Tok tok tokSuara pintu membuat Andreas dapat menghindari Reyna yang masih syok sekaligus kebingungan, bahkan wajahnya nampak amat memerah karena kelakukan bosnya sebelumnya. Andreas membuka pintu kamar. “Supirnya sudah di bawah, tolong bantu Mama bawa koper ke bawah sekalian langsung berangkat,” ucap Amera membuat Andreas mengangguk. Reyna yang mendengar itu juga langsung bangkit dari kasur, mencoba untuk melupakan sejenak kejadian barusan. Sebetulnya, Amera merasa aneh ketika melihat wajah Reyna yang begitu merah seperti orang sakit namun melihat Andreas sang anak yang salah tingkah membuatnya seakan tahu apa yang baru saja terjadi dengan mereka berdua. Di dalam mobil, Amera memperhatikan Andreas dan Reyna yang sedari tadi diam tak bergeming. “Gimana kalau kalian berdua ikut ke Jeju, hitung-hitung liburan disana?” tawar Amera membuat Andreas dengan tegas menolaknya. “Kalau begitu biar Papa sama Mama saja nanti kemari lagi, toh kami belum sempat bertemu dengan orang tua Reyna,”
Andreas menatap lukisan berbentuk kuda miliknya yang terpajang di depan ruang tamu apartemennya. "Aku tidak mungkin menyukai wanita sepertinya," ucap Andreas mencoba membela harga dirinya sendiri.Namun lingkaran hitam di bawah matanya sepertinya tidak bisa berbohong, pria itu bahkan tak dapat tidur semalaman hingga saat ini. Kerjaannya sedari pulang dari rumah Ken hanya berdiam diri di atas sofa persis seperti saat ini. "Aku pasti sudah gila," gumam Andreas. Ting nong! Ting nong! Ting nong! Suara bel dari pintu apartemen membuat Andreas bangkit dari sofanya. "Biasanya Ken langsung masuk tanpa membunyikan bel, ini juga masih pagi sekali," ucap Andreas sembari melirik jam di dinding. Andreas melebarkan matanya saat membuka pintu dan melihat Reyna yang berada di hadapannya. "Cih, ini pasti hanya halusinasi," ujar Andreas yang hendak menutup kembali pintu apatemennya namun Reyna menahan pintunya dengan kaki kanannya. "Tunggu, Bapak tidak berhalusinasi sama sekali!" ujar Reyna membua
Reyna berjabat tangan dengan Alex sebelum dirinya duduk di hadapan pria itu. “Ini beberapa berkas yang telah ditanda tangani kemarin, lalu saya akan membawa sisanya yang belum,” ujar Reyna seraya mengambil dokumen yang dibawa Alex. Alex menganggukan kepalanya. “Mau makan apa Bu Reyna, saya traktir?” ujar Alex menawarkan wanita itu makan. Reyna menggelengkan kepalanya. “Saya masih ada urusan setelah ini,” ucap Reyna melihat jam sudah menunjukan pukul setengah dua belas siang. “Saya merasa tidak enak jika hanya meminta Ibu kemari tanpa meneraktir, jadi setidaknya berikan saya kesempatan untuk memesankan Bu Reyna minuman?” ujar Alex membuat Reyna mengangguk setuju. Selesai memesan, keduanya kembali mengobrol. “Jadi bagaimana dengan keadaan Pak Andreas, saya tahu sekali karena telah lama bekerja di perusahaan. Pak Andreas bukan bos yang menyempatkan diri untuk cuti walau sakit sekalipun,” ujar Alex membuat Reyna menelan salivanya sendiri, wanita itu bingung harus menjawab pertanyaan t
‘Malam ini, saya ingin kamu tidur di tempat saya.’Kalimat tersebut terus terngiang di kepala Reyna, padahal dirinya sudah pernah tidur satu atap dengan bosnya. Namun kalimat yang dilontarkan langsung dari mulut Andreas membuat adrenalin dalam diri Reyna seakan terpacu lebih dari biasanya. “Kenapa tidak dimakan, kamu kurang suka dagingnya?” tanya Andreas membuat Reyna menggelengkan kepalanya. Seakan bermain dengan pikiran masing-masing, Andreas jadi teringat telponnya dengan sang kakek yang kini belum sempat ia temui. Kakeknya menanyakan tentang berita pernikahan serta cucu untuknya, pria tua itu bilang bahwa ia ingin segera melihat cucunya seakan memperingati bahwa waktunya untuk mendapatkan anak seharusnya tak lebih dari seminggu terakhir ini. Anak itu harus lahir sebelum pernikahan kontrak ini kandas tanpa sepengetahuan Reyna, wanita itu masih tidak bisa mengatahui kenyataannya. “Pak Andreas,” panggil Reyna mencoba menyadarkan bosnya dari lamunannya. “Bagaimana jika kamu tingg
