Setelah melalui proses persidangan panjang, pada akhirnya kebenaran berpihak pada kemenangan. Teddy dinyatakan bebas oleh hakim ketua. Tangis Teddy pecah, Ia bersujud syukur atas bebasnya tuduhan yang berat yang ditujukan padanya. Pada hari yang mendebarkan itu, Aina sengaja tidak diperbolehkan masuk oleh Pak Gunawan. Ia tidak ingin putrinya mengalami syok atau kaget jika sewaktu-waktu keputusan majelis hakim tidak berpihak kepadanya. Seketika setelah diumumkan, Pak Gunawan berlari dengan tertatih-tatih mendekati Teddy yang sudah berurai dengan penuh air mata. "Selamat Teddy.." Pak Gunawan memberikan sebuah pelukan yang erat untuk keponakannya yang bebas dari penjara. "Terima kasih Om.." Teddy menangis, ia memeluk erat Pak Gunawan.Ia sungguh tidak menyangka bisa keluar dari kasus gelap yang sebenarnya sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya."Papaa..." Davian yang menunggu di parkiran berlari ke arah Teddy.Sambil terisak tangis, Teddy memeluk anak sulungnya yang su
"Johan?? Apa yang kamu lakukan malam-malam begini?" Teddy menutupi tubuh Aina dengan tubuhnya yang lebih kekar. Tanpa mengeluarkan jawaban, Johan terus berjalan mendekati ke arah ranjang Teddy. Ia memperhatikan Teddy dan keluarga kecilnya berkumpul menjadi satu di satu ranjang. Senyum sinis Johan seolah memperlihatkan wajah Johan yang lain pada sang majikan. Dengan jelas Teddy bisa melihat Johan membawa sebuah senjata api yang ia genggam erat di tangan kanannya. Seolah Johan malam ini adalah jelmaan monster yang menyeramkan. "Apa maumu?" Teddy bertanya lagi. Masih belum mengeluarkan suara, Johan tetap berjalan perlahan mendekati Teddy yang sudah duduk bersiap mengapit senjata api di balik selimutnya. "Apa yang mau kamu lakukan pada kami Johan?" Kini Aina berganti unjuk suara untuk membuka mulut Johan yang masih terdiam tanpa jawaban. "Kamu mabuk??" Aina berteriak lagi. Braaakk,,, Segerombolan pria berbaju hitam tiba-tiba masuk ke dalam kamar Teddy melalui balkoni. Lengkap d
"Bik Asih, kau??" Teddy memandang wajah pembantu paruh bayanya. Tak diduga Bik Asih memegang senjata api dan menembak ke dada Johan. Sementara Novan sudah terlanjur terkapar tidak bisa terselamatkan. "Kenapa kamu melakukannya? Aku kira kamu....." Teddy terdiam. Bik Asih dengan sebilah pisau melepaskan ikatan tali yang kuat di tangan Teddy dan Aina. Tanpa banyak bicara, Bik Asih membebaskan keduanya. "Mereka berdua pantas mendapatkannya!" Senjata api yang masih terselip di pinggang Bik Asih menjadi saksi, betapa Teddy sangat tidak menyangka jika Bik Asih memiliki kemampuan untuk menembak jarak jauh. "Bik Asih, bagaimana bisa Bibik melakukannya?" Aina masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat baru saja. "Ayo kita pergi dulu.." Dengan tertatih-tatih Aina berjalan keluar dari gudang belakang. Jarak gudang dengan rumah memang cukup jauh. Beberapa kali Aina jatuh tak berdaya. Tangan Teddy dengan sigap
Aina berkali-kali berteriak histeris di kamarnya. Suaranya sudah hampir habis. Tidak ada seorangpun yang merespon karena semua anggota keluarganya pergi ke pesta pernikahan saudara sepupunya; Lisa. "Tolonggg... tolooonggg..." Aina berteriak sekuat tenaga. Dia tahu kalau suaranya tidak akan didengar oleh siapapun. Hujan deras dan petir sedari tadi menyambar tanpa henti. Ditambah lagi, jarak rumah dengan jalan utama sangatlah jauh. Tapi itu terus dia lakukan, dia berharap agar lelaki itu mau sadar atas apa yang akan dia lakukan pada Aina. "Aina sayang... Diamlah.." Suara di balik pintu terdengar beringas. "Jangan lakukan itu, Novan! Jangaann! Aku adalah adikmu, aku adalah saudaramu sendiri..." Aina tersedu-sedu mengatakannya. Novan masih saja menggedor-gedor pintu dengan kuat. Engsel pintu sudah hampir terlepas. Getaran itu terasa hingga ke dinding sekitarnya. Pintu jati berukuran tebal tak jadi halangan Novan untuk segera menikmati tubuh Aina yang sudah lama ia rindukan. Dan ke
