Teddy terus memandangi sebuah ponsel warna hitam yang tergeletak di meja kerjanya. Mana mungkin Aina bisa menemukannya. Teddy sangat yakin pasti ia tidak menyadari jika benda berharga miliknya jatuh ke tangannya. Asalkan ia berdiam diri, tidak ada seorangpun yang akan mencurigainya.
"Hmmm.. akhirnya aku bisa menemukan rahasiamu..." Sambil membuka-buka isi ponsel Aina, Teddy menyeruput kopi yang sudah terhidang di meja.
Kriingg..kriiing...
Tiba-tiba seseorang menghubunginya. Nomor yang tidak dikenali.
"Halo..." Suara di seberang sana.
Teddy terdiam dan masih enggan menjawab.
"Hei, ET. Serahkan wanita itu atau kau akan menanggung akibatnya..."
"Huh, tidak akan..." Jawab Teddy singkat.
Teddy masih bertanya-tanya wanita mana yang dia maksud. Apakah Monika, Jessie, Mila? Atau ada wanita yang lain yang dia maksud?
"Jangan pura-pura bodoh! Serahkan Aina padaku..."
Seketika Teddy terkejut, bagaimana bisa ada orang luar yang mengetahui keberadaan Aina di tempatnya?
"Aku tidak mengenali Aina, siapa dia?" Teddy masih berkelit.
"Sudahlah, serahkan dia padaku atau akan kuhancurkan semua yang kamu miliki..."
"Aku tidak tahu siapa wanita yang bernama Aina itu..."
Nampaknya suara misterius di seberang sana mengumpat dan berkata kasar, biarlah!
"Teddy, ingat!! Kalau sampai Aina tidak kau serahkan dalam waktu 2 hari, tanggung akibatnya sendiri..." Ancamnya.
"Silahkan saja kalau berani..."
"Memangnya siapa aku, apa mungkin aku takut pada manusia yang hanya bisa menggertak atau menakut-nakuti? Seluruh kota juga mengetahui siapa ET itu dan apa kehebatanku." batinnya.
"Teddy, Aina adalah tunanganku, jangan sampai kau berani mengganggu wanita yang ku....."
Klik.
Teddy langsung memutus telepon itu. Entahlah, menyebut kata tunangan membuat kepalanya sakit.
Kembali ia buka ponsel milik Aina. Tanpa sengaja Teddy menemukan sebuah foto milik Aina yang tidak mengenakan kerudung. Iya, ini Aina dengan rambut hitamnya yang panjang.
Astaga, foto ini diambil saat hari yang sama ketika Teddy memberikannya ponsel ini.
"Baiklah, aku akan memindahkannya dengan bluetooth dan menghapus jejaknya..."
Hanya kurang dari satu menit, Teddy bisa memindahkannya.
"Aku akan melihat dengan siapa kamu berhubungan..."
"Johan? Sialan. Kenapa dia selalu berkirim pesan dengan Johan? Apa yang dia lihat dari Johan?"
Hampir setiap beberapa jam sekali Johan selalu mengirmkan pesan pada Aina yang berisi pesan tidak penting, hanya basa-basi. Bahkan ada banyak pesan yang dikirimkan Johan yang tidak mendapatkan tanggapan dari Aina.
"Wanita yang baik juga..." Teddy tersenyum tipis.
Karena menggunakan nomor baru, ia tidak begitu banyak berhubungan dengan orang-orang. Hanya beberapa saja. Rasanya masih aman.
Tunggu, ada pesan masuk.
Ain, jangan lupa doakan aku agar mendapatkan hidayah.
Siapa tahu aku bisa jadi laki-laki yang baik dimasa depan...
"Sial! Johan..."
"Mengapa dia mengirimkan pesan di tengah malam? Pesan macam apa yang ia kirimkan." Teddy berguman sendiri.
Tangannya mulai gatal untuk membalas pesan singkat itu. Jelas, dia menggunakan kata-kata buaian untuk mendekati Aina agar hatinya luluh dengan serigala berbulu domba.
Dasar laki-laki tidak tahu malu!
Belum selesai aku mengetik balasan, ia sudah mengetik lagi dan mengirimkan pesan.
Kamu belum tidur Aina selarut ini?
Bruk.
Teddy meletakkan ponsel itu di meja.
**
Kali ini Teddy tidak bisa menghentikan langkah kakinya. Hasratnya begitu besar untuk kembali melihat Aina dari dekat.
Waktu dua hari sudah cukup lama baginya untuk tidak melihat atau mendengar suaranya. Meski Teddy tidak tahu apa namanya, ada sesuatu yang membuatnya selalu ingin melihat atau sekedar mengetahui suaranya.