“Pak Andreas,” lenguh Reyna membuat Andreas sadar akan apa yang dirinya tengah lakukan. “Kamu tidak menyukainya?” tanya Andreas membuat Reyna mati-matian menahan keinginannya yang mendalam. Reyna menggelengkan kepalanya menandakan dirinya menyukai apa yang Andreas lakukan padanya, hanya saja Andreas tidak dapat melihat itu dalam kegelapan. Hingga lampu kembali menyala dan membuat keduanya saling bertatapan, karena salah tingkah Reyna dengan cepat turun dari pangkuan bosnya dan berlari cepat ke dalam kamar. Sedangkan Andreas mengusap wajahnya sendiri ketika kepalanya kembali mengulang kejadian sebelumnya saat bersama dengan Reyna. “Aku bisa gila,” ucap Andreas sembari melirik kebagian bawah tubuhnya yang menjendol. Miliknya bahkan berdiri hanya dengan mencium Reyna di dalam kegelapan. “Sepertinya aku harus mandi lagi,” gumam Andreas sendirian sebelum memilih masuk ke dalam kamarnya. Keesokan paginya, Reyna dan Andreas berangkat bersama dengan mobil yang sama, sebetulnya ini bukan
Setelah Reyna masuk ke dalam mobil, Andreas menaikan kembali kaca jendela mobilnya hingga tertutup rapat. "Kamu habis berkencan dengannya?" tanya Andreas dengan santainya pada Reyna.Reyna menggelengkan kepalanya. “Lalu, tadi habis apa?” tanya Andreas pada wanita di sampingnya. “Saya habis belanja bahan keperluan pribadi dan bahan makanan untuk di apartemen, lalu hendak pulang dan tidak sengaja bertemu dengan beberapa rekan kerja. Hanya saja tadi tinggal saya dan Pak Alex yang menawarkan untuk mengantar,” ucap Reyna. “Dia mau mengantarmu?” tanya Andreas. Reyna mengangguk. “Tapi saya menolaknya, karena saya tidak bisa membuat Pak Alex curiga tentang tempat tinggal saya sekarang,” ucap Reyna membuat Andreas mengangguk. “Ah, Bagaimana dengan Bu Clara?” tanya Reyna pada Andreas yang mengatakan bahwa wanita itu sudah baik-baik saja. Reyna mengangguk dengan perasaan lega. “Saya pikir Bapak tidak akan pulang malam ini, atau Pak Andreas hanya ingin mengambil baju di rumah saja?” tanya R
“Malam ini, kamu tidur di kamar saya,” ucapan Andreas berhasil membuat Reyna kini berada di dalam kamar Andreas. Wanita itu kini tidur di atas ranjang yang sama dengan bosnya. “Astaga, aku tidak bisa tidur kalau terus begini,” ucap Reyna yang merasa resah sedari tadi di dalam hatinya. Sedangkan Andreas terlihat baik-baik saja di samping Reyna. “Apa Pak Andreas benar-benar hanya ingin tidur di ranjang yang sama saja, tanpa adanya keinginan lain?” pikir Reyna.Melihat Andreas yang tidur menghadapnya, Reyna mencoba ikut tidur menghadap bosnya. Wanita itu menatap dengan lekat wajah Andreas yang tak memiliki kekurangan sama sekali. “Dia benar-benar tampan dan bersinar walau dalam kegelapan sekalipun,” gumam Reyna tanpa sadar mengatakannya. Reyna menelan salivanya, wajahnya memerah ketika mulai membayangkan dirinya yang bisa berciuman dengan pria sesempurna Andreas. “Apakah ada kesempatan untukku untuk benar benar memilikinya?” pikir Reyna dengan wajah masamnya.Reyna hampir saja tersen
“Ah!” setelah berteriak Reyna reflek memutar tubuhnya hingga sadar bahwa bosnya melakukan hal ini dalam keadaan sadar karena mata pria itu yang terbuka lebar. “Pak Andreas?” ujar Reyna seraya mengedipkan mata berkali kali seakan belum percaya dengan apa yang sebelumnya Andreas lalukan padanya. “Kamu tidak suka?” tanya Andreas membuat Reyna sedikit bingung di detik detik pertama sebelum wanita itu akhirnya menyadari satu hal. Andreas mendekatkan wajahnya ke wajah Reyna yang kini nampak tersipu malu namun tetap ia coba tahan. “Saya pasti salah dengar,” gumam Reyna yang dibalas smirk dari bosnya. “Saya benar benar bertanya, apa kamu menyukai apa yang saya lakukan barusan?” tanya Andreas membuat Reyna menelan salivanya. Reyna mencoba memikirkan hal yang lebih positif dari bayangannya saat ini, namun nampaknya tidak ada hal positif pada kejadian barusan yang ia rasakan. “Maksud Bapak ketika Pak Andreas melakukan itu?” tanya Reyna memastikan dan dibalas anggukan oleh Andreas.Reyna men