Share

Bab 5 Kembali Lagi

"Akhirnya setelah kabur, kamu kembali juga pulang ke rumah barumu!" Teddy membukakan pintu depan.

Aina mengira pukul sepuluh malam begini Teddy masih asyik dengan dunia luarnya seperti biasa, tapi justru malam ini dia sudah ada di rumah.

"Aku tidak kabur." Jawab Aina sambil tetap mempertahankan dignity-nya sebagai perempuan. Aina tak mau terlihat lemah.

"Tapi kamu ditolak oleh keluargamu, bukan?" Kata-katanya membuat hati Aina semakin sakit.

Bagaimanapun gara-gara lelaki ini Aina diusir dari rumah. Novan rupanya tahu kalau Aina masuk ke mobil laki-laki asing.

"Asih, anakmu sudah pulang!" Teriak Teddy pada Bik Asih yang tak berapa lama kemudian menyambut kedatangan Aina.

"Astagaa, kamu pergi kemana? Pak Eko dan Hana mencarimu kemana-mana sampai bingung. Tuan ET juga langsung pulang saat kami bilang kamu hilang. Bibik mengkhawatirkan keselamatanmu!" Bik Asih terlihat lega.

"Tidak apa-apa Bik, aku cuma jalan-jalan dan tersesat saja." Aina sengaja mengarang cerita.

"Lain kali kalau mau jalan-jalan jangan sendirian. Bahaya!"

Bik Asih memberi makan layaknya seorang ibu yang mendapati anaknya pulang dari perjalanan panjang. Mereka berdua mengobrol di pantry sebelah ruang makan.

Tanpa terasa obrolannyadengan Bik Asih berlangsung hingga pukul satu pagi. Dan Bik Asih sudah tidak kuat, hingga ia mengundurkan diri dari meja bar untuk tidur.

Aina masih belum bisa memejamkan mata. Berkali-kali mencoba meyakinkan dirinya bahwa ayah tidak sejahat itu. Ayah hanya berubah karena hasutan istri barunya dan Novan.

Tetapi mengapa ayah tega mengusirnya dari rumahku sendiri? Apakah ayah tidak malu jika tetangga dan saudaranya mengetahui anak gadisnya diusir dari rumah? Atau ayah memang sama sekali sudah tidak memperdulikanku lagi?

"Apakah kamu pulang untuk mengambil baju dan ponselmu?" Tiba-tiba Teddy duduk tepat berada di sampingnya. "Seharusnya aku merayakan kepulanganmu malam ini, andai saja kamu mau minum wine ini denganku,,," 

"Maaf Tuan, saya tidak boleh.." Kata-kataku terhenti saat jari telunjuknya tepat berada di bibirku.

"Aku tahu, aku paham orang sepertimu. Tapi biarkan aku minum karena merayakan kedatanganmu lagi di istanaku..."

Jantung Aina berdebar dengan kencang. Entah sengatan apa yang sedang menyerang tubuhnya saat ini. Aina serasa tersengat listrik dengan daya tinggi. Tangannya-pun terasa gemetar.

"Aku tahu bagaimana rasanya diusir dari rumah, Aina. Aku pernah mengalaminya." kembali dia meneguk wine.

"Tuan, saya mau..." Tangan Teddy segera menahan Aina untuk tetap bersamanya.

"Temani aku, malam ini saja..." Ucap Teddy.

"Maaf saya tidak bisa...." Aina buru-buru berlari menuju kamar.

"Ainaaaa!" suaranya yang lantang benar-benar memecah keheningan malam.

**

"Ini, ponsel dan baju-baju untukmu. Asih bilang kamu perlu mukena untuk sembahyang.. Semua sudah ada di tas besar itu. Ambil dan bawa pergi." Kata Teddy.

Aina nampak sedikit tersenyum saat Teddy membelikan barang-barang yang dia perlukan. 

"Terimakasih, Tuan. Semoga menjadi amal kebaikanmu." Hanya itu yang Aina ucapkan padanya.

Amal kebaikan? Apa gunanya itu! Sebenarnya Teddy lebih berharap imbalan nyata berupa kecupan pipi atau... di bibir. Teddy penasaran bagaimana rasanya bibir wanita itu!

"Hanya itu yang mau kamu katakan?" Aku melihatnya sedikit canggung menghadapiku.

"Oh i..iya, Tuan." Aina terlihat tersipu malu.