Secara hati-hati Teddy melangkahkan kaki untuk turun ke lantai satu, meski ia yakin tidak ada seorangpun di sana kecuali Aina sendiri. Karena kamar pembantu dan sopir ada di belakang dapur.
Kreekkk... Setelah memakai kunci duplikat Teddy berhasil membuka pintu kamar.
"Akhirnya aku bisa melihatmu..." gumannya lirih.
Suasana kamar yang memang begitu gelap. Namun Teddy masih bisa melihat dengan bantuan cahaya temaram dari lampu taman.
"Ainaa..." Dengan lembut Teddy mulai memegang dan mengelus rambutnya.
Sama seperti yang nampak di foto ponsel, Aina sama cantiknya ketika di dunia nyata. Meski Teddy tidak bisa melihat wajahnya secara jelas seratus persen.
"Argghhh.." dia mulai meracau. Mungkin dia merasakan sentuhan dari luar.
Kini Teddy mulai menjamah pipinya yang berbentuk bulat telur. Setiap kali Teddy memandang Aina, hasratnyauntuk mencubit atau membelainya sangatlah tinggi.
Jari-jemari Teddy mulai menjamah pipi kirinya. Begitu halus dan lembut. Sepertinya Teddy akan betah berlama-lama untuk berlama-lama disini.
"Hmmmphh..." Kembali Aina membalikkan badan.
Gerakannya semakin banyak. Sepertinya dia menyadari jika ada yang mengganggu tidur malamnya.
"Hmmmhhhh" kali ini dia seperti sedikit meracau menangis kesakitan. Teddy semakin merasa iba.
"Baiklah, aku harus segera pergi. Masih dengan cara sama, aku melahkahkan kaki dengan berjinjit, Jangan sampai ia mendengar atau melihatku masuk ke dalam kamar." gumannya lirih.
Kreekkk.. Ia putar kunci dengan sangat pelan. Sampai-sampai suaranya seperti detak jarum jam.
Bak pencuri yang mencuri di rumah sendiri, Teddy benar-benar memastikan lagi tak seorangpun yang melihat gerak-geriknya. Meski sangat kecil kemungkinan satu dari beberapa pembantu masuk ke kamar Aina pada jam-jam selarut ini.
"Tuan, apa yang Tuan lakukan?"
Sebuah suara dari arah belakang Teddy seolah membuat jantungnya mau copot. Siapa yang malam-malam masuk ke ruang tengah?
Setelah Ia menoleh, Bik Asih!
"Apa Tuan keluar dari kamar Aina?" tanpa basa-basi ia langsung bertanya hal yang paling Teddy takuti.
"Apa maksudmu? Aku hanya berjaga-jaga karena mendengar suara aneh dari lantai satu..." akhirnya Teddy mulai berbohong.
"Maaf Tuan Teddy, tapi saya sejak beberapa saat lalu sudah di dapur. Tapi saya tidak...."
"Stttt.. jangan terlalu keras berbicara. Sudah, aku mau tidur lagi!"
Teddy menggenggam erat-erat kunci duplikat kamar bawah. Jangan sampai Bik Asih mencurigai hal yang lain lagi.
"Maaf Tuan, itu kunci duplikat kamar-kamar di lantai satu. Apakah Tuan masuk kamar Aina?"
Jantung Teddy hampir berhenti lagi. Kenapa ia terus bertanya hal itu berulang kali.
"Untuk apa aku masuk ke kamar Aina? Apa tidak ada wanita yang lebih cantik daripada Aina?" Bik Asih terus menanyaiku dengan pertanyaan memojokkan.
Kreeekkkk. Tiba-tiba saja pintu kamar Aina terbuka dari dalam.
"Bik, apa ada yang masuk ke kamarku tadi? Aku merasa ada orang yang memegang rambutku... Apa ada pencuri yang masuk ke rumah ini?"
Deg, Aina terbangun di tengah malam begini?
Teddy dan Bik Asih saling berpandangan.
