Alya sang putri kecil sedang berdandan dengan bahagia di dalam kamarnya di bantu oleh sang nenek. “Alya seneng kan, punya mama baru?”tanya Erna mertua Zara yang sangat picik dan jahat dengan segala tipu muslihatnya.
“Senang dong, nek! Nanti Alya bisa punya adik kan?”dia bertanya dengan begitu polosnya. Tanpa mengetahui apa makna semua itu. Yang dia tahu hanya yang di katakan oleh sang nenek.“Benar sayang. Bunda Syifa bisa kasih kamu adik. Tidak seperti mama kamu yang enggak bisa kasih adik.”sinisnya. Namun anak malang itu sama sekali tidak menyadari hal itu.Dia hanya bisa beriang gembira. Melompat-lompat dengan sangat senang seolah itu semua adalah kebahagiaan semua orang dan dia juga tidak menyadari bahwa semua orang itu tidaklah termasuk mamanya.Erna memasangkan kerudung kecil Alya. Dengan duduk beralaskan lantai marmer Erna mengangkat tubuh kecil Alya dan mendudukannya kedalam pangkuannya.“Alya mau denger nenek, kan?”Alya menatap neneknya dan mengangguk semangat. “Mau, nek!”serunya.Erna tersenyum puas, dia berhasil menguasai Alya dan membuat anak itu yang perlahan menghancurkan Zara dengan sendirinya. Yang dia inginkan hanyalah kehancuran Zara!“Alya dengar nenek,ya? pokoknya Alya harus jaga bunda Syifa baik-baik supaya bunda cepet hamil. Nanti kalau bunda hamil, Alya harus jaga baik-baik dan sayang sama bunda biar dedek bayinya juga sayang sama Alya.”Alya mengangguk,menurut, “Begitu ya,nek? Jadi Alya gak boleh nakal sama bunda?”“Iya, sayang. Pokoknya harus sayang sama bunda. Buat supaya bunda nyaman tinggal disini. Dan buat mamamu menderita hingga dia sendiri yang akan pergi!”lanjutnya tertawa puas dalam hati.Persis seperti penyihir jahat yang memanfaatkan kepolosan seorang anak untuk menghancurkan mamanya sendiri. Sangat kejam!“Yasudah, sekarang kita turun dan kita tunggu bunda sampai di depan rumah, yuk?”“Ayuk,nek!”seru Alya girang. Erna mengendong Alya dan membawanya turun menemui para keluarga yang sedang menunggu sang mempelai wanita beserta keluarganya sampai.****Semua orang sedang sibuk bercengkrama ria dengan mempelai wanita waktu itu Zara manfaatkan untuk diam-diam dia mencuri kesempatan untuk bertemu dengan Yusuf yang masih berada di dalam kamarnya.Dengan mengendap-endap serta matanya yang mengawasi semoga para keluarga tak ada yang melihatnya. Zara berhasil menaiki tangga menuju kamar mereka. “Sungguh miris, aku ingin menemui suamiku. Tapi, aku seperti seorang wanita pencuri. Bukan aku yang mencuri suamiku.”batinya meringis perih.Saat sudah berada di depan pintu kamar. Dia tak tahu harus melakukan apa? kakinya merasa terpaku,tangganya gemetaran. Seolah dia tak bisa melihat kenyataanya jika saat dia membuka pintu itu dia akan melihat pria yang dia cintai sedang memakai jas pengantin. Maka apalagi yang bisa dia lakukan?Zara membuka pintu dan semua gelap. Ruangan itu sangat gelap, lampu yang mati serta tirai jendela yang seolah tak diizinkan untuk dimasuki cahaya surya. “Mas?”panggil Zara lirih. Dia menyalakan stop kontak lampu.Betapa terkejut dan hancurnya ia saat melihat Yusuf terduduk tak berdaya seolah raga tanpa nyawa dengan jas pengantinya. “Mas...?!”Zara berlari menghampir Yusuf yang tak berdaya. Zara memeluk setengah