Andreas memandangi Reyna yang kini sudah berada di dalam kereta bersama dengannya, karena pria itu akhirnya berhasil membawa Reyna kembali dan meninggalkan desa beserta neneknya. "Kita akan pergi berkunjung lagi,” ujar Andreas pada Reyna yang menganggukan kepalanya. Andreas membuka pesan yang muncul di ponselnya dari dokter pribadinya yang terakhir kali memeriksa kandungan Reyna. Pria tua sepuh itu meminta Andreas untuk membawa Reyna kembali kepadanya agar dapat diperiksa kandungannya. Sebetulnya sang dokter telah menyarankan Andreas berkali kali untuk membawa Reyna ke rumah sakit tapi pria itu selalu saja mengelak. “Pak Andreas!” Panggil Reyna untuk yang ketiga kalinya. Andreas yang sedari tadi hanya bermain dengan pikirannya akhirnya sadar juga bahwa mereka telah sampai di kota tujuan. Andreas jadi mengingat kalimat demi kalimat yang disampaikan oleh nenek Reyna sebelum dirinya pergi membawa cucunya bersama untuk kembali pulang. “Nenek tahu Reyna sedang mengandung, tapi nampa
Kepala Reyna terasa sakit, entah mengapa kepalanya seakan baru dibenturkan ke benda yang keras. Kenyataan bahwa dirinya yang tengah mengandung dan sikap Andreas yang selalu berubah-ubah kepadanya membuat Reyna tidak tahan. “Huek!” Reyna bergegas pergi meninggalkan Andreas dan dokternya untuk menuju ke toilet, karena entah mengapa rasa mualnya semakin menjadi. Reyna memukul dadanya yang terasa sesak hingga air matanya kembali keluar, namun kali ini begitu deras. Reyna memikirkan kembali perkataan Andreas yang sangat menyayat hatinya setiap ia membayangkannya lagi. “Hoek!” Reyna terus menerus muntah di dalam toilet tanpa henti. Di lain tempat sang dokter mengatakan kandungan Reyna baik-baik saja, hanya saja melemah di akhir-akhir pemeriksaan yang menandakan bahwa sang ibu sedang stress. “Saya tidak tahu alasan mengapa Bu Reyna stress tapi alangkah lebih baiknya sebagai suami Pak Andreas bisa berada di sampingnya untuk menjadi pendengar atau lebih bagus lagi solusi dalam masalah istr
Deg!Jantung Reyna berdegup kencang, mendengar kata sayang dari bibir Andreas membuat Reyna dimabuk kepayang. Ting!Suara dentingan terdengar bersamaan dengan terbukanya pintu lift. Andreas keluar bersama dengan Reyna yang masih di dalam gendongannya, pria itu nampak berjalan menuju unit apartemennya begitu santainya. Sesampainya di dalam, Reyna di letakannya di atas sofa yang sedikit wanita itu rindukan karena sudah beberapa hari ini tak tubuhnya jamah. Reyna menghirup udara ruangan tersebut yang berbau kopi, sepertinya pengharum baru. “Apa parfum ruangannya di ganti?” tanya Reyna pada Andreas yang mengangguk. “Kopi menghilangkan racun, beberapa jam lalu saya request untuk diganti kepada pengurus. Kamu menyukainya atau tidak?” tanya Andreas. Reyna mengangguk. “Jadi, mau makan apa tuan putri?” tanya Andreas membuat Reyna membelalakan matanya tak percaya. “Maksud Bapak saya?” tanya Reyna seraya menunjuk dirinya sendiri. Andreas mengangguk dengan santai walau wajahnya sebenarnya
Reyna membawa masuk paket yang baru saja diambilnya, lalu wanita itu membukanya selagi Andreas masih ada di dalam kamarnya. Terlintas di pikiran Reyna tentang kejadian beberapa menit lalu yang membuatnya tak bisa berhenti tersenyum. Sikap hangat Andreas mulai kembali lagi, namun Reyna takut pria hangat tersebut kembali bersikap dingin kepadanya. “Hadiahnya sudah sampai,” ujar Reyna seraya memegang dasi yang ia beli lewat online dengan harga yang lumayan mahal. Kado ini memang sengaja Reyna beli untuk Andreas, setidaknya sekali-sekali Reyna memberikan hadiah untuk bosnya di hari valentine besok. “Kalau memberikan coklat, aku akan langsung ketahuan menyukainya,” gumam Reyna. Hingga suara pintu kamar Andreas terbuka, dengan cepat Reyna menyembunyikan kotak dasi tersebut di belakang tubuh mungilnya. “Apa yang kamu sembunyikan?” tanya Andreas ketika melihat gelagat aneh Reyna. Dengan cepat Reyna membersihkan sisa bungkusan paket dan membuangnya ke tempat sampah dapur, dengan kotak d
