Dua jam yang lalu bayi kembar laki-laki dan perempuan telah terlahir ke dunia. Seperti hasil pemeriksaan, Ardian dan Alda benar-benar dikaruniai anak kembar. Sama seperti orang tuanya, keduanya tampan dan juga cantik. Nama mereka, Eliza Ayleen Elfaero dan Ezzel Avleen Elfaero. Sudahlah, nama pemberian Ardian terlalu panjang. Memang dasar bapak-bapak konglomerat. Kasih nama anak panjangnya sudah seperti jalan tol. Mana ribet lagi. “Lucu banget sih ponakannya aunty.” Meira heboh sendiri. Ia menggendong bayi laki-laki tersebut dan menoel-noel dagunya dengan gemas. “Ciee, kamu hidungnya mirip aunty Netta.” Netta tersenyum. Tangannya mencubit hidung Eliza dengan gemas. “Heh, situ nggak usah ngada-ngada ya! Dimana-mana, anak itu mirip mama sama papanya bukannya mirip nenek lampir kayak kamu!!” Meira langsung ngegas membuat Ezzel yang berada di gendongannya menggeliat pelan. “Sirik aja lo, orang dia ponakan kandung gue kok!” Netta ikutan ngegas. Jadi, seperti inilah rutinitas
Siang itu ruang rapat markas Black Eagle dipenuhi cahaya dari lampu gantung yang memantul di meja kayu panjang. Di hadapan tim, Meira berdiri dengan ekspresi tenang. Gadis itu lalu membuka rapat dengan tegas. "Karena semua sudah ada, saya akan membacakan hasil penyelidikan kita selama ini." Semua kepala mengangguk. Meira lalu menghamparkan kertas besar yang ia pegang ke atas meja. Kertas itu penuh dengan coretan, garis merah, dan simbol yang menghubungkan banyak nama. Di atasnya ia menulis judul tebal dengan spidol hitam. “PUZZLES”. “Kalau kita lihat, pelaku di balik kasus Alda dan Ardian ternyata ada banyak orang.” Ia menelusuri garis-garis di kertas itu dengan telunjuknya. “Percobaan pembunuhan sebanyak dua kali, pengiriman ular dua kali, penembakan kaca jendela apartemen, dan berbagai teror lain yang bisa mengancam nyawa itu semua ulah Queen.” Ia berhenti sejenak, memberi ruang bagi tim untuk mencerna. “Sedangkan yang menculik dan menjebak Alda, menyebarkan fitnah dan merusak
Malam itu, halaman belakang rumah keluarga Adiwijaya dipenuhi cahaya lampu gantung yang berjejer rapi. Aroma daging yang dipanggang menambah hangat suasana. Erfan berdiri di depan panggangan dengan celemek bertuliskan Chef Erfan, sementara Erlin sibuk mondar-mandir membagikan piring ke semua orang. Semua pelayan di rumah itu diliburkan sementara. Malam ini bukan hanya sekedar kumpul-kumpul untuk keluarga inti saja, melainkan Erlin juga mengundang keluarga besannya dan juga sahabat anak-anaknya. “Satenya udah mau matang nih!” seru Erfan sambil mengipasi arang dengan penuh semangat. Ardian dan Alda baru tiba. Mereka berjalan beriringan. Ardian yang terlihat sangat protektif tak pernah lepas menggenggam tangan Alda. Begitu melihat mereka, Erlin langsung bersorak. "Pasangan paling romantis abad ini memasuki ruangan!" Semuanya kompak tertawa. Tak jauh beda dengan ketiga sahabat Alda, Meira dan juga Netta yang sudah duduk manis di atas tikar yang mereka hamparkan. Tak lama Ella d
Pagi itu, Ardian mengantar Alda ke rumah sakit untuk pemeriksaan kehamilan rutin. Sesampainya di sana, mereka langsung menemui dokter yang sejak awal menangani kehamilan Alda. Di ruang USG, Alda mulai berbaring. Ardian duduk di sisi ranjang dan menggenggam tangannya erat. Dokter mulai mempersiapkan alat, menempelkan gel di perut Alda, lalu layar monitor memperlihatkan gambar hitam putih. “Ini dia calon bayi kalian,” ujar dokter dengan name tag Riana itu sambil menunjuk layar. “Lihat, jantungnya berdetak normal.” Alda spontan menoleh ke arah Ardian. Laki-laki itu menatap layar monitor dengan mata berbinar. Senyum tipis menghiasi wajahnya. “Anak kita kecil banget ya, Kak?” ujar Alda. Ardian hanya mengangguk sembari tersenyum haru. “Gimana perasaannya hari ini?” tanya sang dokter. “Apakah ibu Alda mengalami mual, muntah, atau pusing?” Alda menggeleng. “Saya nggak ngalamin itu semua, Dok. Justru suami saya yang tiap pagi mual dan muntah-muntah. Itu kenapa, ya?” Dokter Rian
Keromantisan Ardian dan Alda langsung jadi perbincangan hangat di kantor. Bisik-bisik para karyawan wanita langsung terdengar ramai siang itu. “Eh, katanya cewek yang tadi masuk ruangan bos itu istrinya, ya?” bisik seorang karyawan bernama Dina. Alda memang jarang sekali ke kantor. Ardian juga belum pernah mengenalkannya secara resmi kepada para karyawannya. Katanya, 'Nanti ada yang rebut kamu.' “Iya, sekretaris Erna bilang begitu.” “Tapi, bos keliatan bucin banget nggak sih sama istrinya?” “Katanya ya, pas bos berbulan-bulan nggak masuk kantor, itu ternyata karena istrinya lagi sakit. Beliau baru mau kembali ke kantor pas istrinya udah sehat." “Wah, romantis banget!” “Eh, tau nggak? Pas tadi aku bawain laporan tahunan ke ruangan bos, aku liat bos lagi suapin istrinya. Aaaa, romantis banget.” “Aku tadi juga bawain dokumen buat ditandatangani malah liat si bos lagi ngetik di laptop sambil pangku istrinya. Apa nggak gerah sendiri aku liatnya?” Suara bisik-bisik karya
Alda menatap gedung kantor Ardian dengan senyuman yang belum pudar dari wajahnya. Ditatapnya rantang makanan yang ia bawa di tangannya. Hari ini ia berniat memberikan surprise untuk sang suami. Wanita itu melangkah pelan memasuki gedung Starry Land. Perutnya yang terlihat membuncit di usia kehamilannya yang baru usia tiga bulan tak membuat semangatnya surut. Sesampainya di ruang kerja Ardian, ia langsung mengetuk pintu. "Masuk!" titah Ardian dari dalam. Alda membuka pintu pelan dan melangkah masuk. Di meja kerjanya, Ardian masih terlihat fokus menatap layar laptop sehingga tidak menyadari kehadirannya. "Ada apa?" tanya laki-laki itu tanpa mengangkat wajahnya. Alda menghela. Ia lantas mendekat dan menggeser laptop Ardian. "Udah jam makan siang. Kerjaannya nanti aja dilanjut," ujarnya lembut. Ardian yang sudah mendongak hendak marah karena ada yang dengan tidak sopan mengganggunya kerja langsung mengubah mimik wajah begitu menyadari kehadiran Alda. "Aku kira siapa tadi yan