"Apakah kamu tidak mau bersalaman atau memelukku sebagai tanda terimakasih?"

"Maaf Tuan, kita bukan mahram.."

Mahram? Apa itu? Teddy tidak memahaminya.

Aina pergi meninggalkanku begitu saja, setelah Teddy mengeluarkan uang yang tak sedikit untuknya.

"Dasar tidak tahu berbalas budi!" Teddy mengumpat lirih.

**

"Johaan..."

"Kemana perginya Johan? Bukankah dia tadi masih berada di sekitarku? Kulirik jendela di luar, dan kudapati Johan sedang bercakap-cakap dengan Aina."

"Halo, Johan kamu ada di mana? Ayo segera berangkat!" Teddy sengaja menelponnya dari dalam ruangan.

"Bos, saya tunggu di mobil langsung saja ya?" Katanya. Dia terlihat masih enggan meninggalkan Aina. Teddy menyaksikan sendiri betapa terpikatnya Johan pada wanita baru itu.

Saat Teddy sudah di luar ruangan, Johan hanya menyalakan mesin. Dia masih melanjutkan mengobrol lagi.

"Iya, nanti aku bawakan untukmu!" Johan bergegas menuju mobil dan melambaikan tangan pada Aina.

"Sudah siap, Tuan?" Johan melirik spion tengah untuk mengecek Teddy.

"Sejak kapan kamu berteman dengan wanita itu?"

"Siapa yang Tuan maksud?" Johan pura-pura tidak paham dengan apa yang Teddy bicarakan.

"Wanita itu..." Teddy menunjuk Aina yang masih membersihkan taman di luar mobil.

"Oh, Aina? Ah saya cuma bicara beberapa kali saja, Tuan..."

Wanita seperti Aina jelas bukan tipenya. Johan lebih suka wanita blasteran dengan pakaian yang lebih modern. Menurutnya lebih eksotis. Sedangkan Aina? Wajahnya seratus persen lokal.

"Kamu tidak salah kan berteman dengan dia? Bukankah dia sangat berpikiran kolot?" Teddy mulai memancingnya bicara.

"Tidak Tuan, dia sangat asyik untuk diajak bicara. Dia menyuruh saya untuk membeli buku agar saya membaca." Ceritanya berapi-api.

Teddy kian penasaran. Bisa-bisanya Aina bertukar pikiran dengan lelaki pembantu suruhannya seperti Johan.

"Buku apa?"

"Ah, tidak penting Tuan. Tuan mau tau saja!" Johan menutup pembicaraan.

**

"ET, sebaiknya apa tidak besok lusa saja kita kirimkan senjata ke pelabuhan?" Tom, partner bisnis Teddy mulai merencanakan sesuatu.

"Bagaimana bisa? Bukankah kapal ke Rusia tidak akan berangkat lusa. Besok kita harus mengirimnya langsung ke sana!" jawab Teddy sambil mengisap cerutu.

"Tom, lebih baik menggunakan saran ET saja. Lebih cepat lebih baik. Mereka sudah menyiapkan uangnya. Tidak main-main, tiga juta dollar!" Edi menanggapi usul Teddy dengan semangat.

"Baiklah coba aku pertimbangkan lagi." Tom mulai membuka laptop dan membuka beberapa informasi berharga.

"Lihatlah!" Seru Edi.

Teddy memeriksa beberapa data tentang pembeli Rusia. Mereka adalah pembeli baru yang sama sekali belum pernah mengadakan transaksi senjata dengan kami sebelumnya.

"Apakah kalian yakin mereka bukan penipu?"

"Tom, Bos John pernah bertransaksi dengan mereka dua kali.." Edi membuka fakta baru yang belum Teddy ketahui.

"Aku yakin mereka hanya mengetes harga, jika kita bisa bersaing dengan John Koi, aku yakin mereka akan lebih memilih bekerjasama dengan kita." Teddy menimpali.

Hanya kami bertiga yang ada di ruangan. Sementara Johan, berada di luar ruangan dan nampak berbicara dengan seseorang di telepon.

"Sial, apa dia bicara dengan Aina lagi?" Teddy mulai curiga.

"Sebentar..." Teddy meminta izin untuk keluar ruangan.

"Johan!" Johan nampak terkejut dan menyudahi pembicaraan.

"Ah, Tuan mengagetkanku saja! Iya Tuan ada apa?" Kata Johan tanpa merasa berdosa.