Reyna menatap wajah Andreas begitu dalam membuat pria itu semakin dibuat jatuh hati. Andreas yang hendak kembali menciumi tekuk leher Reyna kali ini ditahan oleh wanita tersebut. “Saya sedang hamil, apa boleh melakukannya?” ucap Reyna dengan suara kecil yang nampaknya meragu. Andreas tertawa kecil mendengar hal tersebut. “Jelas dong, apa kamu tidak ingat kita sering melakukannya akhir-akhir ini?” ujar Andreas sebelum akhirnya memajukan wajahnya dan mencium bibir Reyna begitu dalam. “Heum, Andreas,” lenguh Reyna untuk pertama kalinya menyebut nama pria di hadapannya secara langsung. Jujur hal itu membuat Andreas semakin terangsang dibuat sang istri. “Saya menyukainya,” ucap Andreas ditengah-tengah napsunya yang membara. Setelah dengan cepat melepaskan pakaian dirinya dan Reyna, Andreas membawa tubuh Reyna perlahan dalam gendongannya menuju ke atas kasur. “Cupmnnghsh…mngscupsmngh,” lenguhan dari ciuman keduanya semakin terdengar. Disusul oleh mengerasnya burung Andreas di bawah pan
Reyna mematung, matanya mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa dirinya sedang tidak berhalusinasi. "Apa yang baru saja aku katakan pada Pak Andreas,” ujar Reyna dalam hatinya sembari menutup mulut dengan satu tangannya. Reyna menggigit bibir bawahnya saat melihat Andreas yang tengah asik melakukan perintahnya. “Tu-tunggu, saya tidak bisa melihatnya!” ujar Reyna yang pada akhirnya menutup mata. Andreas tertawa kecil. “Nampaknya kamu terlalu banyak berbicara sedari tadi,” ucap Andreas sembari mendekati Reyna. Pria itu menurunkan perlahan kedua tangan Reyna yang menutupi wajahnya sendiri, setelah saling bertatapan selama beberapa detik sebelum akhirnya keduanya kembali berciuman. Kali ini tak mau berlama lama, Andreas meniduri Reyna dengan hati-hati. “Humnckpmngsh,” lenguhan dari bibir Reyna keluar semakin keras ketika junior Andreas mulai masuk ke dalam kewanitaan Reyna. “Ah!” lenguh Reyna dengan wajah memerah menatap Andreas yang nampak tersenyum kepadanya. Andreas menciu
“Jadi kita simpulkan semua settingan iklan di dalam hutan lagi, memang tema tersebut sudah lama tapi saya yakin akan membuat membuat pembaruan,” Andreas termenung hingga harus disadari oleh asistennya sendiri. “Baiklah, rapat sampai disini dulu tolong berikan salinan proposalnya ke ruangan saya segera,” ucap Andreas yang sebetulnya tak mendengar satu kata pun dari karyawannya yang baru saja mempresentasikan proposal kerja baru. Kalimat perpisahan yang diucapkan Reyna malam kemarin membuat Andreas tak bisa fokus bekerja sama sekali. “Bercerai,” gumam Andreas sendirian yang kini hanya duduk termenung di kursi kerjanya. Sang asisten menatap bosnya dalam-dalam mencoba membaca pikiran pria tersebut. Andreas menghela napas panjang lalu mengetik sesuatu di ponsel pintarnya. ‘Kenapa wanita menginginkan perceraian?’ Andreas membaca salah satu artikel yang mendukung pertanyaannya. “Ehm, urusan ranjang,” gumam Andreas ketika melihat poin pertama tersebut. “Kenapa juga urusan ranjang bisa
"Revisi."Satu kata dari pria di hadapannya itu membuat Reyna mendongak. Setengah mati ia berusaha menekan amarah yang sejak tadi sudah ditahan."Lagi, Pak?" tanya Reyna tak percaya. Demi Tuhan, sekarang sudah hampir pukul sebelas malam dan dia masih terjebak di kantor dengan bos paling tidak punya hati nurani ini!Tak ada jawaban dari Andreas. Pria arogan itu hanya mengedik ke arah pintu, mengusir Reyna dari ruangannya tanpa banyak kata.Reyna menghela napas kasar dan berbalik ke arah mejanya sendiri. Suara ketikan pada keyboard menggema memenuhi ruangan yang sudah sangat sepi itu.Kalau bukan karena harus menghidupi diri sendiri dan adiknya, Reyna tidak akan mau jadi orang gila kerja seperti bosnya itu!Reyna memang beruntung bisa bekerja di Hilton House, salah satu perusahaan terkuat dan berpengaruh di negara ini. Sialnya, ia menjadi sekretaris calon pewaris perusahaan, Andreas Hilton. Pria tampan yang tak pernah tersenyum itu benar-benar membuat Reyna harus menambah stok kesabarann