18 - Malam pertama
Setelah meminum susu itu, Sere kembali memainkan benda pipih yang dipegang. Tak berselang lama tubuhnya merasakan sesuatu, rasa panas menjalar ia mulai mengibas - ibas baju.
"Kenapa panas sekali," gumam Sere.
"Apa AC-nya mati," imbuhnya lagi dengan suara pelan, lalu menatap AC yang ternyata menyala.
"Ada apa denganku," katanya lagi terdengar oleh Faresta membuat pria itu menyeringai kecil.
"Ahhhhh, panassss," erangnya mulai membuka baju tidurnya.
"Kenapa masih terasa panas," keluhnya mengibas - ibaskan baju yang tadi dilepas untuk mendinginkan tubuhnya yang tiba - tiba panas.
"Kenapa milikku gatal sekali," batinnya bertanya.
"Ada apa Sere? kenapa kamu tidak bisa diam," ujar Faresta menutup laptopnya lalu berbalik menatap istrinya yang menutupi tubuh dengan baju yang tadi dipakai mengipas.
"Tidak ada apa - apa, eummmm, AC-nya bisa tambahkan volume agar lebih dingin?" tanyanya membuat Faresta ingin
19 - Godaan Sander pada menantunyaSere segera keluar dan mengambil pakaian lekas masuk ruang ganti dan memakainya. Setelah itu ia ke kamar lagi untuk mengoles bedak tipis dan lipbalm di bibir, gaya jalan yang sedikit ngangkang dan pelan menunjukan jika rasa nyeri dan perih masih menyerang. Ia sesekali menggerutu kesal dengan Faresta, dia sekarang ingat selepas minum susulah badannya jadi panas dan gairahnya muncul, curiga bahwa suaminya memasukan obat perangsang disana."Geram sekali aku," batin Sere berseru sambil menyisir rambutnya dan menatap cermin melihat hasil karya Faresta semalam."Dia melakukan segala cara agar mendapatkan apa yang ia inginkan," gumam Sere bertepatan suara pintu terbuka membuat ia menoleh."Eh, kok sudah disini. Kamu udah selesai mandinya," ucap Faresta mendekat lalu tangannya berlabuh di bahu Sere yang terekpor karena dia memakai dress tanpa lengan."Sudahlah, ini aku sedang menyisir rambut," sahut Sere ketus lalu menaru
20 - Merajuk"Sudahlah Papa, jangan terus menggoda Sere, kasian istriku sampai pipinya memerah gitu," tegur Faresta menarik dagu Sere memperlihat pipi istrinya pada Papanya dan wanita itu segera tepis."Sudahlah, aku sudah kenyang," kata Sere bangkit dari duduknya lalu melangkah pergi meninggalkan kedua pria yang memandang kepergiannya."Jadi ini salah siapa?" tanya Sander menaik turunkan alisnya pada anaknya."Entahlah, ayo kita makan saja dulu," ujar Faresta mengangkat bahunya lalu melanjutkan makannya.Sere menghentakan kakinya saat tau ternyata Faresta tidak berusaha membujuknya makan lagi, padahal perutnya masih sangat lapar."Dasar, pria gak peka!" maki Sere ia melangkah menuju kamar, lebih baik dia berbaring di sana dan memainkan benda pipih miliknya yang berada dinakas.Sudah satu jam Sere berada di kamar, dan dirinya sangat lapar bahkan perutnya sampai berbunyi. Tapi tidak ada tanda - tanda kedatangan Faresta untuk memb
21 - Perkara memasakSetelah kejadian tadi pagi di meja makan, Sere belum keluar kamar padahal matari sudah berada diatas kepala. Perutnya sangat lapar tetapi malu rasanya menyembul pintu dan bertemu Faresta, pria yang terus menggodanya saat tau dia ingin dibujuk."Sialan bukan," batin Sere menggerutu sambil mengelus perutnya yang berbunyi."Ahhhhh, aku sangat lapar," keluh Sere ia mengerucutkan bibirnya sambil bersandar di kepala ranjang.Suara ketukan pintu membuat Sere menegakkan tubuhnya, ia turun dari ranjang melangkah ke pintu lalu membukanya perlahan melihat siapa yang datang, dirinya menghela napas lega saat tau itu Bulan."Ada apa, Bulan?" tanya Sere menyandarkan tubuhnya di pintu."Tuan Faresta izin pergi sebentar, Nona. Dan dia juga menyuruh Nona untuk makan siang," ujar Bulan dibalas anggukan dan senyuman mengembang di bibir Sere."Akhirnya dia pergiiii, aku sangat lapar," gumam Sere membuat Bulan menaikan alisnya bingung.
