Share

Chapter 3 - Resah

Author: Nabila Irawan
last update Last Updated: 2022-09-13 22:28:13

Malam hari akan menjadi saat-saat paling dingin nan sunyi untuk Gina. Tak terkecuali juga malam ini; malam di mana ia akan menyambut detik-detik peringatan hari kelahirannya ke dunia ini 24 tahun silam. Hari di mana telah terlahir sesosok bayi cantik yang mungil, yang tidak akan ada seorang pun yang menyangka bahwa nasib dari bayi tersebut tidak akan sesuai dengan doa-doa dan harapan-harapan yang mereka panjatkan dulu.

Bahkan dalam menyambut hari spesial tersebut, ia hanya sendirian. Terduduk dalam sepi di salah satu kursi meja makan dengan sepotong kue dan lilin yang terhidang di atas meja di hadapannya.

Sementara waktu terus berjalan, Gina hanya termenung. Memikirkan banyaknya kejadian yang telah dialaminya selama ini. Tak ia sangka, 24 tahun terasa begitu singkat. Meski ada beberapa saat ketika ia merasa waktu berjalan dengan sangat lambat.

Contohnya, ketika Endra selalu memberikan tatapan tajam dan dingin padanya. Ia benci saat-saat seperti itu dan ingin segera mempercepat waktu untuk beberapa saat ke depan.

“Gina, apapun yang saat ini kamu miliki itu adalah hakmu. Apapun yang ingin kamu miliki itu adalah proses berjuangmu. Jadi, jangan pernah menyerah dan jangan pernah berhenti bersyukur atas segala karunia yang telah didapat. Selamat ulang tahun, Gina Kairen. Semoga Tuhan selalu melimpahi kamu dengan kasih sayang dan kesabaran tanpa batas,” gumamnya pelan.

Tepat jam 12 malam lebih satu detik, Gina meniup lilinnya dengan satu kali tiupan. Bersamaan dengan itu, ia juga melihat sosok yang berdiri di dekat tangga paling atas, tengah menatapnya tanpa eskpresi yang berarti.

Jadi, ketika keinginannya sudah terpenuhi, Gina segera membenahi lilin dan kue tersebut untuk kembali dimasukannya ke dalam lemari es. Ia akan memakannya esok hari ketika ingin.

Dan sekarang, sudah saatnya untuk beristirahat. Tubuhnya sangat lelah, hampir menyetarai rasa lelah dalam pikiran yang setiap hari selalu menghampirinya. Semoga saja, esok hari akan menjadi lebih baik dari hari ini.

Setidaknya, itu yang ada di pikirannya sebelum ia kembali melihat Endra dengan eskpresi yang masih sama seperti tadi; terkesan acuh dan tidak peduli.

***

“Nggak apa, nggak usah sungkan. Makasih sudah dikembalikan sesuai janji kamu. Nanti aku langsung sampaikan ke mas Endra.”

Perbincangan pagi hari di telpon itu cukup menjadi penyemangat Gina dalam memulai harinya. Salah seorang temannya yang juga teman Endra sudah mengembalikan pinjaman yang ia beri satu bulan lalu, dan ia akan mengembalikan uang itu pada Endra karena itu memang uang Endra di luar nafkah bulanannya.

Gina sendiri baru selesai memasak untuk sarapan. Seperti biasa, ia akan menunggu Endra di meja makan untuk makan bersama. Namun, ketika lelaki itu turun dan langsung menuju pintu, Gina segera melangkah cepat untuk menghampiri suaminya.

“Mas…”

Endra tidak menoleh, ia sibuk dengan panggilannya dengan seseorang di sebrang sana.

“Baik, terima kasih. Akan segera saya hubungi kembali. Selamat pagi.”

Dengan sabar Gina menunggu. Hingga saat ponsel itu sudah menjauh dari telinga Endra, dengan semangat ia berkata, “kamu nggak sarapan dulu, mas?”

“Nggak.”

Mendengar itu Gina hanya bisa tersenyum miris. Sementara Endra terus melangkahkan kakinya menuju garasi yang telah terbuka untuk mengambil mobilnya.

Namun, lagi-lagi Gina bersuara, “Kinanti sudah bayar pinjamannya, mas. Aku langsung transfer ke rekening kamu, ya?”

Decakan keluar dari mulut Endra. Melihat Gina yang berusaha menyamai langkah lebarnya membuat ia sedikit risih.

“Mas-“

“APA LAGI?!” tanya Endra kesal. Ia menghentikan langkahnya sembari menatap Gina dengan dahi berkerut dan sorot mata meminta jawaban.

Gina terkejut karena Endra membentaknya tiba-tiba. Jadi ia hanya diam, menatap wajah Endra yang kaku dan menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan suaminya. Padahal, bentakan seperti itu adalah makanan sehari-hari yang tidak lagi asing untuknya. Namun entah kenapa semenjak hamil, hatinya menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung.

