Share

Tentang Wasiat

#Tujuh#

Reyka memeriksa buku catatan yang selalu dibawanya ke mana-mana. Buku catatan itu berisi targetan yang harus dikerjakan setelah disusun berdasaran minggu, bulan, tri wulan hingga satu semester ke depan. Reyka merasa harus mulai melakukannya. Karena dengan memetakan target, tujuan hidupnya akan lebih terarah.

Reyka membolak balik kalender duduk di meja belajarnya. Ujian semester akan diadakan pekan depan sedangkan ujian nasional akan dilaksanakan bulan April, yang berarti akan dilaksanakan empat bulan lagi.

“Lumayan nih, libur sekolah dua minggu,” gumam Reyka.

Pikirannya kembali menyusun rencana untuk mengisi waktu liburan. Seminggu akan dia jadwalkan untuk mengunjungi ibunya. Dan seminggu lainnya, akan dia manfaatkan untuk belajar bisnis. Mungkin ini saatnya untuk mulai peduli terhadap urusan bisnis.

“Non,” panggil Bi Siti sambil mengetuk pelan pintu kamar Reyka.

“Ya, Bi?” Reyka menyimpan buku catatannya dan membuka pintu. “Ada apa, Bi?” tanya Reyka.

“Non diminta makan malam dengan Tuan sekarang. Tuan sudah ada di meja makan,” terang Bi Siti.

“Tumben! Gak akan hujan angin, Bi?” celetuk Reyka yang kemudian menutup pintu kamar dan berjalan menuruni anak tangga.

Dalam hati Reyka menebak, pasti ada hal penting yang akan disampaikan oleh ayahnya. Dan Reyka mengira ini ada hubungannya dengan Tante Dinda.

“Ada apa, Yah?” tanya Reyka dengan nada malas tanpa berbasa-basi. Tangannya menarik salah satu kursi meja makan.

“Apa begini caramu berlaku kepada orang tua?” tanya Irawan.

"Ya, tergantung orangnya dulu. Rey setuju dengan kata-kata yang ada dalam sebuah stiker, anda sopan, saya segan. Ya, begitulah kurang lebih,” Reyka berargumen.

 Irawan tak ambil pusing dengan sikap Reyka. Yang penting sekarang dia akan menyampaikan hal yang selama ini ditunggu-tunggunya.

“Dua minggu lagi Ayah akan menikah dengan Tante Dinda. Ayah harap kamu bisa menerimanya sebagai Ibu sambungmu.”

"Harusnya, Ayah yang bertanya padanya, maukah Tante Dinda menjadi Ibu sambung bagi Reyka?”

“Jangan memutar-mutar, Rey!” tegur Ayah Reyka.

“Loh, bukankah Ayah selalu bersikap jika Rey bukan anak Ayah? Lalu mengapa saat Ayah akan menikah dengan Tante Dinda meminta persetujuan Rey?”

“Jika bukan karena surat wasiat itu, Ayah juga malas melakukannya!”

Reyka menajamkan insting. Tampaknya ada yang harus dia selidiki terkait apa yang baru saja terucap dari lisan ayahnya. Tentang surat wasiat, sudah pasti hal ini berkaitan dengan pengacara kakeknya. Reyka bertekad untuk mengetahui apa isi wasiat kakeknya itu.

“Rey bisa berbuat apa lagi jika Ayah memang mau menikahi Tante Dinda. Silakan, Ayah bisa melakukannya.”

“Oke, Ayah anggap kamu setuju.”

“Dengan syarat!”

Irawan menatap tajam Reyka. Menunggu apa yang akan Reyka minta.

“Apa?”

“Setelah ujian semester nanti, selama seminggu Rey ingin berkunjung ke kantor dan Rey ingin Ayah yang mengajari Rey bisnis!”

“Apa maumu, Rey?” tanya Irawan tak mengerti.

Sebetulnya syarat yang diajukan Reyka muncul begitu saja. Awalnya, Reyka akan meminta Om Rudi untuk mengajari tetapi takdir seolah memberikan kesempatan padanya untuk belajar di kantor Irawan.

“Hanya ingin belajar memahami bisnis. Bukankah Kakek dan Ayah Rey seorang pebisnis yang sukses? Apa Ayah tak ingin memiliki penerus untuk bisnis Ayah nanti?” tanya Rey.

“Oh, tidak, mungkin anak Ayah dari rahim Tante Dinda yang akan meneruskannya. Rey hanya minta diajarkan, tak lebih” lanjut Reyka.

“Apa kamu akan mengusik posisi Ayah dengan datang ke kantor?” selidik Irawan.

“Ya ampun, Ayah! Dengan anak sendiri, kok, curiga begitu?” singgung Reyka yang semakin yakin ada rahasia yang disembunyikan Ayahnya.

