Jam dinding sudah menunjukan pukul 17.15. Sebentar lagi Bang Zaki dan Bapak pulang. Kubiarkan Teh Ira yang masih menangis , didepan meja makan. Lebih baik aku siap-siap menyambut Bang Zaki. Aku segera mengganti pakaian dengan home dress yang biasa ku kenakan sehari-hari. Idan dan Iis masih bermain diruang TV. Terdengar suara Kang Jaya dari luar. "Idan, Iis , mana Emak kamu?. Kondangan kok lama banget. Bapak laper ini belum makan. " Tanya Kang Jaya pada kedua anaknya. Dari nada bicaranya, sepertinya Kang Jaya kesal sama Teh Ira. "Emak nangis Pak, didapur. " Jawab Iis. Kang Jaya langsung menemui Teh Ira yang kini tangisnya mulai pelan.''Heh. Kenapa kamu nangis disini? Pergi kondangan bukanya masak dulu, malah ninggalin lauk sisa tadi pagi. Mau dikasih makan apa suami kamu ini Ra?'' Tanya Kang Jaya pada Teh Ira dengan nada kesal yang tak menghiraukan tangisnya. Tanganya meraih gelas diatas rak kecil,menuangkannya air putih dan meminumnya hingga tandas. Yang ditanya tak menjawab
"assalamualaikum, " Bang Zaki masuk dan mengucapkan salam." Waalaikumussalam." Jawabku dan Ibu berbarengan.Aku segera menyambut kepulangan suamiku. Sementara Bapak masuk dari pintu belakang dan langsung menuju ke kamar mandi."Mau mandi, atau makan dulu Bang. ?" Tanyaku pada Bang Zaki. "Mandi dulu aja Neng, lengket nih badan rasanya. Udah mau Maghrib juga. '' jawab Bang Zaki seraya mengibas-ngibaskan bajunya. "Eh, Idan dan Iis. Udah sore masih disini. Mau minep tempat Nenek?" Tanya suamiku pada kedua ponakanya. "Iya, Idan sama Iis malam ini tidur sama Nenek dulu ya. Udah sana siap-siap ambil wudhu abis ini kemushola bareng Kakek ya. Tunggu Kakek , masih mandi. " Ucap Ibu pada Idan dan Iis, kemudian Ibu berlalu untuk menyiapkan sarung dan baju Koko Bapak. Idan dan Iis menunggu bapak diruang TV ***Setelah sholat Maghrib, seperti biasa Bapak selalu melambatkan untuk pulang kerumah. Sekedar ngobrol dengan jamaa'ah lainya atau kadang memperlama bacaan dzikir. Bang Zaki pun belum
"korupsi bagaimana .?"Tanya Bang Zaki padaku, nampak serius sekali wajah suamiku ini. "Jadi ceritanya Kang Jaya ngasih uang limapuluh ribu untuk kondangan kerumah pak Ustadz, eh uang nya dituker sama uang duapuluh ribuan. Nah uang dari Kang Jaya itulah yang dipake buat beli kartu sama paket data tadi. "Jelasku panjang lebar pada Bang Zaki.Bang Zaki tak menanggapai, hanya menarik nafas dan membuangnya kasar. "Neng kasihan deh Bang, sama Teh Ira. "Ujarku.Bang Zaki masih tetap tak menanggapi. Entah kenapalah suamiku ini.?Kudengar Ibu mengetuk pintu, segera aku membukanya. "Nih Dew, HP nya. "Kata ibu seraya menyerahkan hp padaku. Kemudian Ibu melangkah kembali keruang TV."Udah bu ngobrolnya ?"Tanyaku pada Ibu, kemudian mengikuti Ibu duduk diruang TV kubiarkan Bang Zaki menyelesaikan pekerjaannya dikamar. "Udah . Teteh Siti cuma kangen aja, padahal baru beberapa hari kemarin ketemu. " Ucap Ibu, tanganya memencet tombol remote TV dan menggantinya dengan acara lain, sinetron kesayang
POV IraKang Jaya terus menyeret ku untuk pulang kerumah. Aku malu ,dilihat para tetangga disepanjang jalan dari rumah Ibu. Sial si Dewi itu, dasar Ipar kurang ajar. Kenapa gak kasih tau aku kalau untuk registrasi kartu itu harus pakai KK , kalau tau begitu kan aku siapkan dari awal. Kalau kaya gini kan aku jadi ketauan kalau aku baru saja korupsi uang kondangan. Ah dasar, awas kamu ya Dew, tunggu pembalasanku. Lagian, aku kan gak salah . Kemarin aku minta uang baik-baik pada Kang Jaya, dia gak kasih. Ya terpaksa aku harus korupsi. Huh dasar suami pelit.Sampai rumah, Kang Jaya terus memarahiku, mungkin rasa lapar karena belum makan membuat emosinya semakin naik. "Jangan salahkan Ira Kang, apa Akang selama Ini kasih Ira uang selain Uang belanja.?" Ucapku pada Kang Jaya dengan nada penuh emosi. Aku meremas ujung bajuku dengan rasa geram. Selama ini, Kang Jaya memang pelit padaku, hanya menjatah 25.000/ Hari. Mana cukuplah."Kamu kenapa jadi nuntut begini Ra. ? Dulu Akang mempercaya