badan Yusuf menelusupkan kepala Yusuf keperutnya. Dia memeluk Yusuf dengan posisi berdiri.Tangisan pilu terdengar, “Maaf,...maafkan aku.”Zara tertegun. Hatinya terasa sesak mendengar tangisan pilu suami yang sangat dia cintai. “Ma-mas,jangan seperti ini. semua orang sudah menunggu.”ucap Zara bergetar menahan tangis.Tubuh Yusuf merosot turun kebawah. Kakinya berlutut di hadapan Zara membuat Zara tersentak. “Apa yang kamu lakukan,mas?!”Yusuf mendongak menatap mata Zara seketika hati Zara tercubit melihat betapa derasnya air mata Yusuf. Dia mengatupkan tangan memohon kepada Zara. “Kumohon,maafkan aku. Aku tidak ingin menikah dengan wanita lain.”“Kamu mengatakan itu sekarang, lantas dulu kamu yang mulai bermain di belakangku,mas?!”sentak Zara.Yusuf menggeleng, “Maaf, maafkan aku! Aku menyesal Zara, aku sangat menyesal!”tangisnya pilu.Zara menutup matanya, deru nafasnya terasa semakin berat. Jantungnya terasa teremas dari dalam. “Sudahlah,mas. Semua sudah terlambat!”lirihnya.Bahu Yusuf merosot lemas. Pupus sudah harapannya, tak ada lagi kesempatan baginya untuk menghentikan pernikahan ini.Zara benar,semua ini adalah salahnya. Jika saja dia menolak dan menutup hati agar tak tergoda oleh wanita lain. Nasi sudah menjadi bubur, kini hanya penyesalan saja yang tersisa pada akhirnya.Zara mengangkat kedua bahu Yusuf, dan membawanya kembali berdiri. Berhadapan, dengan mata basah yang saling menatap sangat dalam. Kedua insan manusia yang terjebak oleh permainan seseorang.Hati mereka yang sama-sama hancur, siapa yang akan bertanggung jawab?“Pergilah, pengantinmu sudah menunggu.”Yusuf diam, dia tetap menatap setiap inci wajah istrinya. Istri yang sudah dia sakiti dengan sebuah penghianatan. “Kamu tidak akan meninggalkanku, kan?”tanya Yusuf dengan suara bergetar.Zara tersenyum getir. “Tidak, jika bukan kamu yang memintaku pergi.”“Aku tak akan pernah membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah!”ucap Yusuf tegas.Wanita itu hanya bisa mengangguk pasrah. “Semoga,mas. Tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan. Aku hanya takut kamu akan membuangku setelah mendapat anak dari wanita lain. Jika 8 tahun pernikahan kita saja dengan mudah kamu khianati. Tak mustahil itu terjadi di masa depan.”batinya,nelangsa.****“Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Humairah binti Ahmad dengan mas kawin emas 10gram dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!” suara Yusuf mengucap ijab qobul mengelegar di seluruh penjuru rumah.Sahutan para saksi pernikahan membuat seorang istri yang tadinya satu-satunya kini menjadi seorang istri pertama.Tangis Zara pecah namun segera dia bungkam mulutnya dengan kedua tangannya. Hatinya terkoyak, luka dan darah yang tak bisa terlihat namun sangat sakit dirasa.Dia meraup wajahnya dengan tangisan dalam diam yang begitu pilu.Dilihatnya suaminya mencium kening wanita lain. Istri mana yang tak akan hancur dan remuk hatinya. Dia terduduk lemas di balik tembok yang membatasi ruang tamu. Bahunya bergetar hebat hingga tersengal dia terus menangis.Putrinya juga yang tak di sangka dengan nyaman duduk di pangkuan wanita yang baru menjadi ibunya.Apa putrinya juga telah melupakannya? Permainan apa yang sedang diberikan takdir padanya.