***
Teddy menyaksikan Aina yang terbangun, Bik Asih rupanya mengamati Tedyy dengan tatapan yang aneh. Kalau bukan bos-nya, mungkin Teddy sudah dihajar malam ini juga."Tidak ada yang masuk Aina..." Bik Asih menjawab sambil tetap memperhatikan gerak-gerik bosnya. Tatapannya terlihat sinis dan mengintimidasi. Seolah lelaki itu adalah laki-laki jalanan yang melakukan perbuatan kurang ajar pada anak perempuannya.Dari tadi Teddy masih terdiam. Aina seolah masih berada di antara alam mimpi dan nyata.Tanpa pikir panjang Teddy langsung bergegas menuju tangga. Ia membiarkan Bik Asih dan Aina masuk ke dalam kamar lagi."Huffhh..." hampir saja Teddy tertangkap basah.Tapi, bukankah sangat menantang jika masuk mengendap ke kamar wanita tanpa sepengetahuannya. Terlebih jika ia tak sadarkan diri. Teddy bisa berbuat yang lebih lagi.Senyum licik Teddy mulai mengembang. Jiwanya tidak puas jika hanya memegang atau mengelus rambutnya."Mungkin besok aku akan melakukannya lagi.." Gumannya.**"Bik Asih, s
Johan terlihat mondar-mandir sejak pagi. Biasanya dia akan datang ke rumah sekitar pukul enam pagi. Lain dengan hari ini, ia sudah datang di pagi buta."Johan, ngapain kamu datang pagi-pagi? tumben sudah bangun..." Kata Teddy sambil merentangkan kedua tangan."Bos, saya ada perlu..." tidak biasanya dia sedikit malu untuk mengungkapkan sesuatu. "Saya mau mencari..."Matanya bergerak-gerak melirik ke arah dalam rumah."Apa dia mencari sesuatu?" batin Johan."Monika tidak ada di sini..." jawab Johan seketika.Raut mukanya berubah. Sepertinya salah tebakan Teddy."Aina.." Satu nama yang keluar dari mulutnya membuat Teddy nampak tidak senang,"Kenapa dengan Aina? Dia baik-baik saja sepertinya." Teddy pura-pura tidak mengetahui tentang apa yang terjadi.Tiba-tiba Johan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak beludru berwarna merah. "Apa isinya?" tanya Aina lagi."Ah bukan apa-apa, Bos... sebentar..." Dia mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi seseorang.***"Johan??" Aina
Aina masih belum bisa mengerti mengapa Johan rela melakukan hal yang menjijikkan. "Aina aku bisa jelaskan semuanya..." Johan mengiba untuk didengarkan. Aina menolak. "Aku tidak mau berteman dengan orang munafik sepertimu Johan..." "Aina aku tidak minum sama sekali..." Johan berusaha menjelaskan. "Dan wanita-wanita itu?" Aina berhenti sejenak dan memberinya tatapan mata tajam. "Aina, mereka hanya teman-temanku... Merekaa...." Suara Johan agak lirih. "Mereka teman-teman kencanmu, yang dengan bebas kau apa-apakan. Bagaimana bisa teman berciuman dengan teman? Sudah. Biarkan aku pergi..." Aina melenggang meninggalkan tempat terkutuk itu. Ditepisnya berkali-kali tangan Johan yang ingin membuatnya berhenti. Melihat pertikaian Aina dan Johan, Teddy hanya tersenyum. Sebuah rencana besarnya telah berhasil. Beberapa kali Aina sempat berteriak agar Johan menjauhinya. "Aina, aku bukan pemabuk! Aku hanya dijebak. Aku tidak ikut minum-minum, sumpah... Aku tak pernah minum lagi. Tadi mereka
Teddy memandangi Aina yang tengah tertidur pulas. Sementara nalurinya mulai bergejolak dan membuatnyasemakin resah. Meski tidur sekamar adalah hal yang dibenci Aina, tapi Teddy menginginkan yang lebih lagi. Mata Aina yang terpejam membuatnya bisa mengamatinya hingga puas. Teddy melihat betapa sempurna lekukan wajah yang Aina miliki. Alisnya yang tebal dan bibirnya yang ranum membuat Teddy menelan ludah. Seperti apa rasanya bibir itu? "Andai kamu bisa mematuhiku tidak hanya saat di luar tempat tidurku, Aina..." Teddy bergumam pada dirinya sendiri. Tiba-tiba petir menyambar mengejutkan bumi. Getaran listrinya yang jutaan volt itu membuat kaki Teddy terkejut bukan main. Aina bahkan merintih ketakutan saat mendengarnya. Untunglah dia tidak terbangun. Teddy menepuk-nepuk lengannya selayaknya bayi yang butuh keamanan. Dia terlelap kembali dalam mimpinya. Tangan kanan Teddy mulai tidak bisa menahan gejolak ini. "Ainaa.." Teddy memanggil