Tanpa banyak bicara, Gina berbalik arah, melangkah menuju pintu dan segera masuk ke dalamnya. Di saat-saat seperti ini, perasaannya yang sedang sensitif tidak akan mampu untuk diajak berkompromi. Jadi ia lebih memilih menghindar daripada harus memaksakan usahanya dalam rangka membangun hubungan yang lebih baik dengan sang suami.

Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke kamar, merebahkan tubuh beratnya ke atas kasur dan menutup semua tubuhnya menggunakan selimut.

Gina tidak menangis. Sudah ia bilang bahwa hal seperti itu adalah makanan sehari-harinya. Jadi ia hanya akan sedikit merenung sembari mengusap perut besarnya, membisikan kalimat-kalimat penenang untuk si jabang bayi yang mungkin ikut terkejut karena bentakan sang ayah.

“Maafkan ibu, ya, sayang.”

***

Lagi-lagi Endra merasa gelisah setelah beberapa saat yang lalu telah berbuat seperti itu pada Gina. Sungguh, sebelumnya ia tidak pernah merasa seperti ini. Semuanya berubah ketika ia memberikan surat cerai pada Gina yang harus ditandatangani, yang bahkan sampai saat ini surat itu masih ada di tangan sang sitri dan belum jelas apakah akan disetujui atau tidak.

Setelah menimang beberapa saat, Endra yang tidak ingin bekerja dengan keadaan seperti itu merasa harus mengalah dengan kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia hanya ingin memastikan keadaan Gina, dan akan berpura-pura mengambil berkasnya yang tertinggal untuk menutupi rasa malu kalau-kalau perempuan itu tahu Endra kembali masuk ke dalam rumah hanya untuk melihatnya.

Sayangnya, keberadaan perempuan itu tidak Endra jumpai di tempat yang seharusnya. Hanya ada dua piring nasi dan dua piring lauk yang masih terlihat utuh di atas meja makan. Jadi ia kembali melangkahkan kakinya menuju tempat yang sangat mungkin tengah ditempati oleh sang istri; kamar tidur.

Ketika Endra sampai di sana, Endra berusaha untuk mengendap-ngendap agar keberadaannya tidak akan disadari Gina. Bagusnya, pintu kamar itu sedikit terbuka, memungkinkannya untuk menengok apa yang sekiranya tengah istrinya lakukan.

“Maafkan ibu, ya, sayang.”

Sayup-sayup kalimat itu menyapa gendang pendengaran Endra. Cukup jelas meski seperti teredam oleh sesuatu.

“Maafkan ibu atas semua ketidaknyamanan kamu selama ini. Maafkan ibu juga karena banyak keinginan kamu yang nggak bisa ibu penuhi.”

Hening sesaat, Endra masih mendengarkan, hingga-

“Bahkan hal sederhana seperti usapan tangan ayahmu saja nggak bisa ibu penuhi. Maaf, ya, nak.”

Sesuatu yang tajam seolah menikam jantung Endra secara tiba-tiba. Kalimat yang baru diucapkan Gina sangat mengganggu kenyamanan hatinya.

“Tapi usapan tangan ibu juga sama hangatnya, kan, sayang? Nggak apa-apa, ya. Semoga nanti kamu tumbuh menjadi manusia yang berjiwa lapang dan berhati besar. Kamu anak ibu. Satu-satunya yang ibu punya setelah mungkin nanti ayahmu nggak akan lagi bersama kita.”

Endra? Ia terdiam seribu bahasa.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 44 - Ren?

    Siapapun itu, tolong tenggelamkan Gina sekarang juga.Subuh ini, ia baru keluar dari kamar mandi dekat dapur dengan handuk yang melingkar menutupi rambutnya yang basah. Kamar tidurnya tak memiliki kamar mandi dalam seperti kamar di lantai atas, jadi mau tidak mau ia harus menggunakan kamar mandi dekat dapur.Dan tanpa diduga, saat ia keluar dari sana Irma sudah berdiri di dapur dengan segelas air di tangannya. Beberapa detik mereka lalui dengan keheningan, sebelum Irma menyadari sesuatu dan ia tersenyum menggoda ke arah sang menantu.“Duh, si Endra itu kebangetan, ya. Padahal Mama sama Papa lagi nginep di sini.”Wajah Gina memerah karena malu. Ia berniat berpamitan pada Irma untuk segera kembali ke kamar, namun ucapan Irma belum berhenti. “Baru jam 3 loh, Gin. Padahal nanti aja jam 4 biar bisa langsung sholat subuh.”Gina gelagapan, ia sangat malu.“M-mama kenapa udah bangun?” tanyanya untuk mengalihkan pe