22 - Insiden di dapurKean sudah pergi sejak tadi, sedangkan Sere tengah menenangkan semua orang di dapur yang berwajah pucat."Tenanglah, kalian tidak akan dipecat. Aku berjanji," ujar Sere mereka semua saling lirik lalu menghela napas dan saling membalas senyuman."Terimakasih Nona, semoga Nona bisa menyakinkan agar kami tidak dipecat oleh Tuan Faresta," seru Koki itu dibalas senyum lembut oleh Sere, membuat semuanya menunduk."Ya sudah, kalian lakukan pekerjaan kalian. Aku mau melanjutkan memasak lagi," tutur Sere membuat mereka mengangguk lalu menghela napas."Semua Nona Sere bisa membantu kami nanti," batin Bulan berseru lalu mulai membantu Nonanya lagi."Akhirnya selesai," kata Sere puas, ia segera menghidangkan bersamaan Faresta berada dihadapannya."Apa yang kamu lakukan di dapur," tegur Faresta dingin memandang tajam semua penghu
23 - Lebih keras lagiLengan Sere ditarik, membuatnya mengikuti langkah sang suami menuju kamar mandi. Saat sampai ia melihat Faresta tengah menanggalkan pakaian membikin dia mulai panas dingin dan lekas menutup matanya."Apa yang kamu lakukan," dengkus Faresta saat dirinya sudah menenggelamkan tubuh di bathup."Menutup mata," balas Sere dengan polos."Kenapa menutup mata, bukankan kita sudah bersama. Ayoo cepat bersihkan tubuhku," perintah Faresta membuat Sere mengembungkan pipinya kesal, perlahan membuka tangannya dan mengintip lalu menghela napas lega."Ayooo cepat! ini spon dan sabunnya." Faresta memandang Sere lagi, lalu menyodorkan tempat sabun dan spon."Itu aku melakukannya karena ulahmu, memberikan minuman yang ada obat perangsangnya," ujar Sere dengan nada kesal, ia berjongkok lalu menggosok punggung Faresta dengan spon cara kasar."Lebih keras, kamu lembek sekali!" ejek Faresta membuat Sere menggeram kesal lalu menggo
24 -Kamu memanggil suamimu seperti itu? Sere bungkam saat masuk mobil, ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan Faresta tengah fokus memandang jalanan yang di lalui, dia mengabaikan Sere.Setelah sampai tujuan mereka keluar lalu melangkah menuju di mana Desti berada, Faresta mengembuskan napas pelan lalu menarik lengan Sere agar berjalan disampingnya membuat wanita itu mendengkus kesal. "Kenapa kamu menarikku!" geram Sere dengan suara pelan. "Kita harus memperlihatkan kemesraan kita, ingatlah! bahwa mereka tidak boleh tau jika aku hanya menyewa rahimmu untuk mengandung anakku," tuding Faresta dibalas anggukan pelan oleh Sere. "Kenapa hidupku seperti ini," keluh Sere dalam hati, ia mengulas senyum setelah membuka pintu ruangan VIP. "Hai Ibuuuu, Sere datang," ucapnya berlari sedikit dan memeluk Desti yang tengah terbaring sambil tersenyum saat melihat putrinya datang. "Ibu kira, pengantin baru tidak akan menjenguk Ibu," ca
25 - Jalang!"Sudahlah, Tuan. Kalau kamu ingin pergi, pergi saja," usir Sere dengan nada kesal, ia mengerucutkan bibirnya sambil menghentakan kaki.Faresta mengulas senyum tipis melihat tingkah istrinya, lalu menoleh memandang ibu mertua yang menggelengkan kepala."Ibuu, aku pamit dulu ya," ucap Faresta dibalas anggukan Desti."Hati - hati, Nak." Faresta mengangguk sebagai jawaban lalu melangkah keluar menghilang dari balik pintu."Sereee," panggil Desti membuat wanita itu menoleh memandang Ibunya."Kenapa kamu memanggil suamimu Tuan, kamu jadi seperti bawahannya," seru Desti memandang anaknya bingung."Lalu aku harus memanggil apa, Buu," balas Sere menghempaskan bokongnya di kursi.Aku memang bawahannya, aku akan ditendang jika sudah selesai melakukan tugasku," lanjut Sere dalam hati tanpa sadar meremas baju yang ia pakai.Desti menepuk bahu Sere, membuat perempuan itu mendongak memandang Ibunya. "Ada apa Bu?" tanyanya.
26 - TamparanSere bangun pagi - pagi ia lekas membersihkan diri lalu pergi ke kantin untuk mengisi perut yang bergejolak minta diisi sedari tadi."Ahhh, kenyangnya." Sere mengelap bibirnya lalu cepat membayar."Mendingan aku belikan Ibu buah saja, pasti dia senang." Senyuman itu selalu terbingkai semenjak berbincang dengan Desti, dengan riang ia melangkah pergi menyebrang jalan untuk membeli buah - buahan."Aishhh, beruntung aku masih memiliki uang," ujar Sere memandang dompetnya, ia lekas memilih buah dan membelinya.Setelah membeli buah, Sere langsung ke rumah sakit dan cepat ke ruangan Ibunya. Saat membuka pintu pendengarannya menangkap suara tamparan membuat melebarkan akses masuk lalu matanya membulat saat melihat sang Ibu tengah memegang pipi."Apa yang kamu lakukan!" Teriak Sere penuh kebenciaan, ia mendekat dan mendekapan Ibunya."Dia pantas menerimanya, karena tak menuruti keinginanku," seru Al bersidekap dengan