“Sudah puas menangis?”suara sinis itu membuat Zara terdiam membatu. Erna sang mertua tiba-tiba saja muncul di belakangnya. Berdiri dengan kedua tangan melipat didada. Menatap Zara penuh dengan kebencian.“Kau tahu, aku merasa sangat senang melihatmu menangis tak bedaya seperti ini!”cibirnya.Zara mengusap air matanya dengan kasar.Berusaha untuk berdiri tegak walau kakinya gemetaran, hingga akhirnya dia harus memegang dinding untuk membantunya berdiri tegak.Dia menatap mertuanya dengan pilu. “Kenapa mama begitu membenci Zara? Apa salah Zara ma?”tanya Zara lirih dan memohon.Erna berdecih, “Aku punya alasan kuat untuk membencimu. Yang kuinginkan hanyalah membuatmu menderita. Hancur, dan perlahan meninggalkan dunia ini selamanya!”“Maa! Kenapa mama begitu kejam!”sungut Zara tak terima.Erna berjalan mendekat, berdiri dengan angkuh di hadapan Zara. “Kejam! Ahahahha.. aku memang kejam! Lalu, kau mau apa, huh?”Zara diam tak berkutik, “Biar ku lakukan satu hal yang lebih kejam. Aku akan menantangmu!”desis Erna menatap Zara tajam dan kebencian yang membara dalam hatinya.“Apa maksud mama? Apa tidak cukup kekejaman ini mama berikan padaku!”Zara menggeleng tak percaya.“Tidak! Tidak akan pernah cukup!” dia mencondongkan badanya ke samping wajah Zara. Lalu berbisik tajam.“Aku menantangmu. Jika dalam waktu satu tahun ini Yusuf masih mempertahankamu. Itu artinya kamu menang, Zaara. Tapi, jika selama waktu itu Yusuf yang mengusirmu dari kehidupannya. Itu artinya wanita kejam ini yang menang!” bisiknya semakin mengoyak luka sayatan hati semakin melebar.****#Bersambung....***Cahaya bulan terilhat meredup di langit malam. Seolah dia sepakat dengan hati yang sedang terluka. Menemaninya yang meredup dengan sedikit cahaya hati sinar bahagia dan tak bahagia. Semilir angin malam menyayat kulit halusnya yang tertutup cardigan tipis.“Huhhhfftt...” hembusan nafas panjang dia keluarkan. Berusaha sedikit meringankan beban di hatinya. Malam ini adalah malam pengantin suaminya dengan sang madu. Mereka yang dibayangkan sedang memadu kasih di malam pertamanya sedang di sini dia sedang berpelukan dengan angin dingin malam yang menghantarkan udara menyesakan juga rasa kesepian pada hatinya.“Aku, hanya bisa berharap kalian berbahagia dan segera memiliki keturunan.”ucap Zara lirih, memejamkan matanya dan kembali air mata itu mengalir tanpa dia minta.Kesedihan ternyata tak hanya membuat air matanya mengering tapi tengorokannya juga ikut mengering. Dia mengambil teko air yang ada di meja rias nya, teko itu sudah kosong dan harus kembali di isi.Zara terdiam,bibirnya ki
Saat sudah berada di lantai atas dia melewati kamar dia dan Yusuf dulunya. Tanpa melihat dan menoleh. Namun sekejap dia mendengar suara pintu terbuka.Lalu dia hanya merasakan seseorang dengan gesit menarik tanganya kedalam kamar lalu seseorang itu langsung mengunci pintu.Zara tersentak, “Apa yang kamu lakukan, mas!”sentak Zara heran dengan nada tak suka. Namun berusaha dia untuk menenagkan diri. Mencoba menarik nafas dalam dan menghembuskanya perlahan.“Apa yang kamu inginkan?”tanya Zara melembutkan suaranya. Yusuf bungkam dengan kepala tertunduk namun dia masih berdiri menghalang pintu yang sudah tertutup. “Mas? Ada apa?”“Ak-aku...,”Zara mengernyit mendengar suara Yusuf yang terbata gugup. Dia memjamkan mata berusaha mengontrol hatinya.Jika dulu ketika Yusuf bersikap seperti itu padanya maka Zara akan langsung memeluk dan mengodanya. Karena dia selalu merasa gemas dengan sifat Yusuf yang terkadang gugup saat bersama dengannya.Namun, semuanya kini telah berbeda. Yang dia rasakan