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 43 - Semoga Saja

    “Ndra, gue nggak maksud gitu, gue juga nggak tahu kalau Darren bakal –““Iya, memang semuanya salah gue kok, Daf. Lo nggak salah karena yang lo bilang itu memang faktanya.”“Ndra –““Mungkin si Darren nya aja yang terlalu sayang sama Gina sampai dia begitu. Gue nggak nyalahin lo. ini memang salah gue.”Kali ini Daffa diam dan tidak berusaha menyela. Ia merasa sangat bersalah atas kenyataan yang terjadi saat ini. Ia tidak menyangka bahwa Darren akan sejauh itu. Yang ia pikir Darren hanya akan sedikit menggertak Endra untuk memberikan sahabatnya itu pelajaran.“Lagipula ini juga jadi tantangan buat gue. Proyek itu nilainya nggak main-main. Dan kapan lagi ya kan gue dapat kesempatan buat dapatin tender itu?”Kopi hitam pekat itu Endra seruput dengan nikmat. Ia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut café untuk menghindari sorotan kecewa di matanya. Bagaimanapun hu

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 42 - Mulai Membaik

    “Secepat itu?” “Iya, secepat itu.” Endra merinding mendengarnya. Sebenarnya apa yang Gina lihat darinya sampai wanita itu merasa demikian? “Perkembangan kasusnya Andika gimana, Mas?” Mungkin Gina malu untuk terus mengungkit masa lalunya ketika mengenal Endra, jadi ia mengalihkan topik pembicaraannya. “Aku belum tahu. Itu udah bukan ranahku lagi.” Kelegaan seketika menghinggapi hati Gina. Jawaban sang suami secara tidak langsung mengatakan bahwa Endra sudah tidak ikut campur lagi dalam masalah Safira yang masih berupaya untuk membebaskan tunangannya. Keheningan melanda mereka sampai tiba-tiba suara tangis Raka terdengar dan membuat keduanya langsung terburu-buru berlari ke kamar Gina. “Kenapa? Digigit nyamuk?” tanya Endra saat Gina menggendong tubuh mungil itu. “Kan udah pakai kelambu, Mas,” jawab Gina aneh. “Kayaknya cuma haus. Popoknya masih kering.” Tanpa ragu Gina mengeluarkan payudaranya untuk menyus

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 41 - Alasan Putus

    Jarum pendek menunjukkan pukul 10 malam ketika Endra baru menapakkan kakinya di ruang tengah. Ia sudah akan beranjak menaiki tangga, namun pemandangan sang istri yang tengah tidur dengan posisi duduk bersandar pada sandaran sofa cukup menyita perhatiannya. Kebiasaan Gina timbul lagi. Wanita itu kembali menunggunya di ruang tengah ketika ia terlambat pulang. Namun kali ini ada yang berbeda dengan apa yang Endra rasakan. Terbesit rasa iba dan tak nyaman ketika ia harus membiarkan tubuh itu untuk tertidur di sana sampai pagi seperti yang biasa ia lakukan. Jadi dengan ragu, Endra menghampiri sang istri, menyimpan tas kerjanya di sofa yang lain dan berjongkok untuk sekadar menatap wajah manis yang tengah terpejam anggun. “Kalau aja hubungan kita dimulai dengan cara yang baik, mungkin nggak akan seperti ini jadinya,” gumamnya dalam hati. Baru saja Endra akan mengangkat tubuh itu, tiba-tiba mata itu terbuka dengan pelan dan mengerjap beberapa saat. Beruntung Endra hanya baru menyentuh ka

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 40 - Misteri Masa Lalu Gina

    “Gina Kairen yang dulunya anak manajemen bisnis?”“Iya, dia seangkatan sama lo.”“Bentar, bentar…” Wanita berkacamata bulat itu mengisyaratkan ia tengah berpikir. “Gina yang mantannya si Haris, kan?”“Haris siapa?”“Eh, bukan, itu cuma gosip. Yang betul itu mantannya si Renan, ya?’“Astaga, siapa lagi si Renan?”“Eh, mantan gebetan maksudnya.” Ia diam lagi. “Gina ini yang pernah pacaran sama Kak Darren, kan?”Endra menghela napas. Sepertinya kisah percintaan sang istri di masa lalu cukup menyita perhatian publik. Ia sendiri kuliah di tempat yang berbeda, jadi wajar saja ia tidak tahu bagaimana Gina saat kuliah dulu.“Iya, yang itu.”“Dulu gue nggak terlalu aktif di kampus, sih, beda sama dia yang cenderung aktif dan gampang akrab sama orang,” ujarnya sambil mengingat masa-masa kuliahn