“Ingat, hanya belajar!” Irawan menegaskan. Reyka menanggukan kepala.

Reyka merasa perlu mempelajari bisnis. Dia belum bisa membayangkan bagaimana kehidupannya nanti di Korea. Dengan banyak kemampuan yang dia miliki, dia berharap bisa bertahan di Korea nanti walau di hadapkan dengan kemungkinan terburuk seperti Irawan tak lagi mengiriminya uang.

Irawan beranjak dari meja makan tanpa menyentuh makan malamnya sama sekali. Dia merasa telah bersepakat dengan Reyka, yang tanpa dia duga Reyka malah memberikan syarat aneh dan cukup membuatnya khawatir.

Reyka makan malam dengan tenang seorang diri seperti biasa. Mulutnya yang mencerna makanan tak membuat otaknya berhenti bekerja. Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas meja makan dan menghubungi Om Rudi.

“Waalaikum salam. Om, maaf mengganggu. Rey mau tanya, Om kenal dengan pengacara Kakek?” tanya Reyka. Reyka mendengarkan dengan saksama apa yang dikatakan Omnya.

“Oh, tak ada apa-apa, Om. Cuma mau silaturahim. Rey mau tanya-tanya tentang hukum. Barangkali Rey minat masuk fakultas hukum,” jawab Rey asal yang tidak begitu saja dipercaya oleh Omnya.

“Siap, terima kasih, Om. Rey tunggu, ya. Assalamu alaikum.”

Rey kembali melahap makanannya saat Om Rudi mengirimkan nomer kontak Pak Faisal. Pengacara kakeknya, Triyoto Sasmita.

=== 

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” tanya lelaki paruh baya yang duduk dihadapan Reyka.

“Selamat siang, Pak. Kenalkan saya Reyka. Reyka Sara Sasmita. Yang tadi pagi menghubungi,” Reyka memperkenalkan diri dengan sopan.

“Reyka? Cucu almarhum Pak Triyoto?” tanya Pak Faisal tak percaya. “Kamu sudah sebesar ini rupanya, aku sampai tak mengenalimu, Nak,” Pak Faisal berdiri dan menyambut Reyka.

Pak Faisal kemudian mempersilakan Reyka duduk di sofa di tengah ruangan.

“Ada apa sampai repot berkunjung, ada yang bisa kubantu?” tanya Pak Faisal.

Setelah sedikit berbasa-basi, Reyka pun akhirnya mengutarakan maksud kedatangannya menemui Pak Faisal. Reyka dengan polosnya mengatakan ingin mengetahui isi surat wasiat yang diberikan kakeknya.

“Surat wasiat itu hanya boleh kamu ketahui saat kamu sudah dewasa, Rey. Kakekmu khawatir, itu akan membebanimu jika kamu mengetahuinya lebih awal.”

“Tapi usiaku sudah tujuh belas tahun, Pak. Tak bisakah dimasukkan dalam golongan dewasa?” tanya Reyka.

“Belum, Sayang. Paling tidak sampai usiamu dua puluh tahun.”

“Tapi itu masih tiga tahun lagi dari sekarang,” Reyka merajuk. “Pertengahan tahun depan Rey akan kuliah di luar negeri. Rey hanya ingin tahu adakah wasiat untuk Rey dari Kakek sebelum Rey berangkat?”

“Hubungi aku saat usiamu dua puluh tahun. Aku akan memberitahukannya nanti.”

“Pak, tidak bisakah memberikan sedikit saja bocoran tentang itu?” Reyka masih berusaha membuat Pak Faisal luluh.

Namun Pak Faisal malah tertawa dengan santainya, “Sifatmu ini persis sekali dengan Pak Triyoto. Pantang menyerah! Surat wasiat itu ada kaitannya dengan perusahaan. Belajarlah dengan giat, jika kamu lulus kuliah, kamu bisa menerimanya.”

Reyka menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ternyata mengorek informasi ini sulit, tak seperti dalam bayangannya. Dia akan pulang dengan tangan kosong. Harus lebih bersabar menunggu waktu tiga tahun lagi untuk mengetahui perihal surat wasiat yang sejak semalam membuatnya penasaran.

Setelah sedikit berbincang tentang hal lain, Reyka akhirnya pamit undur diri. Dalam perjalanan pulang, dirinya kembali mengendarai mobil dengan pengawasan Pak Rahmat yang berada di samping kirinya. Reyka sudah semakin lancar mengendarai mobil. SIM A telah dimilikinya sejak seminggu yang lalu.

Rencananya, tiga bulan ke depan dia akan mengajukan pembuatan SIM internasional dan paspor. Setelah ujian nasional selesai, dia pun harus membuat visa sebagai salah satu syarat untuk tinggal di Korea.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status