YUSUF PoV Pagiku terasa kacau. Pertama kalinya dalam hidup aku merasa teramat bersalah membuat hari dan kehidupan yang dulu begitu bahagia dan ceria kini berubah menjadi terasa hampa.Zara mulai kurasakan berubah, tak bisa lagi kulihat senyumnya yang benar-benar seperti orang bahagia. Dia hanya memaksakan tersenyum untuk menutup luka di hatinya.Aku sudah menjadi suami yang egois dan jahad. Namun, bodohnya aku menyadari semua kesalahan ini setelah semua hal ini terjadi.Jika saja,waktu bisa di putar ulang kembali maka seumur hidup aku tak akan pernah melakukan hal ini. Suasana hatiku kacau,dan tak ada rasa bahagia dalam hatiku. Menjadikan Syifa seorang istri itu bukan keinginanku.Semua karena Mama. Desakannya dan segala macam tuduhannya pada Zara yang terus menerus dia katakan padaku. Membuatku lelah dan terjebak dalam permainannya. Tapi, lagi-lagi aku menyadari tak semua salah mama. Seperti halnya yang Zara katakan.Seorang suamilah yang memegang kunci dalam pernikahan. Jika suami m
***Menjelang siang, tepat pukul 12.30 Zara menelepon Yusuf suaminya, dan tak butuh waktu lama Yusuf langsung menjawab panggilan Zara.“Assalamualaikum,Sayang.”sapa Yusuf dengan manja.Ah, sayang? Ntah kenapa Zara merasa kesal dengan pangillan itu. Kenapa pria selalu punya berbagai tipu muslihat dan mulut yang berbisa dengan kata-kata manisnya. Walaupun sudah ada banyak penghianatan yang juga mulutnya ucapkan.Zara hanya menjawab seadanya saja. “Waalaikumsalam,mas. Hari ini aku saja yang menjemput Alya dan....Syifa.”terasa kelu lidahnya mengucapkan nama madunya. Yusuf terdiam membatu dengan ucapan Zara.“Ka-kamu yakin?”“Iya, tidak apa-apa. lagi pula, bukan hanya rumah kita saja yang muat untuk satu orang lagi. Mobilku juga cukup luas untuk menampung satu penumpang lagi,kan.”ucap Zara seolah sebuah sentilan yang tepat mengenai relung hati Yusuf yang terdalam. “Yasudah, terserah kamu aja. Kebetulan mas hari ini pulang lebih sore.”“Yasudah. Assalamualaikum.”“Tung...,” tut...tutt pangg
***“Kenapa kamu menangis?”Yusuf bertanya dengan nada lirih, kala air mata Zara mengenai punggung tangannya.Zara menggeleng dan menghapus jejak air matanya. “Enggak mas. Zara tidak ingin apapun untuk saat ini.”jawab Zara dengan terenyum tipis membuat Yusuf meringis.“Sudahlah, ini sudah malam. Kamu tidak ingin istirahat?”tawar Zara. Dia melenggang pergi dari hadapan Yusuf. Saat dia ingin menaiki ranjangnya Zara terhenti sejenak lalu menoleh kearah Yusuf.“Ehmm...mas, kamu tidur dimana malam ini?”tanya Zara dengan suara pelan.“Boleh aku tidur bersamamu?”Yusuf kembali bertanya. Dia mendekat kearah Zara. Lalu menggenggam tangan istrinya dan berucap. “Ntah kamu mempercayainya atau tidak. Hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku sentuh dan aku peluk dalam dekapanku.”