"Kita sudah selesai. Kita pulang sekarang..."

"Tuan apa tidak salah? Baru pukul sebelas siang. Ayolah bersenang-senang dulu!"

"Aku mau pulang saja, aku tak enak badan..." Jawab Teddy.

**

Aina membukakan pintu rumah. Matanya langsung melirik ke arah Johan. Sama sekali tidak melihat atau menyapa Teddy.

"Apa kamu membelikannya untukku?" Aina mendekati Johan yang masih tercegat di ambang pintu.

"Ehm..."  Teddy sengaja berdehem untuk memecahkan suasana.

"Sebaiknya kita mengobrol di luar, Aina..."

Mereka berdua segera berlari menuju taman. Hati Teddy merasa tidak senang melihatnya.

"Sayaaangggg..." Monika sudah menyambutnya dari balik ruang keluarga. Sungguh diluar dugaan.

"Apakah kamu capek?" Dengan lembut ia membawa tas dan jas hitam Teddy.

"Aku agak pusing..." jawab Teddy ketus.

"Ayo kita naik ke kamarmu, aku akan memijitmu sayaang..."

"Baik..." Teddy melonggarkan dasi hitamnya.

Entah mengapa suara Aina dan Johan yang samar-samar dari kolam renang membuatnya sangat terganggu. Jendela kamarnya yang langsung berhadapan dengan kolam renang membuatnya bisa melihat dengan jelas siapa saja yang berada di sekitar kolam renang.

"Hahahahahaha..."

Sudah lama Teddy tidak mendengar Johan tertawa sekeras itu. Sesekali Teddy melirik ke arah bawah agar bisa mencuri dengar tentang apa yang menjadi bahan obrolan mereka.

"Aduh sakit..." Kepala Teddy terasa sakit saat dipijit oleh Monika.

"Iya, aku pelankan..."  Monika mendekati Teddy sambil mengecup bibirnya.

"Monika, aku ingin tidur! Keluarlah..."

Monika nampak kecewa tapi akhirnya meninggalkan Teddy sendirian. Dari jauh, sayup-sayup terdengar suara adzan.

"Byee Johaan.. Terimakasih yogurt-nya ya!" Aina nampak berdiri dari kursi.

"Apakah setelah sholat kamu akan menemuiku lagi?" Johan rupanya memang lengket dengan Aina seperti lem sekarang.

"Maaf Johan, aku harus menyiapkan makanan untuk pesta nanti malam..."

"Aina, awas belakangmu!" Johan memperingatkan Aina agar tidak mundur ke belakang.

Byuurrr.... Aina jatuh ke kolam renang kedalaman dua meter.

"Tolong....toloongg..."

"Toloong aku tidak bisa berenang....."

Johan masih nampak panik dari atas. Tentu Teddy tahu, Johan tak seberapa pandai dalam urusan berenang. Tanpa pikir panjang, Teddy langsung melompat dari balkon lantai dua.

Segera ia raih tangan Aina dan memeluk tubuhnya. Aina nampak gugup saat berada di dalam air dan hampir tenggelam.

"Ayo, kamu bisa..." Teddy membisikkan kata-kata itu di telinga kanannya.

Matanya melihat Teddy dengan penuh harap.

Setelah susah payah Teddy berhasil membawanya ke tepi kolam. Baju piyamanya yang tebal membuatnya sedikit kesulitan berenang.

"Uhuk, uhuk..." Aina nampak berusaha tenang. Berkali-kali ia nampak terbatuk-batuk.

"Aina, ayo ke dapur sekarang.." Bik Ijah membawa Aina tertatih-tatih.

"Saaayaanggg..." Monika kembali muncul dari arah ruang keluarga di lantai satu.

"Astaga, kenapa kamu sayang?" Monika memeluk Teddy, namun ia menepisnya.

"Tuan..." Johan mengulurkan tangannya pada Teddy untuk naik ke atas.

Beberapa kali Teddy melihat Aina hampir terjatuh.

Sekilas Teddy melihat ponsel Aina tergeletak di meja tepi kolam renang. Tanpa sepengetahuan Monika dan Johan, Teddy segera mengambilnya. Ini adalah sebuah kesempatan agar tahu isi otak kepala wanita berjilbab itu.

Teddy tersenyum tipis dan membawanya masuk ke rumah.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status