Sandal teplek yang kupakai mengeluarkan suara yang lembut tapi siapapun akan menyadari jika ada seseorang yang mendekat. Ketiga orang tersebut langsung memutar kepalanya melihat sumber suara yang masuk ke telinga.Oma dan Mama Mertua tersenyum senang melihat kedatanganku. Mereka pun segera berdiri lalu memeluk dan mencium pipiku dengan gemas. Kulirik Aiden dengan mengaga, melihat hal itu membuatku sangat heran. Kenapa mulutnya menganga sebegitu lebarnya saat aku hadir di depannya. Apa aku membawa energi negatif saat bergabung bersama mereka."Ya ampun menantuku cantik sekali!" girang mama mertuaku."Oma senang sekali melihatmu Sayang. Kabar baik kan?" Oma mengelus-elus lenganku dengan lembut."Baik Oma," jawabku malu-malu."Ihh! Akhirnya Mama bisa liat kamu pakai baju pembelian Mama. Sangat cocok." Perempuan itu memberikan dua jempol kepadaku.Aku tersenyum, lebih tepatnya salah tingkah karena dipuji Mama mertua," Kan Mama yang pilihin."Ia kembali memelukku cukup erat, seperti orang
"Itu apa?!" bentak Rita keras. Tampilannya yang elegan tak bisa menutup kebringasan wanita itu. Bahkan Aiden yang baru saja mendapat tamparan dari Mamanya tak bisa berkutik. Ia hanya meringis kesakitan. Aku pun gemetar melihat mama mertua yang marah. Tanpa sadar tanganku tremor hebat."Maafkan saya Nyonya." Bik Asih langsung bersimpuh di lantai meminta maaf."Rita... sudah. Kasihan Dea." Oma menenangkan putrinya dengan lembut.Mama mertua langsung melihat ke arahku yang sedang menunduk menenangkan tangan yang tengah bergetar hebat. Dengan sigap ia langsung menghampiriku sambil memegang pergelangan tangan yang masih terdapat handsaplast di sana."Astaga..." Ia melirik ke arah suamiku. Namun, karena merasakan getaran dari tubuhku ia segera menghembuskan napasnya. "Hah..." ia beberapa kali melakukan hal itu untuk menurunkan emosi yang membabi buta."Maaf Sayang. Maafkan Mama sudah berteriak di depanmu," sesal wanita itu mencoba menarik perhatian
Tak hanya Aiden, aku pun terkejut mendengar ucapan Mama mertuaku."T-tapi Ma." Aiden nampak gelisah."Ma. Aku dan suamiku kemarin sudah membuat perjanjian nikah," selaku. Aku tidak ingin memberatkan Aiden dengan perjanjian tambahan."Oh ya?" Mama mertua langsung menoleh ke arahku."Iya Ma.""Isinya tentang apa saja?""Em tentang pembagian harta, pelarangan pernikahan kedua, dilarang KDRT, dan masih banyak lagi."Mama mertua menganggukkan kepalanya beberapa kali."Bagus Sayang. Tapi Mama dan Oma harus membuat perjanjian dengan anak ini juga. Ini terpisah dengan perjanjian kalian berdua," jelasnya tegas. Aku menelan salivaku dengan paksa. Pupil Aiden nampak bergetar mendengar penjalasan Mamanya.Oma menggenggam tanganku lembut. "Iya Sayang. Kalau kita tidak tegas seperti ini, dia akan semena-mena. Ini juga demi kepentingan kami, bukan semata-mata karena kamu. Jadi Dea tidak perlu khawatir atau merasa bersalah pada Aiden."Kepentingan kami? Sebenarnya apa? aku penasaran akan hal itu, tap
"Iya Ma," jawab suamiku lemas. Mertua dan Oma melirikku dengan bibir tersenyum. Binar kesenangan terlihat di mata mereka."Good. Mama pegang ucapanmu. Awas saja kalau diingkari lagi."Wanita itu sangat puas mendengar jawaban putranya."Sayang..." Mama mertua memegang ke dua tanganku dengan lembut. Sentuhan itu terasa menenangkan dan hangat di taktilku."Iya Ma?""Kalau Aiden berlaku kasar padamu, langsung bilang Mama ya Sayang. Biar Mama kasih pelajaran dia, kami tidak mengajarkan anak-anak untuk bersikap kasar, apalagi sampai melukai orang lain. Entah kesambet apa anak itu, sampai-sampai tanganmu di buat terluka seperti ini." Aku mendengar rentetan kalimat itu dalam diam dan membalas tatapan mama mertua dengan serius. "Jadi kalau dia berlaku kasar, langsung ngomong ke Mama. Jangan takut Sayang, ada kami yang menjaga mu,' lanjut Mama mertua penuh keseriusan.Aku tersenyum simpul mendengarnya, rasanya sangat menyenangkan mendapat sekutu terkuat. "Iya Ma."Wanita itu mengelus pucuk kepa