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 39 - Rencana Pembalasan

    Malam ini Gina tengah termenung di kamarnya. Di sampingnya Raka sudah tertidur setelah minum susu formula yang syukurnya diterima baik oleh sang anak.Pembicaraannya tadi bersama Endra berujung buntu. Sebab ketika ia bertanya bagaimana bisa Daffa tahu tentang ketidakharmonisan rumah tangganya, Endra hanya diam dengan raut wajah sedikit mengeras. Dan mereka tak terlibat pembicaraan apa-apa lagi perihal itu. Endra sendiri hanya beberapa kali bertanya tentang Raka, setelah itu mereka akan kembali diam.Tiba-tiba Gina merasa haus. Jadi setelah memindahkan Raka ke tempat tidurnya dan memastikan sang anak benar-benar tertidur, ia langsung beranjak ke dapur untuk mengambil minum.Tanpa disangka, ternyata Endra ada di sana; tengah duduk seorang diri di kursi meja makan dengan segelas air yang seolah sedang ia tatapi. Di balik itu, Gina jelas tahu Endra tengah melamun. Ia sendiri tidak ingin mengganggu, jadi setelah mengambil air ia berniat untuk langsung kembali ke kama

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 38 - Belanja Bersama

    “Merk nya yang ini, ya?” tanya Endra sembari menunjukkan sekotak susu formula pada Gina. Gina mengambil alih kotak tersebut dan melihat-lihat tulisannya dengan detail. “Iya, yang ini.” Saat ini mereka tengah berada di supermarket. Setelah dari dokter dan mengantongi informasi mengenai susu formula yang dianjurkan sesuai dengan kondisi Raka, mereka langsung tancap gas menuju supermarket terdekat. Jangan tanyakan perasaan Gina saat ini. Jelas ia sangat bahagia karena ini adalah kali pertama mereka pergi belanja bersama. “Beli satu kotak dulu, Mas. Takutnya nggak cocok dan mubazir.” Endra memasukkan susu itu ke dalam troli dan mendorongnya sembari melihat beberapa produk yang dipajang di sana. Gina sendiri mendorong stroller Raka di depan Endra. “Gin?” Endra tiba-tiba berhenti. “Iya?” “Kamu nggak minum susu ini?” Itu susu khusus ibu menyusui. Sebenarnya Gina sempat ingin, tapi ia hampir tak punya waktu dan selalu lupa untuk membelinya. “Nggak,” jawabanya. “Kenapa?” “Aku belum

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 37 - Tidur Bersama

    Dan di sinilah mereka sekarang; berbaring di masing-masing sisian tempat tidur dengan Raka yang berada di tengah-tengah. Gina sudah tidur beberapa saat lalu dengan Raka yang sudah pulas setelah menyusu. Sementara Endra masih belum tidur, bahkan kantuknya malah hilang entah kemana. Ia hanya diam, sembari memandangi wajah Gina yang kentara oleh rasa lelah; kantung mata menghitam, jerawat yang masih memerah di atas dahi, dan bibir pucat yang belum berubah semenjak ia memberi obat. Dan Endra merasa bodoh karena tak pernah memahami hal itu lebih awal. *** Pagi hari tiba tanpa terasa. Gina terbangun dari tidurnya karena alarm yang ia pasang setiap hari. Namun di antara pagi lain yang telah ia lalui, pagi ini adalah pagi terindah yang pernah ia rasakan. Bagaimana tidak jika pemandangan anak dan suaminya yang masih tertidur pulas menjadi hal pertama yang ia lihat ketika membuka mata. Bahkan gaya tidur keduanya pun sama; dengan tangan kiri ke atas dan kaki kir

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 36 - Disepelekan

    Apa katanya? Yang kerjaannya hanya tinggal minum susu? Air mata Gina keluar begitu saja setelah beberapa detik kalimat Endra selesai terucap. Entahlah, ia hanya merasa lelah baik luar maupun dalam. Perasaannya sedang sangat sensitif, membuatnya menjadi mudah menangis hanya karena hal-hal kecil. Terlebih ucapan Endra barusan sangat tepat menusuk jantungnya, membuatnya berdenyut sakit dan seolah tengah berdarah-darah di dalam sana. Lelah, sangat lelah. Bahkan Gina hanya mampu terisak untuk beberapa saat ke depan, mengabaikan Endra yang malah menatapnya dengan malas. Alih-alih bertanya atau menenangkan, Endra malah keluar dari kamar itu. Meninggalkan Gina yang masih tergugu dalam tangisnya di sela rasa pusing yang masih sangat ia rasakan. Jam masih menunjukkan pukul 2 pagi ketika Endra tiba-tiba terbangun dari mimpi buruknya. Ia haus dan merasa kesal karena lupa untuk mengisi air yang biasa ia letakan di atas nakas. Akhirnya ia memutuskan untuk men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status