Share

Insting Wanita (Kontak Bernama Samsudin di Gawai Suamiku)
Insting Wanita (Kontak Bernama Samsudin di Gawai Suamiku)
Author: Unie Vejvongsa

Kontak Bernama Samsudin

#InstingWanita 1

.

.

"Jenuh." Sebuah W* masuk ke gawai Bang Rizal. Dari kontak tak berfoto bernama Samsudin.

"Bang, ini ada W*!" pekikku. Kebetulan Bang Rizal sedang di kamar mandi.

"Dari siapa?" sahutnya, menggema dari kamar mandi.

"Namanya, sih, Samsudin," jawabku. Jujur agak aneh, kok cowok ngirim pesan gak jelas gitu? 

Tak lama, Bang Rizal sudah berdiri di hadapan. Tampak terburu-buru, merebut gawai dari tanganku. Di tubuhnya masih tersisa busa-busa sabun. "Gak jelas!" ucapnya saat melihat pesan tersebut.

Dahiku seketika berkerut. "Kenapa, sih, harus buru-buru gitu? Itu busa masih belum bersih. Emang si Samsudin itu siapa?" tanyaku curiga.

"Kirain penting, gitulo! Dia itu, em, itu ... pelanggan di toko," jawabnya gelagapan, dengan ekspresi yang dibuat-buat santai.

Hanya pelanggan di toko? Sungguh aku ragu. Berbagai pikiran buruk mulai bermunculan.

"Masa, sih? Ngapain pake nge-W* kayak gitu? Kok aneh."

"Entahlah, Maya, abang juga aneh. Salah kirim barangkali."

Melihat mimik Bang Rizal yang santai, aku berusaha berpikir positif. Lagipula, selama lima tahun menjalani biduk rumah tangga, tak ada sekali pun Bang Rizal berbuat aneh-aneh. Namun, tiba-tiba terbersit rasa penasaran untuk menyadap W* Bang Rizal.

Dan nyatanya, pesan-pesan tidak jelas terus bermunculan dari kontak bernama Samsudin itu. Sehingga menimbulkan kecurigaan di benakku.

"Kesel!"

"Sepi."

"Lagi ngapain?"

"Lagi di mana?"

"Udah makan, belum?"

Pantaskah, seorang pria mengirimkan pesan-pesan tersebut ke sesama pria? Sekuat mungkin kutahan rasa gelisah, dan bersikap seolah tak ada apa-apa di hadapannya. Aku harus mendapatkan titik yang lebih terang lagi, untuk mengungkap hubungan Bang Rizal dengan si Samsudin itu.

"Maya, kamu nyadap W* abang, ya?" tanya Bang Rizal akhirnya.

Ah, sial! Kok dia bisa tau, sih? Baru juga dua hari kusadap W*-nya.

"Mm ... kalo iya, emang kenapa?" 

"Ya gak usah aneh-anehlah, apaansih? Risih, tau, gak, diperlakuin berlebihan kayak gini!" ujarnya sewot. Wajah putihnya memerah. Baru kali ini Bang Rizal sewot begini, biasanya selalu santai dengan tindak-tandukku terhadapnya. Apa pun yang aku lakukan terhadapnya, Bang Rizal selalu manut.

"Lah, emang kenapa? Wajar, dong, seorang istri pengen tahu siapa aja yang interaksi sama suaminya," sanggahku dengan nada meninggi.

"Ya tapi gak kaya gini juga, Maya! Kamu ini berlebihan. Gak percaya sama abang? Coba pikir, gimana rasanya gak dipercaya sama pasangan, padahal kita gak ada salah apa-apa!" cerocosnya penuh penekanan.

"Ya kalo gak ada salah, harusnya gak usah sewot gitulah!" Aku tak mau kalah.

"Ah, sudahlah, males debat sama kamu. Bebel!" 

Dan semenjak itu, gawai Bang Rizal dikunci pola. Memang sebelumnya, aku bukan tipikal istri yang kepo dengan gawai suami. Sehingga jarang membuka-buka gawainya. Namun, pesan tempo hari membangkitkan rasa penasaran di benak ini.

Ini membuatku uring-uringan tak jelas. Kuputar otak, bagaimana caranya mencari tahu pola kunci gawainya. Sampai sebuah ide terlintas di kepala.

Aku pura-pura tertidur, saat Bang Rizal merebahkan tubuh di sampingku. Tampak ia memastikan bahwa aku tertidur lelap, dengan mengelus lengan, serta pipiku. Mencurigakan!

Setelah yakin, aku tertidur, diraihnya gawai di nakas yang terletak di sisi pembaringan. Dengan seksama, kuamati pola yang ia tekan. Yes! Dapat.

Entah kebetulan, hari ini Bang Rizal sepertinya lupa meninggalkan gawai. Mungkin karena kesiangan bangun, dia jadi terburu-buru. Waktu menunjukan pukul 05.30 pagi saat kami bangun. Sementara, toko kue sudah mulai produksi dari subuh. Baru kemudian jam 09.00 buka. Dari sebelum menikahiku, Bang Rizal memang mengelola sebuah toko kue. Dari mulai menyewa stand di sebuah plaza, hingga kini membuka toko sendiri di pusat kota yang strategis.

Berdebar, kubuka pola, dan membuka aplikasi berlogo gagang telepon berwarna hijau itu. Nihil, tidak ada pesan yang mencurigakan. Tidak ada pula percakapan dengan kontak bernama Samsudin itu. Sepertinya sudah dihapus. Aarggh ... gemas. Makin curiga. Ngapain dihapus, coba?

Masih dongkol, aku bergegas mandi dan mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana jeans yang sedikit koyak di bagian lutut. Setelah disisir, rambut kucepol asal. Bekerja sebagai staf TI di sebuah kantor surat kabar, aku terbiasa berpenampilan santai. Meski terkadang mendapat teguran juga.

Ting

Sebuah pesan masuk ke gawai Mas Rizal. Segera kusambar benda pipih persegi panjang itu. Benar saja, dari Samsudin.

"Izal, kangen, nih. Udah sampe toko, belum, sih?" 

Degh! Kecurigaanku terbukti juga. Memang ada apa-apa di antara Bang Rizal dan orang itu. Sialan! Seketika emosiku memuncak. Ingin rasanya kucakar-cakar wajah baby face Bang Rizal. Apa mungkin, nama Samsudin itu hanya sebagai samaran, dan orang di balik kontak itu seorang wanita selingkuhan Bang Rizal? Atau ... dia memang pria yang ... ah! I hate my mind. Memang sebagai lelaki, Bang Rizal terkesan lembek dan kurang jantan, meskipun tidak kemayu. Itulah yang membuatku tidak pernah berpikiran macam-macam terhadapnya. Tidak ada ciri-ciri tukang selingkuh dalam dirinya.

"Maya ... k-kamu belum berangkat kerja?" Tiba-tiba, Bang Rizal sudah berada di ambang pintu dengan napas ngos-ngosan. Ia menggigit bibir mendapati gawainya berada di genggamanku.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status