Sebuah senjata masih ditodongkan oleh Teddy tepat di pelipis sebelah kanan Novan. "Mau kemana?" untungnya Teddy bisa mengejar Novan dan Aina."Bukan urusanmu.."Meski Teddy sudah menodongkan pistol ke kepalanya, Novan masih juga besar kepala."Lepaskan Aina..."kata Teddy,"Novan, lepaskan aku..." Aina menangis tersedu.Air mata Aina tumpah melihat dua pria yang memegang senjata. Sementara satu pria sedang mencoba untuk menembak kapanpun ia mau. Rasa takut dan cemas Aina bertarung menjadi satu. Keringat dingin menjalar ke seluruh tubuhnya."Minggir kau mafia gila..." Novan tetap tegar pada pendiriannya."Tinggal satu detik lagi, aku akan menghabisimu!" Teddy makin kuat memegang pistolnya."Bunuhlah aku!" tiba-tiba Aina kembali bicara.Mata kedua pria itu saling pandang melihat Aina. Melihat air mata Aina yang tak kunjung sirna, mereka terdiam."Bunuh aku..." kata Aina sambil kembali menangis tersedu.Beberapa menit berlalu dalam diam. Novan dengan segera membuka pintu duduk Aina dan m
"Kenapa kamu pergi?" Teddy masuk kamar Aina tanpa permisi. "Tuan, maaf saya mau menutup pintu kamar. Silahkan keluar..." Teddy masih enggan memindahkan kakinya yang jenjang. Ia masih berdiri di sebelah pintu kamar Aina. "Tuan saya mohon. Saya lelah..." Aina memohon-mohon agar Teddy beranjak pergi. "Kalau kamu memang menyukaiku, bilang saja!" Teddy tersenyum sinis. Dirobohkan tubuh Aina ke ranjang tidur. Aina yang lemah, tidak mampu berkutik atau melawan. "Tuan saya akan berteriak minta tolong!" Aina mengancam. Berkali-kali Aina memukul dada Teddy dengan semampunya. Tenaganya terlalu lemah untuk memukul pria yang berotot baja itu. "Tolooongg.. Tolooonggg...." Mendengar Aina berteriak, Teddy segera melepaskan Aina dari cengkeramannya. Namun rupanya belum berhenti hanya sampai disitu. Teddy hanya mengunci kamar kemudian kembali lagi melakukan hal sama. "Sekarang kamu bisa berteriak sesukamu! hahahahaha..."
"Aku tidak mengundangmu di pesta ini!" Teddy masih tidak melepaskan Novan dari cengkeramannya. "Siapa bilang aku tidak diundang?" Novan menunjukkan sebuah undangan pada Teddy. "Teddy, dia bersamaku! Ayo jangan gunakan amarahmu disaat senang-senang seperti ini..." seorang pria memakai setelan warna hitam melerai mereka berdua. "Om Gunawan.." Teddy segera melepaskan Novan dan menyalami pria tersebut. "Bagaimana bisa kamu melupakanku?" pria itu berpelukan dengan Teddy. "Saya kira Novan tadi menyelundup datang kemari..." Teddy mempersilahkan pria bernama Gunawan itu sambil tertawa. Setelah lima tahun tidak bertemu, Teddy berbicara panjang lebar dengan Gunawan, yang tak lain adalah adik mendiang ayahnya. "Jadi Om tinggal dimana sekarang?" "Karena usahaku sudah mulai besar, aku meninggalkan Indonesia dan menetap di Belanda bersama istri mudaku... hahahaha.." "Teddy tahun ini akan menikah Om..." Monika yang
Teddy sedikit terhuyung-huyung ketika membawa Monika masuk ke dalam kamarnya di lantai dua. Meski sedikit lelah, ia tetap semangat untuk memanjakan hasrat liarnya malam ini. Berkali-kali Monika mencium dan meraba tubuh Teddy dengan mesra. Teddy yang menikmatinya benar-benar tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Teddy segera menanggalkan setelan jas hitam yang ia kenakan. Sementara Monika juga ikut menanggalkan gaun warna merah mencolok yang membuat kulit putihnya semakin bersinar. "Teddyy...." Monika memanggil-manggil nama Teddy. "Iyaa sayang, apa yang kamu mau?" Kini mereka sudah berada di atas ranjang besar milik Teddy. Monika tersenyum puas saat ia bisa menakhlukkan gairah liar milik Teddy. "Tedd....." mulut Monika sudah tidak bisa berkata lagi. Monika yang sedikit mengantuk tiba-tiba ia langsung hilang kesadaran. Tenaganya sudah habis untuk bersenang-senang dalam pesta. Meski ia tidak banyak mendapat kesempatan berdansa