"Bang, besok Ibu mau ke Bogor, katanya kerumah adiknya Bapak." Ucapku pada Bang Zaki memberitahu."Oh, kerumah Bik Amnah. Iya tadi Bapak kasih tau ke Abang sewaktu pulang dari Mushola. ""Bang, besok Neng boleh ikut ke kios gak? Kan Bapak sama Ibu besok gak ada. Neng ikut Abang ya." Pintaku pada Bang Zaki. Selama menikah, aku memang belum pernah ikut ke kios suamiku, aku lebih senang dirumah apalagi kalau ada Ibu. Tapi kali ini Ibu gak ada, dari pada nanti ada gara-gara sama Teh Ira lagi, lebih baik aku ikut Bang Zaki. "Hp siapa .?" Tanya Bang Zaki menunjuk Hp yang kugenggam. "Oh, ini HP Teh Ira. Mau Neng kasihkan besok. Kan Ibu mau ke Bogor. Biarlah Teh Ira bersenang hati dulu. " Jawabku seraya meletakan Hp diatas meja riasku. ***Pagi jam 06.00 tadi, Ibu dan Bapak sudah pergi dijemput travel. Idan dan Iis pulang kerumah setelah Bapak dan Ibu pergi tadi. Sekarang tinggal aku dan Bang Zaki dirumah, akupun segera siap-siap ke dapur untuk masak sarapan. "Neng, gak usah masak. Nant
Hari ini adalah hari dimana aku diboyong kerumah mertuaku. Setelah seminggu yang lalu pesta pernikahan diadakan dirumahku sebagai mempelai wanita, maka tradisi pada umumnya adalah unduh mantu. Aku diantar keluarga beserta tetangga dan kerabat, menuju rumah suamiku yang letaknya cukup jauh. Beda kabupaten dari tempat tinggalku. Dengan jarak 4 jam perjalanan menggunakan mobil. Ternyata disini diadakan pesta juga. Aku di dandani dengan pakaian pengantin lengkap dengan tata rias wajah khas Sunda. Acara yang melelahkan, setelah 4 jam perjalanan. Aku masih harus duduk diatas pelaminan selama berjam-jam. Heuh... **Jam menunjukan pukul delapan malam. Aku baru selesai mandi dan berganti pakaian santai. Karena aku lelah seharian di make up tebal .Fyuuuuuh... Kuhempaskan tubuhku diatas kasur milik suamiku. Bang Zaki sedang membersihkan badan dikamar mandi. Kudengar pintu diketuk dari luar. Ternyata Teh Ira, kakak iparku. Kakak pertama Bang Zaki. "Ada apa ya Teh?". Aku membu
"Ada apa teh. Pelan-pelan aja atuh gak usah teriak begitu Dewi juga denger kok ." aku membuka pintu, kulihat Teh Ira dihadapanku menguncup-nguncupkan bibirnya sambil menuntun Idan. "Nih anak aing nangis diapain ku maneh Dewi. Katanya dimarah-marah sama kamu. Berani kamu marahin anak saya yah Dewi. Baru juga sehari disini. "Teh Ira memaki sambil berkacak pinggang."Lhoh, Dewi gak marah-marahin Idan kok. Nih liat WA sama efbi Dewi dihapus, terus Idan download game banyak banget sampe memory Dewi penuh teh.". Kujelaskan pada Teh Ira apa yang sebenarnga terjadi. "namanya juga anak-anak Dewi. Segitunya maneh. Awas kalo anak aku nangis lagi ya. " Teh Ira mengancamku. "Udah Ira, isin atuh ih . ." sergah Mak Zenab tetangga samping rumah ibu. "Udah, Neng Dewi masuk kamar lagi ya. Lanjutin aja kegiatanya ya. " Mak Zenab tampak membelaku. ***"Neng, lagi apa sih. Hp mulu yang di elus-elus. Abang juga pengen dielus inih. " Tiba-tiba Bang Zaki masuk, menggodaku. "Nih liat
Biasanya selepas maghribTeh Ira selalu datang kemari. Untuk menunggu anak-anaknya pulang ngaji di TPA dekat rumah Ibu, atau hanya sekedar nebeng nonton TV atau sekedar main-main nganggur. Tumben nih, malam ini sepi gak dateng. Syukur deh, seenggaknya aku gak ngeliat tingkahnya yang nyebelin. "Dew, Zaki mana. " kudengar suara Kang Jaya yang tiba-tiba nongol dari arah ruang tamu menuju ruang TV. Ih suami istri sama aja, masuk bukanya Salam dulu kek, main ngloyor aja. Bikin orang jantungan. Aku sama Ibu lagi nonton acara komedi kan jadi kaget. "Eh. Ada tuh di dalem. ." jawabku kaget. Bang Zaki keluar mendengar namanya disebut-sebut. "Ki, pinjem motor atuh. Teteh kamu masuk angin. Mau anter berobat tapi motor Akang lampu depanya mati. " tanpa basa-basi Kang Jaya langsung berbicara pada suamiku. "Kalo cuma masuk angin mah di kerok wae geh cageur Jay. Inum tah tolak angin ." Ibu menyambar dengan ucapan santai tanpa membetulkan posisinya yang sedang rebahan. "Nih. Tu