“Mas, sudahlah.”pukas Zara cepat. Menepis pelan tangan Yusuf yang kembali ingin memeluknya.Yusuf kecewa Zara masih tak mempercayai ucapannya. “Hari ini sangat melelahkan. Kamu harus tidur, mas. Besok, akan ada hari baru
***“Kamu sedang apa?” suara lembut itu membuat lamunan Zara membuyar. Sedari tadi dia terus melamun sambil menantap kosong televisi yang terus menyala. Hingga Yusuf datang dan menepuk pundaknya. “Kamu sedang apa? kenapa terus melamun?”tanyanya lagi karena Zara terus diam dan menatapnya tanpa mengatakan apapun.“Tidak ada,mas.”sahut Zara seraya menggeleng.Yusuf tersenyum tipis. Dia memutari sofa dan berjalan duduk di samping Zara.Dia menangkup pundak Zara, membuatnya untuk duduk berhadapan. “Apa yang sedang kamu pikirkan, heum?”tanya Yusuf dengan lembut.“Tidak. Aku hanya memikirkan jadwal pemeriksaan pasien untuk besok.”bohong Zara. Karena saat ini yang ada di pikirannya hanyalah Alya putrinya.Yusuf mendengus. “Kenapa kamu selalu begitu? Apa tak ada waktumu sedikitpun bersama denganku. Cukup memikirkan aku saja. Jangan ada yang lain. Kenapa kamu tidak mengerti?”ucapnya lirih.“Aku hanya ingin menghabiskan minggu ini berdua denganmu. Tapi kamu, tak bisakah memikirkan aku saja?”desa
“YUSUF.... SYIFA HAMIL! KAMU AKAN JADI SEORANG AYAH!”Bagai di sambar petir, gemuruh yang menggelegar di hatiku. Sesak! Membuat aku sulit bernafas. Tanganku terkepal di dada, sungguh berita itu membuat keadaanku semakin terpuruk.“Kamu dengar!”pekik Mas Yusuf. Dia mengguncang bahuku dengan keras. Membuat aku menatap matanya. Kulihat bibirnya bergetar. “Kamu dengar itu, Zara! Saat kamu mengatakan tidak ingin anak lagi. Wanita lain kini yang mengandung anakku!”“KAMU PUAS SEKARANG!”teriaknya kencang. Sekarang bukan hanya hatiku, tapi seluruh tubuhku terasa sakit seperti tertusuk ribuan jarum.“Ma-mas...ak...”tak sanggup aku mengucapkan kata apapun.“Sekarang terserah padamu! Aku tidak peduli! Kamu suka membuat keputusan sendiri, kan? Oke!”desisnya tajam. “Sekarang aku sudah tidak peduli! Aku juga tidak akan lagi MENYENTUHMU! KAMU PUAS SEKARANG?!”Aku terdiam membatu mendengar ucapannya. Dia berjalan keluar kamar. Namun, tidak sampai di situ. Ucapannya kembali membuat hatiku bertambah han
Ayu menginggit bibirnya kuat menahan sakit di hatinya. Betapa malang nasib adik iparnya ini.“Zara dengar, berkorban itu ada batasnya. Jika kamu sudah tidak sanggup, maka pergilah! Aku tak ingin kamu terus menderita... aku juga sedih melihatmu seperti ini karena adik, juga orang tuaku. Terlebih ada Syifa yang memang mama hadirkan untuk memisahkan kalian!”Mata Zara membulat mendengar ucapan Ayu. “Apa maksud kakak?!”“Zara, mama sengaja mengenalkan Syifa pada Yusuf dan menikahkan mereka untuk menyingkirkanmu dari keluarga ini. Dan juga malam itu...,”Ayu menghentikan ucapannya membuat Zara menatapnya dengan menuntut.“Apa yang terjadi? Malam apa?! katakan padaku kak?!”desak Zara.“Ak-aku tak sengaja melihat mama mencampurkan obat perangsang dalam minuman Yusuf saat malam pengantin mereka....”“Astagfirullah...”bahu Zara merosot lemas. “Kenapa mama begitu membenciku? Apa yang sudah aku lakukan?! Apa?!”teriak Zara Frustrasi. Tubuhnya lemas dalam dekapan Ayu.***Di ruang pemeriksaan kandun