ini kamu tak benar-benar bahagia?”Aku tertegun mendengar pertanyaanya. Air mataku kembali tergenang. “Lalu, apa yang harus aku lakukan? Apa aku punya pilihan yang lebih baik? Yang kuinginkan hanyalah dekat dengan putriku. Itu saja. Kakak juga tahu seberapa besar aku menyayangi Alya.”Dia mengangguk, dan mengusap air matanya yang mengalir. lalu berdecak, “Ck... jika boleh ku katakan. Kau adalah wanita yang paling bodoh yang pernah aku kenal. Jika aku jadi kau, atau jika aku di posisimu... aku pasti akan_”“Ssssttt...”aku menutup mulutnya dengan telapak tanganku. Aku tersenyum dan menggeleng pelan.“Jangan katakan itu. Aku selalu berdoa pada Allah, agar wanita manapun di dunia ini tak akan pernah mengalami hal yang aku alami. Terutama dirimu, kamu yang sudah aku anggap seperti kakaku. Aku selalu berdoa agar kakak selalu bahagia dan tidak akan pernah mengalami semua ini. kenapa kamu ingin membuat doaku itu gagal karena perkataan bodohmu itu, kak?”jelasku sedikit terkekeh getir.Menahari nyeri yang menghantarkan sesak dalam rongga dadaku.Kak Ayu mengenggam tanganku dengan erat seolah mengahantarkan kekuatannya padaku. Air matanya terus saja mengalir. Pandangan matanya benar-benar menelisik jauh kedalam mataku.“Terbuat dari apa hatimu, adikku?”lirihnya dengan suara bergetar. Dia terisak dan memelukku dengan erat.“Terbuat dari apa hatimu? Saat hatimu saja sedang tidak dallam keadaan baik, kamu justru masih memikirkan diriku. Kenapa kamu begitu peduli?! Kenapa kamu begitu baik?!”Aku mengusap punggungnya yang bergetar hebat dengan sangat lembut. Jika aku boleh jujur, aku hanya ingin orang yang aku sayangi semuanya bahagia. Bagiku kak Ayu sudah seperti seorang kakak dan ibu untukku.Saat tak ada orang yang ingin mendengarkanku dia memberikan waktu nya hanya sekedar untuk menghiburku. Saat aku kesepian dia selalu mengunjungiku. Senyumnya, tawanya dan juga segala nasehatnya adalah semangat dalam hidupku. Dia sangat berarti untukku.“Kak, apa kakak percaya bahwa Tuhan tidak akan menguji seseorang hamba melebihi batas kemampuannya? Heum?”dia hanya mengangguk dalam pelukanku.“Jika Tuhan memberikan ujian ini padaku karena dia yakin bahwa aku sanggup untuk melewatinya. Yang aku butuhkan hanya doa darimu agar aku bisa tetap tabah menghadapi semua ini.”Kak Ayu melepaskan pelukan kami. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskanya perlahan.“Kakak akan selalu mendoakanmu. Kakak berdoa semoga kamu akan mendapatkan kebahagian yang tidak pernah kamu sangka dari mana datangnya.”“Aamiin...”jawabku mengamini. Dan kembali memeluknya. Aku bersyukur dengan kehadiranya sedikit bisa mengurangi beban di hatiku. “Terima kasih. Karena telah hadir dalam hidupku.”***#Bersambung"Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama
Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar
Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m
Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari
***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke
***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek