Share

Bab 7 : Hari Pernikahan dan Penyesalan

Alya sang putri kecil sedang berdandan dengan bahagia di dalam kamarnya di bantu oleh sang nenek. “Alya seneng kan, punya mama baru?”tanya Erna mertua Zara yang sangat picik dan jahat dengan segala tipu muslihatnya.

“Senang dong, nek! Nanti Alya bisa punya adik kan?”dia bertanya dengan begitu polosnya. Tanpa mengetahui apa makna semua itu. Yang dia tahu hanya yang di katakan oleh sang nenek.

“Benar sayang. Bunda Syifa bisa kasih kamu adik. Tidak seperti mama kamu yang enggak bisa kasih adik.”sinisnya. Namun anak malang itu sama sekali tidak menyadari hal itu.

Dia hanya bisa beriang gembira. Melompat-lompat dengan sangat senang seolah itu semua adalah kebahagiaan semua orang dan dia juga tidak menyadari bahwa semua orang itu tidaklah termasuk mamanya.

Erna memasangkan kerudung kecil Alya. Dengan duduk beralaskan lantai marmer Erna mengangkat tubuh kecil Alya dan mendudukannya kedalam pangkuannya.

“Alya mau denger nenek, kan?”

Alya menatap neneknya dan mengangguk semangat. “Mau, nek!”serunya.

Erna tersenyum puas, dia berhasil menguasai Alya dan membuat anak itu yang perlahan menghancurkan Zara dengan sendirinya. Yang dia inginkan hanyalah kehancuran Zara!

“Alya dengar nenek,ya? pokoknya Alya harus jaga bunda Syifa baik-baik supaya bunda cepet hamil. Nanti kalau bunda hamil, Alya harus jaga baik-baik dan sayang sama bunda biar dedek bayinya juga sayang sama Alya.”

Alya mengangguk,menurut, “Begitu ya,nek? Jadi Alya gak boleh nakal sama bunda?”

“Iya, sayang. Pokoknya harus sayang sama bunda. Buat supaya bunda nyaman tinggal disini. Dan buat mamamu menderita hingga dia sendiri yang akan pergi!”lanjutnya tertawa puas dalam hati.

Persis seperti penyihir jahat yang memanfaatkan kepolosan seorang anak untuk menghancurkan mamanya sendiri. Sangat kejam!

“Yasudah, sekarang kita turun dan kita tunggu bunda sampai di depan rumah, yuk?”

“Ayuk,nek!”seru Alya girang. Erna mengendong Alya dan membawanya turun menemui para keluarga yang sedang menunggu sang mempelai wanita beserta keluarganya sampai.

****

Semua orang sedang sibuk bercengkrama ria dengan mempelai wanita waktu itu Zara manfaatkan untuk diam-diam dia mencuri kesempatan untuk bertemu dengan Yusuf yang masih berada di dalam kamarnya.

Dengan mengendap-endap serta matanya yang mengawasi semoga para keluarga tak ada yang melihatnya. Zara berhasil menaiki tangga menuju kamar mereka. “Sungguh miris, aku ingin menemui suamiku. Tapi, aku seperti seorang wanita pencuri. Bukan aku yang mencuri suamiku.”batinya meringis perih.

Saat sudah berada di depan pintu kamar. Dia tak tahu harus melakukan apa? kakinya merasa terpaku,tangganya gemetaran. Seolah dia tak bisa melihat kenyataanya jika saat dia membuka pintu itu dia akan melihat pria yang dia cintai sedang memakai jas pengantin. Maka apalagi yang bisa dia lakukan?

Zara membuka pintu dan semua gelap. Ruangan itu sangat gelap, lampu yang mati serta tirai jendela yang seolah tak diizinkan untuk dimasuki cahaya surya. “Mas?”panggil Zara lirih. Dia menyalakan stop kontak lampu.

Betapa terkejut dan hancurnya ia saat melihat Yusuf terduduk tak berdaya seolah raga tanpa nyawa dengan jas pengantinya. “Mas...?!”

Zara berlari menghampir Yusuf yang tak berdaya. Zara memeluk setengah badan Yusuf menelusupkan kepala Yusuf keperutnya. Dia memeluk Yusuf dengan posisi berdiri.

Tangisan pilu terdengar, “Maaf,...maafkan aku.”Zara tertegun. Hatinya terasa sesak mendengar tangisan pilu suami yang sangat dia cintai. “Ma-mas,jangan seperti ini. semua orang sudah menunggu.”ucap Zara bergetar menahan tangis.

Tubuh Yusuf merosot turun kebawah. Kakinya berlutut di hadapan Zara membuat Zara tersentak. “Apa yang kamu lakukan,mas?!”

Yusuf mendongak menatap mata Zara seketika hati Zara tercubit melihat betapa derasnya air mata Yusuf. Dia mengatupkan tangan memohon kepada Zara. “Kumohon,maafkan aku. Aku tidak ingin menikah dengan wanita lain.”

“Kamu mengatakan itu sekarang, lantas dulu kamu yang mulai bermain di belakangku,mas?!”sentak Zara.

Yusuf menggeleng, “Maaf, maafkan aku! Aku menyesal Zara, aku sangat menyesal!”tangisnya pilu.

Zara menutup matanya, deru nafasnya terasa semakin berat. Jantungnya terasa teremas dari dalam. “Sudahlah,mas. Semua sudah terlambat!”lirihnya.

Bahu Yusuf merosot lemas. Pupus sudah harapannya, tak ada lagi kesempatan baginya untuk menghentikan pernikahan ini.

Zara benar,semua ini adalah salahnya. Jika saja dia menolak dan menutup hati agar tak tergoda oleh wanita lain. Nasi sudah menjadi bubur, kini hanya penyesalan saja yang tersisa pada akhirnya.

Zara mengangkat kedua bahu Yusuf, dan membawanya kembali berdiri. Berhadapan, dengan mata basah yang saling menatap sangat dalam. Kedua insan manusia yang terjebak oleh permainan seseorang.

Hati mereka yang sama-sama hancur, siapa yang akan bertanggung jawab?

“Pergilah, pengantinmu sudah menunggu.”

Yusuf diam, dia tetap menatap setiap inci wajah istrinya. Istri yang sudah dia sakiti dengan sebuah penghianatan. “Kamu tidak akan meninggalkanku, kan?”tanya Yusuf dengan suara bergetar.

Zara tersenyum getir. “Tidak, jika bukan kamu yang memintaku pergi.”

“Aku tak akan pernah membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah!”ucap Yusuf tegas.

Wanita itu hanya bisa mengangguk pasrah. “Semoga,mas. Tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan. Aku hanya takut kamu akan membuangku setelah mendapat anak dari wanita lain. Jika 8 tahun pernikahan kita saja dengan mudah kamu khianati. Tak mustahil itu terjadi di masa depan.”batinya,nelangsa.

****

“Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Humairah binti Ahmad dengan mas kawin emas 10gram dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!” suara Yusuf mengucap ijab qobul mengelegar di seluruh penjuru rumah.

Sahutan para saksi pernikahan membuat seorang istri yang tadinya satu-satunya kini menjadi seorang istri pertama.

Tangis Zara pecah namun segera dia bungkam mulutnya dengan kedua tangannya. Hatinya terkoyak, luka dan darah yang tak bisa terlihat namun sangat sakit dirasa.

Dia meraup wajahnya dengan tangisan dalam diam yang begitu pilu.

Dilihatnya suaminya mencium kening wanita lain. Istri mana yang tak akan hancur dan remuk hatinya. Dia terduduk lemas di balik tembok yang membatasi ruang tamu. Bahunya bergetar hebat hingga tersengal dia terus menangis.

Putrinya juga yang tak di sangka dengan nyaman duduk di pangkuan wanita yang baru menjadi ibunya.

Apa putrinya juga telah melupakannya? Permainan apa yang sedang diberikan takdir padanya.

“Sudah puas menangis?”suara sinis itu membuat Zara terdiam membatu. Erna sang mertua tiba-tiba saja muncul di belakangnya. Berdiri dengan kedua tangan melipat didada. Menatap Zara penuh dengan kebencian.

“Kau tahu, aku merasa sangat senang melihatmu menangis tak bedaya seperti ini!”cibirnya.

Zara mengusap air matanya dengan kasar.

Berusaha untuk berdiri tegak walau kakinya gemetaran, hingga akhirnya dia harus memegang dinding untuk membantunya berdiri tegak.

Dia menatap mertuanya dengan pilu. “Kenapa mama begitu membenci Zara? Apa salah Zara ma?”tanya Zara lirih dan memohon.

Erna berdecih, “Aku punya alasan kuat untuk membencimu. Yang kuinginkan hanyalah membuatmu menderita. Hancur, dan perlahan meninggalkan dunia ini selamanya!”

“Maa! Kenapa mama begitu kejam!”sungut Zara tak terima.

Erna berjalan mendekat, berdiri dengan angkuh di hadapan Zara. “Kejam! Ahahahha.. aku memang kejam! Lalu, kau mau apa, huh?”

Zara diam tak berkutik, “Biar ku lakukan satu hal yang lebih kejam. Aku akan menantangmu!”desis Erna menatap Zara tajam dan kebencian yang membara dalam hatinya.

“Apa maksud mama? Apa tidak cukup kekejaman ini mama berikan padaku!”Zara menggeleng tak percaya.

“Tidak! Tidak akan pernah cukup!” dia mencondongkan badanya ke samping wajah Zara. Lalu berbisik tajam.

“Aku menantangmu. Jika dalam waktu satu tahun ini Yusuf masih mempertahankamu. Itu artinya kamu menang, Zaara. Tapi, jika selama waktu itu Yusuf yang mengusirmu dari kehidupannya. Itu artinya wanita kejam ini yang menang!” bisiknya semakin mengoyak luka sayatan hati semakin melebar.

****

#Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status