"Puas kamu!?" kesalnya dengan wajah mengerut. Kupamerkan senyuman tipis padanya, "Puas." "Dasar wanita gila! Awas saja kamu!" Aku ingin tertawa sekeras mungkin tapi kuurungkan, lebih baik aku mengejek suamiku sampai puas. "Haha... Mampus kamu! Cepat putus dari model majalah dewasa itu deh! Mama sama Oma lebih sayang aku, mana bisa Wendy menyaingiku!?" ejekku, tak lupa menjulurkan lidah seperti orang koyol. "Kurang ajar!" tangan lelaki itu ingin mencengkeram tubuhku, tapi aku langsung berlari menjauh darinya. "Gak kena!" teriakku sambil menuju kamar. Aiden yang berjalan di belakangku ingin meraih tubuhku, tapi langsung di hadang Bik Asih. Rasanya sangat menyenangkan menyulut emosi lelaki itu, entah kenapa rasanya sangat bahagia seperti memenangkan jackpot! Keesokan paginya kami sarapan dalam diam, kebetulan hari ini aku bisa bangun pagi karena semalam tidur tanpa minum obat. Entah karena aku merasa bahagia telah menghajar Aiden dibantu mama mertua dan oma, tau karena emosiku di
"Hallo..." ucapku setelah menempelkan telepon Genggam tersebut ke telingaku."Bagaimana kabarmu? Ayah dengar kamu dan Aiden baru saja bertengkar. Apa semuanya baik-baik saja?" "Semua baik-baik saja Ayah. Mama dan Oma menyelesaikan masalah kami." Aku menjawabnya dengan memutar bola mata."Baiklah kalau begitu. Jangan berlagak keras kepala Sayang. ingat, kamu sudah menikah. Terpaksa harus menurunkan ego demi kelangsungan rumah tangga kalian. Jangan sampai Ayah mendengar berita tidak mengenakan mengenai pernikahanmu. Jaga diri baik-baik di sana.""Iya Ayah." Sambungan telepon pun terputus. Ku hela napas panjang karena percakapanku dengan Ayah. Setelah perbincangan singkat itu, tanpa sadar aku tersugesti. Keusilanku mengganggu Aiden pun hilang hingga membuat suamiku penasaran."Apa keagresifanmu sudah menghilang? Aku liat-liat kamu semakin diam dari hari ke hari."Mendengar ucapan itu, aku merasa diejek oleh Aiden. Kulirik dia dengan jengah. Jombang tipis memenuhi rahangnya yang tegas.
Hari ini adalah bulan ke enam pernikahanku. Namun sungguh kurang ajar suamiku berani membawa perempuan gatal ini ke rumahku. Dengan tidak malunya perempuan itu berani bermesraan dengan suami di depanku dan teman-teman suamiku. Ketulusan hati aku menjalin pernikahan ini ternyata dibalas dengan penghinaan yang tiada hentinya. Hati aku sakit sekali.Berkali-kali aku mendengarnya memanggil suamiku dengan panggilan "Sayang". Telingaku terasa jijik mendengar suara itu keluar dari wanita keji yang tidak tau malu itu. Aku sangat bodoamat dengan tingkah laku mereka berdua, tapi semakin lama semakin agresif wanita itu berusaha menjelek-jelekkan aku dan berusaha memisahkan aku dengan suamiku. Berbagai cara sudah dia lakuka, hingga berbagai cara licik dia gunakan untuk membunuhku. Kesabaranku benar-benar sudah habis melihat tingkah konyol wanita itu. Aku juga suah capek mendapat berbagai ancaman mematikan darinya.Cplassss...!!! "Aaww!!! Panas panas!!" teriak pelakor. Kusira
Pagi hari, aku tidak suka dengan pagi hari, itu artinya aku harus bangun dari mimpiku. Aku kaget waktu bangun tidur, ini bukan kamarku. Aku shock banget lupa kalo aku udah pindah. Ya ampun.. aku langsung keluar kamar, dan menuju kamar mandi. Waktu keluar dari kamar mandi.“Habis ngapain lu?” tanya Aiden yang sedang menikmati kopi hitamnnya.“Mandi lah.”“Ngapain mandi disini, di kamar lu kan ada kamar mandinya bego.”"Ehh.. masak sih," batinku.Aku diam aja dan langsung ke kamar. Dan ternyata benar, ada kamar mandinya. Wow ada bath up, closet duduk,trus washtafel juga, bagus juga kamar mandi ini. Nanti siang mau berendam lah.. semua keperluan sudah ada, wahhh.. seneng banget deh, aku gak pernah liat perlengkapan kamar mandi sebanyak ini.."wait, ini kloset duduk, aku terbiasa jongkok. Aduh.. harus beradaptasi nih."Bik Asih sudah di kamarku dengan membawa baju-bajuku dari