"Bos, dia masih hidup.." Johan memberikan isyarat pada Teddy. Dia mengecek sekali lagi untuk memastikan keberadaan denyut nadinya.Dengan hati-hati aku mulai Teddy mendudukkannya di sebelahnya. Dia masih pingsan dan akhirnya rubuh. Dan pada akhirnya ia menyandarkan kepalanya di pundak Teddy."Johan, cepatlah!""Baik, Bos!"Johan memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Di sela-sela derasnya air hujan, akhirnya nampak istana besar Teddy yang menjulang. Mereka semakin dekat dengan rumah.Sesampainya di bawah atap carport, Teddy segera menggendong Aina masuk. Johan nampak keheranan. Mungkin dia teringat adegan film Korea. Teddy mengisyaratkan kalau perempuan ini bukan tipeku,dia alergi dengan wanita religius begini."Asiihh, buka pintunya!" Panggil Teddy dengan suara nyaring.Tidak butuh waktu lama pintu sudah terbuka lebar. Orang-orang yang tinggal di rumah keheranan melihat Teddy menggendong seorang perempuan basah kuyup."Asih, cepat ganti baju wanita ini. Aku tidak mau dia mati kedingi
"Tuan.." Bik Asih memasuki sebuah ruangan kerja dengan ragu.Aina sendiri tidak paham siapa yang berada di balik kursi besar yang menghadap ke jendela. Dia masih asyik berbincang dengan seseorang di seberang sana."Kita tunggu dulu, jangan duduk.."Aina kembali berdiri di samping kursi."Oke, deal. Aku akan mengirimkan barangnya malam ini. Siapkan saja uangnya!" hanya itu yang bisa Aina dengar dengan jelas.Perlahan ia membalikkan kursi kulit warna cokelat gelap dan melihat tepat kepadanya."Asih, ada perlu apa?"Laki-laki itu memandang Aina dari atas sampai bawah seolah Aina adalah sesosok hantu yang baru muncul di malam hari,"Tuan, Mbak Aina sudah sehat." Bik Asih berkata padanya mengabarkan keadaan Aina."Siapa Aina?" Dia bertanya dengan tatapan mata tajam."Saya Aina, Pak..." Kataku.Aina asal bicara saja dengan memanggilnya "pak". Yang ia tahu pria itu bernama ET, entah kepanjangan apa ET itu. Beberapa orang yang Aina temui menyebutnya dengan Tuan ET. "Asih, ajari dia. Jangan m
"Assalamualaikum..."Semua yang berada di rumah nampak terkejut melihat kedatangan Aina. Terlebih Novan dan ibu tirinya."Darimana saja kamu menghilang? Kamu pulang setelah meninggalkan rumah berhari-hari, apakah kamu pergi dengan lelaki yang kamu bawa ke rumah malam itu?" Ibu tirinya langsung menyambut dengan omelan panjang."Biarkan dia duduk..." Ayah Aina menatap dengan tatapan yang marah."Ayah, Aina bisa menjelaskan..." Kata Aina."Benarkan om, dia pergi dengan lelaki itu... Pacarnya..." Novan memotong pembicaraan dan mengucapkan tuduhannya."Ayah, Demi Allah! Aina tidak punya pacar... Malam itu dia...." ketika Aina mulai menunjuk Novan, ibu tirinya malah memojokkannya."Apa-apaan kamu menuduh ponakanku yang tidak-tidak, kamu tahu kan Novan itu pendidikannya tinggi. Dia kuliah S2 di luar negeri dan sudah lama bekerja di sana." Katanya."Lagipula, lihat dirimu, kamu ini pernah mondok di pesantren kan sebelum kuliah? apa jadinya? Cuma kedok saja pakai kerudung tapi masih juga berma
"Akhirnya setelah kabur, kamu kembali juga pulang ke rumah barumu!" Teddy membukakan pintu depan.Aina mengira pukul sepuluh malam begini Teddy masih asyik dengan dunia luarnya seperti biasa, tapi justru malam ini dia sudah ada di rumah."Aku tidak kabur." Jawab Aina sambil tetap mempertahankan dignity-nya sebagai perempuan. Aina tak mau terlihat lemah."Tapi kamu ditolak oleh keluargamu, bukan?" Kata-katanya membuat hati Aina semakin sakit.Bagaimanapun gara-gara lelaki ini Aina diusir dari rumah. Novan rupanya tahu kalau Aina masuk ke mobil laki-laki asing."Asih, anakmu sudah pulang!" Teriak Teddy pada Bik Asih yang tak berapa lama kemudian menyambut kedatangan Aina."Astagaa, kamu pergi kemana? Pak Eko dan Hana mencarimu kemana-mana sampai bingung. Tuan ET juga langsung pulang saat kami bilang kamu hilang. Bibik mengkhawatirkan keselamatanmu!" Bik Asih terlihat lega."Tidak apa-apa Bik, aku cuma jalan-jalan dan tersesat saja." Aina sengaja mengarang cerita."Lain kali kalau mau ja