Share

Bab 5: Kemarahan dan Keputusan!

Semua orang terdiam dengan jawabanku.

Kenapa? Apa mereka berpikir bahwa aku akan memilih menyerah dan mereka bisa memisahkan aku dengan putriku. Tentu saja aku tidak bisa seperti itu. Jika mereka ingin memisahkan aku dengan suamiku maka mungkin aku masih bisa bertahan.

Namun, jika itu Alya maka aku tidak bisa. Dia adalah belahan jiwaku, dia adalah hidupku, dia adalah nafas dan cintaku. Walau mungkin dia tak menganggap aku sepenting itu. Tapi apalah daya bahwa aku hanya seorang ibu.

“Ikut aku, kita harus bicara?!”sentak Mas Yusuf tiba-tiba menarik tanganku keras dan membawa ku ke kamar kami yang berada di lantai atas.

Aku hanya diam dan mengikut di belakangnya. Celakan yang begitu keras pada tanganku sedikit bisa kurasakan perihnya. Namun perih di hati lebih mendominasi perasaanku saat ini.

Mas Yusuf membuka pintu kamar, lalu dia menariku dengan hentakan keras hingga aku sedikit limbung dibuatnya. Dia menutup pintu dengan sangat keras hingga menimbulkan dentuman keras yang menggema di dalam kamar.

Aku masih menunduk dan bisa kulihat kakinya melangkah cepat ke arahku. Dia menangkup keras kedua bahuku membuatku sedikit meringis. Lalu dia mengapit ujung daguku membawanya menatap matanya.

“Kenapa kamu melakukannya?! Kenapa kamu menerima permintaan mama, huh?!”bentaknya dengan wajah memerah dengan gejolak amarah.

“Mass..”panggilku lirih membuat wajahnya berubah sendu. “Aku minta maaf padamu. Maaf, jika selama ini aku masih belum bisa menjadi istri yang baik untukmu.”air mataku tergenang tapi sekuat tenaga aku berusaha untuk tidak menangis.

“Apa maksudmu?! Kenapa kamu yang harus minta maaf? Ak-aku... harusnya aku yang minta maaf padamu....”cicitnya dengan suara bergetar.

Apa dia juga ingin menangis? Kurasakan tanganya mengendur pelan di kedua bahuku.

Aku menggeleng dan tersenyum tipis padanya. Menatap matanya, menelisik lebih dalam dari lentara matanya. Kutemukan kesedihan disana, apa sekarang dia menyesal karena menikah denganku? Atau dia mulai menyesal karena telah menghianati pernikahan ini?

Tanganku berpindah menangkup kedua tanganya. Mengengamnya dengan lembut lalu mengecup kedua tanganya. “Mas, aku sadar jika selama ini kebahagian yang kamu tunjukan saat bersamaku adalah palsu.”bisikku lirih.

“Apa maksudmu?!”desisnya tajam.

Aku kembali mendongak menatapnya. Dia menatap mataku dengan mata tajamnya.

“Mas,kamu tahu? Lebih baik kamu katakan jika kamu tidak pernah mencintaiku, dari pada kamu mengatakan cinta hanya karena merasa kasihan padaku.”

Mas Yusuf menggeleng cepat, “Aku tidak seperti itu?! Kumohon dengarkan aku, Zara! Aku mencintaimu, kamu istriku dan aku mencintaimu.”bantahnya dan terus memohon dengan melas di hadapanku.

“Mas, jika kamu mencintaiku maka kamu tidak akan pernah menghianti pernikahan ini. aku sudah tahu semuanya mas, semuanya... aku sudah tahu semuanya. Hubungan mu dengan wanita bernama Syifa itu bukan hanya karena perintah mama. Tapi, juga karena kamu menginginkannya.”ucapku selembut mungkin walau hatiku sudah tak tahu lagi bagaimana bentuknya sekarang.

Aku hanya bersyukur karena hatiku adalah ciptaan Tuhan karena jika hati itu ciptaan manusia pasti sudah hancur berkeping-keping dan hilang karena tertiup udara yang menyesakan.

“Aku tidak keberatan jika aku di poligami. Selama aku masih bisa dekat dan merawat Alya dengan baik maka aku tidak akan pernah keberatan. Karena Alya adalah yang terpenting dalam hidupku.”

“Apa aku tidak penting untukmu?”tanya Mas Yusuf dengan nada lirih. Setitik air mata kulihat mengalir di pipinya.

Aku tersenyum lembut dan mengusap air matanya dengan jemariku yang begetar. “Aku akan bertanya padamu. Seberapa penting aku untukmu?”dia hanya diam mematung membuat senyumku berubah getir. “Mas, kamu saja tidak pernah menganggap aku penting dalam hidupmu. Lalu, kenapa aku harus?”aku tersenyum lebar dan mengecup lembut pipinya.

“Pergilah mas, ku izinkan dan ku ridhoi kamu untuk menikah lagi.”

Setelahnya aku pergi meninggalkan dia yang diam mematung dan yang terakhir kulihat air mata mengalir deras di pipinya bersama dengan air mataku yang ikut mengalir.

Aku memang tak begitu yakin dengan pilihanku. Tapi, aku tidak punya pilihan lain selain bertahan dengan resiko luka yang akan terus aku terima.

Tapi, ini adalah keputusanku dan ini adalah pilihanku. Masalah luka dan sakit cukup aku sendiri yang merasakan dan menahannya sendiri di masa depan. Tidak akan terbagi dengan siapapun. Hanya aku sendiri dan mungkin hanya dengan Tuhan.

