Share

Bab 6 : Sebelum Ijab Qobul!

Tak pernah terbayang, hari dan waktu yang menyakitkan seperti ini akan terjadi dalam hidupku. Penghianatan, keterpaksaan,kepalsuan, keikhlasan dan kesabaranku benar-benar telah di uji dalam satu masalah.

1 minggu telah berlalu kini adalah hari yang aku yakin wanita lain tak akan pernah menginginkannya. Hari dimana suami yang aku cintai akan mengucap ijab qobul dan janji suci untuk menikahi wanita lain.

Jangan tanya apa hatiku terluka? Karena sungguh pertanyaan itu hanya membuat sebuah pisau belati menusuk lebih dalam, mengoyak dan membelah hatiku yang sudah berantakan.

Memang tak banyak orang yang datang di pernikahan mereka. Hanya para keluarga Mas Yusuf dan Syifa yang hadir. Selebihnya adalah para tokoh agama dan juga penghulu dan para saksi pernikahan mereka.

Rumahku, rumah kami, kini akan menjadi rumah kita. Kita bertiga bersama dengan seorang wanita baru yang ternyata ikut tinggal bersama kami. Aku tak menyangka ternyata merutuaku itu begitu kejamnya padaku.

Tak cukup baginya untuk berusaha membuatku berpisah dari suami dan putriku. Dia juga ternyata sudah merencanakan agar Syifa tinggal bersama dengan kami. Dengan alasan agar mereka segera memiliki keturunan.

Aku hanya tidak bisa membayangkan bagaimana jika kami tinggal dalam satu atap dan aku bisa melihat dan mendengar mereka tertawa dan bermesra ria. Ahh, ya aku baru ingat. Kenapa aku harus membayangkannya? Karena sebentar lagi aku akan benar-benar melihat dan merasakan semua itu.

Menyedihkan!

Sangat...sangat, menyedihkan!

Saat ini yang bisa aku lakukan hanyalah membantu. Ya, aku membantu mempersiapkan semuanya. Acara pernikahan, makanan, juga kamar pengantin mereka. Di dapur, sendirian aku hanya bisa menangis dalam diam.

Menangisi kenapa takdir begitu kejam mempermainkan hidupku. Mama yang sudah tidak ada di sisiku.

Ayah yang sudah bahagia dengan keluarga baru dan kini melupakanku. Suami yang akan menikahi wanita lain? Juga putri yang begitu gembiranya mendapatkan ibu baru.

Apa sungguh aku tidak pernah berarti dalam hidup mereka? Sebenarnya apa kedudukan ku dalam hati dan hidup mereka?

Aku hanya bisa terisak pelan dengan air mata yang mengalir deras. Tubuhku menegang saat kurasakan seseorang menyentuh bahuku dan meremasnya pelan. “Zara?”panggil suara itu begitu lirih. “Kamu baik-baik saja?”aku menegakan tubuhku, mengusap air mata dengan kasar dan berusaha mengulas sebuah senyum.

Aku berbalik menghadap ke arah orang itu. Kulihat raut wajahnya menampilkan sebuah rasa sedih yang begitu besar. Dia adalah satu-satunya orang yang peduli denganku. “Aku akan baik-baik saja, kak.”ucapku mengingit bibir menahan isakan.

Kak Ayu, kakak iparku mengeleng pelan mendengar jawabanku. “Tidak ada wanita yang akan baik-baik saja ketika akan melihat suaminya menikahi wanita lain.”

“Kak...”aku memanggilnya lirih. Kami hanya berdua di dapur tak ada orang lain karena masing-masing sibuk dengan tugas mereka.

“Zara? Kenapa kamu menyetujui semua perkataan mama? Kenapa kamu membiarkan hatimu terluka lebih dalam? Aku tahu selama ini kamu tak benar-benar bahagia?”

Aku tertegun mendengar pertanyaanya. Air mataku kembali tergenang. “Lalu, apa yang harus aku lakukan? Apa aku punya pilihan yang lebih baik? Yang kuinginkan hanyalah dekat dengan putriku. Itu saja. Kakak juga tahu seberapa besar aku menyayangi Alya.”

Dia mengangguk, dan mengusap air matanya yang mengalir. lalu berdecak, “Ck... jika boleh ku katakan. Kau adalah wanita yang paling bodoh yang pernah aku kenal. Jika aku jadi kau, atau jika aku di posisimu... aku pasti akan_”

“Ssssttt...”aku menutup mulutnya dengan telapak tanganku. Aku tersenyum dan menggeleng pelan.

“Jangan katakan itu. Aku selalu berdoa pada Allah, agar wanita manapun di dunia ini tak akan pernah mengalami hal yang aku alami. Terutama dirimu, kamu yang sudah aku anggap seperti kakaku. Aku selalu berdoa agar kakak selalu bahagia dan tidak akan pernah mengalami semua ini. kenapa kamu ingin membuat doaku itu gagal karena perkataan bodohmu itu, kak?”jelasku sedikit terkekeh getir.

Menahari nyeri yang menghantarkan sesak dalam rongga dadaku.

Kak Ayu mengenggam tanganku dengan erat seolah mengahantarkan kekuatannya padaku. Air matanya terus saja mengalir. Pandangan matanya benar-benar menelisik jauh kedalam mataku.

“Terbuat dari apa hatimu, adikku?”lirihnya dengan suara bergetar. Dia terisak dan memelukku dengan erat.

“Terbuat dari apa hatimu? Saat hatimu saja sedang tidak dallam keadaan baik, kamu justru masih memikirkan diriku. Kenapa kamu begitu peduli?! Kenapa kamu begitu baik?!”

Aku mengusap punggungnya yang bergetar hebat dengan sangat lembut. Jika aku boleh jujur, aku hanya ingin orang yang aku sayangi semuanya bahagia. Bagiku kak Ayu sudah seperti seorang kakak dan ibu untukku.

Saat tak ada orang yang ingin mendengarkanku dia memberikan waktu nya hanya sekedar untuk menghiburku. Saat aku kesepian dia selalu mengunjungiku. Senyumnya, tawanya dan juga segala nasehatnya adalah semangat dalam hidupku. Dia sangat berarti untukku.

“Kak, apa kakak percaya bahwa Tuhan tidak akan menguji seseorang hamba melebihi batas kemampuannya? Heum?”dia hanya mengangguk dalam pelukanku.

“Jika Tuhan memberikan ujian ini padaku karena dia yakin bahwa aku sanggup untuk melewatinya. Yang aku butuhkan hanya doa darimu agar aku bisa tetap tabah menghadapi semua ini.”

Kak Ayu melepaskan pelukan kami. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskanya perlahan.

“Kakak akan selalu mendoakanmu. Kakak berdoa semoga kamu akan mendapatkan kebahagian yang tidak pernah kamu sangka dari mana datangnya.”

“Aamiin...”jawabku mengamini. Dan kembali memeluknya. Aku bersyukur dengan kehadiranya sedikit bisa mengurangi beban di hatiku. “Terima kasih. Karena telah hadir dalam hidupku.”

***

#Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status