****

Yusuf PoV

“Aggghhh... sial?! Sial?! Kenapa harus jadi seperti ini?”umpatku terus merutuki diri sendiri. Di dalam kamar, sendirian. Aku hanya terpaku dengan keputusan yang Zara buat. Kenapa aku begitu bodoh dan menyakiti wanita juga istri yang sangat baik seperti dirinya.

“BODOH?! AKHHH.... SIA?! SIAL?!” Aku membanting semua barang-barang di dalam kamar membuat kamar itu menjadi berantakan seperti layaknya kapan pecah.

Aku tidak tahu, jika hasutan dan ajakan mama justru membuat aku terjerumus semakin jauh hingga sekarang. Dan sekarang adalah hasil karena aku telah bermain api dalam rumah tanggaku.

Aku terduduk lemas, tak berdaya, “Apa yang harus aku lakukan, Ya Allah!”aku menangis sesegukan untuk pertama kalinya. Menyesali kebodohan yang telah aku perbuat dan sekarang aku tak bisa menghentikan semua ini. Aku tak bisa menolak keinginan mama, juga aku tak bisa menyakiti hati istriku?!”

“Syifa?”aku teringat nama wanita itu. Wanita yang diam-diam sudah direncanakan oleh mama untuk dekat denganku. Dan bodohnya aku malah terperangkap dengan pesonanya hingga tanpa sadar membuatku semakin jatuh dalam lubang dosa dan penghianatan dalam pernikahan ini. “Aku harus membujuk Syifa untuk menolak pernikahan ini! Ya, harus!”

PoV End

***

Sementara itu Zara dan Syifa sedang duduk berdua di halaman belakang rumah mereka. Duduk di kursi panjang yang mengarah ke taman bunga yang indah di halaman rumah. Mereka hanya diam dan tak mengatakan apapun, selama beberpaa menit mereka hanya diam dengan pikiran yang terus berputar mencari sebuah kata yang ingin di sampaikan.

“Apa kamu mencintai mas Yusuf?”tanya Zara lebih dahulu memecahkan keheningan. “Maaf?”kata Syifa, menatap Zara yang duduk di sampingnya.

Zara menolehkan kepalanya dan tersenyum lembut pada Syifa. “Aku bertanya, apa kamu mencintai Mas Yusuf?”

Dia menunduk,dan meremas tangannya gugup. “Ak-aku, aku...”dia tergagap. Membuat Zara jelas sudah tahu jawabannya bahwa wanita itu mencintai suaminya. Ah, tidak. Karena sebentar lagi akan menjadi suami ‘mereka’.

“Apa kalian sebelumnya punya sebuah kisah? Mungkin kamu bisa menceritakannya padaku?”tanya Zara setenang mungkin. Seolah menunjukan bahwa dia baik-baik saja atas keputusan yang baru di buatnya.

“Mbak, maaf aku!”sela Syifa mengatupkan tangan di depan dadanya memohon maaf kepada Zara. Dia sendiri tidak tahu jika perasaan seperti itu akan tumbuh untuk pria yang jelas sudah memiliki seorang istri. “Kami tidak memiliki kisah apapun.”cicitnya menunduk takut.

“Syifa, kamu tidak perlu merasa bersalah. Mungkin semua ini memang salahku.”

Syifa menggeleng cepat mendengar penuturan Zara. “Tidak. Mbak tidak salah apapun. Aku yang salah karena sudah masuk dalam rumah tangga kalian. Ma-af, maafkan aku...”

Setetes air mata mengalir di pipi Zara, namun segera dia mengusapnya dengan kasar. Dia menoleh ke arah Syifa yang sudah terisak. Lalu mengenggam lembut tangan Syifa membuat wanita itu menatap Zara dengan mata yang berkabut basah.

“Dengar Syifa, ini bukan salahmu. Kamu tahu dalam sebuah hubungan apalagi pernikahan akan sangat tidak mungkin seorang suami berselingkuh jika dia bahagia dengan istrinya. Mungkin Mas Yusuf tidak bahagia denganku, mungkin dia tidak puas denganku. Dan jelas jika itu kesalahanku. Jika bisa aku ingin memperbaiki diriku sendiri agar bisa menjadi wanita yang sempurna untuknya. Tapi terlambat karena kamu sudah datang dalam hidupnya. Tidak ada pilihan lain untukku selain berbagi suami denganmu.”

“Mbak...._”

“Syifa, aku hanya berharap kamu bisa menjadi istri yang baik untuknya. Tidak seperti diriku. Jika kamu mencintai suamiku artinya suamiku sendiri yang memberi harapan untukmu. Aku tidak bisa melakukan apapun. Maka dari itu, ku izinkan kamu menjadi maduku!” Zara memeluk dengan hangat Syifa yang menagis kencang dengan perasaan bersalah yang meliputi dirinya.

Dia merasa sangat bersalah karena telah mengahancurkan dan masuk kedalam rumah tangga seorang wanita yang begitu baik seperti Zara. “Aku mengizinkanmu menjadi maduku. Karena aku tahu dengan adanya dirimu atau tidak adanya dirimu dalam keluarga kecilku. Mas Yusuf tak akan pernah mencintaiku.”hatinya terasa semakin sesak dengan kenyataan yang harus di hadapinya.

“Karena aku tahu hatinya tak pernah menjadi milik-ku. Mungkin, kamu akan menjadi wanita beruntung yang kelak mendapatkan cintanya. Tidak sepertiku, menjadi wanita yang malang yang terus menunggu cinta tulus dari suaminya.”lanjutnya menjerit pilu dalam hati. Air mata terus mengalir tanpa dia minta.

Awal, dan akhir sebuah penderitaan akan segera dimulai. Hanya Tuhanlah yang bisa memberikan dia kekuatan.... Semogaa....

****

#Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status