Ada malam-malam yang begitu sunyi hingga suara napas sendiri terasa mengganggu. Ada luka-luka yang tak berdarah tapi membuat dada terasa berlubang. Dan malam ini, Seruni tinggal di dalam kedua hal itu—sunyi dan luka—yang saling memeluk erat, menelannya hidup-hidup.
Suara tawa netizen menggema dari layar-layar kecil yang tak bisa dikendalikan siapa pun. Komentar-komentar tajam membanjiri lini masa, menghantam nama Seruni seperti gelombang tanpa ampun: “Plot twist tahun ini!" tulis satu akun gosip; “Ghostwriter-nya patah hati duluan!” ejek yang lain. Hashtag #VarlaxAruna merajalela di trending topic, seperti parade kemenangan yang menyayat di depan matanya sendiri.
Ponsel di atas nakas bergetar, notifikasi dari media sosial tak berhenti berdatangan. Seruni mengulurkan tangan malas, membuka layar ponselnya, lalu... jari-jarinya berhenti. Matanya tertumbuk pada satu cuplikan video yang baru saja diunggah oleh akun g
Dalam setiap dongeng yang ditulis dengan pena. Ada segenggam narasi yang hanya bisa ditangisi dalam diam oleh sang putri. Ada cinta yang tak mampu diucapkan, hanya bisa dirindukan dalam doa. Layaknya, kisah Little Mermaid. Rela berkorban, meski akhirnya menjadi butiran buih karena Pangeran menikah dengan seorang putri dari dunia nyata.Sebuah pilihan hati yang terasa seperti berdiri di ujung tebing—entah melompat atau mundur. Dua-duanya sama menyakitkan. Sisa-sisa keheningan menggumpal, mengendap di dasar dada. Membebani tiap langkah menuju keputusan yang tak pernah sederhana. Di persimpangan ini, cinta bukan lagi soal rasa. Tapi keberanian untuk melepaskan ego … atau mempertaruhkan segalanya.Satu tahun telah berlalu. Sejak kepergian Aruna dari sorotan dunia. Waktu terus berjalan, namun luka itu belum kering sepenuhnya. Dunia Seruni berubah total. Novel yang dulu hanya naskah pribadi penuh air mata kini menj
Ada kalanya mencintai seseorang ... berarti siap kapan pun harus melepaskannya. Karena hati bukan sekadar tempat singgah, tapi juga ladang perang. Di sana, harapan dan ego saling bertarung. Kadang kita menang, lebih sering kita patah. Dan ketika cinta diuji oleh kenyataan, bukan rasa yang paling menyakitkan. Tapi pilihan yang menguras air mata.Detik itu, pintu utama Z-Gensitex terbuka perlahan. Seruni, dengan langkah ragu dan napas tertahan, hendak melangkah masuk. Namun, suara Aruna menggema di seluruh lobi lewat siaran langsung, menahan langkahnya.“Katakan pada dunia ...,” Aruna menatap tegas ke arah kamera. “Aku memilih dia!"Langkah Seruni terhenti. Matanya membulat, dadanya tercekat. Dan ketika ia menoleh ke sumber suara, ia melihatnya—Varla, dengan senyum manis yang tak pernah ia percaya, melingkarkan tangan ke bahu Aruna. Rapat, penuh kepemilikan.
Ada saat dalam hidup ketika sebuah pilihan tak lagi tentang benar atau salah. Tapi tentang apa yang masih bisa diselamatkan … dan siapa yang rela dikorbankan. Pagi itu, dalam ruang rapat yang lebih dingin dari musim dingin Eropa, Aruna duduk membatu. Dasi di lehernya seperti jerat, napasnya berat—seperti tengah menahan runtuhnya dunia dari balik jas mahal yang tak lagi memberinya kuasa. Di balik mata tenangnya, badai berkecamuk. Ini bukan sekadar rapat. Ini adalah pertaruhan terakhir antara cinta … dan kehancuran.Ponsel Seruni tak henti berdering dari Mira dan Juan sejak kemarin. Mereka berusaha menyakinkan Seruni. Tapi, ia mengabaikannya—pesan kemarin dari Mira yang memintanya datang ke Z-Gensitex, tempat pertama kali ia bertemu Aruna. Hingga, sebuah pesan teks Mira membuat Seruni meresponnya.“Percaya hati Aruna cuma mencintai kamu, Seruni!” suara Mira yakin, “s
Ada malam-malam yang begitu sunyi hingga suara napas sendiri terasa mengganggu. Ada luka-luka yang tak berdarah tapi membuat dada terasa berlubang. Dan malam ini, Seruni tinggal di dalam kedua hal itu—sunyi dan luka—yang saling memeluk erat, menelannya hidup-hidup.Suara tawa netizen menggema dari layar-layar kecil yang tak bisa dikendalikan siapa pun. Komentar-komentar tajam membanjiri lini masa, menghantam nama Seruni seperti gelombang tanpa ampun: “Plot twist tahun ini!" tulis satu akun gosip; “Ghostwriter-nya patah hati duluan!” ejek yang lain. Hashtag #VarlaxAruna merajalela di trending topic, seperti parade kemenangan yang menyayat di depan matanya sendiri.Ponsel di atas nakas bergetar, notifikasi dari media sosial tak berhenti berdatangan. Seruni mengulurkan tangan malas, membuka layar ponselnya, lalu... jari-jarinya berhenti. Matanya tertumbuk pada satu cuplikan video yang baru saja diunggah oleh akun g
Hati Seruni terasa sakit melihat fakta itu. Pintu maaf yang selangkah lagi terbuka, kini retak. Hingga ia terjebak dalam perasaannya sendiri. Tanpa ingin berpikir ... atau melakukan apa pun sekarang. Hanya ingin diam dan menangis seharian ....Di sebuah ruangan, foto itu masih menyala di layar ponsel Aruna. Ia menatapnya tanpa berkedip. Bukan karena ia baru melihatnya—tapi karena ia baru sadar dari mana foto itu diambil. Restoran Kyato Prime. Meja sudut. Hari ini, tiga jam lalu ... tepat sebelum rapat besar Z-Gensitex. Aruna ingat detiknya. Varla datang tanpa diundang, duduk seenaknya di depannya. Senyum tipua di bibir perempuan itu sama seperti di foto—seolah kamera tak pernah mengkhianatinya.“Aku cuma mau bilang ...,” jemari Varla menggenggam tangan Aruna. “Kita berdua masih bisa jadi berita besar. Tinggal kau mau atau tidak?”Aruna menepis
Tak ada yang lebih bising dari dunia yang jatuh cinta pada kisah patah hati. Hari itu, ribuan notifikasi berdentang di ponsel netizen, seolah jagat maya menari di atas luka seorang pria. Video pengakuan Aruna yang tayang semalam mendadak jadi trending topic nomor satu di berbagai platform. Timeline penuh cuplikan, potongan kata, dan air mata—semuanya mengarah pada satu kalimat:Aruna menatap kamera. “Aku mencintainya ... dan aku kalah.”Wajah dingin sang CEO, yang selama ini disangka tak punya hati, kini tampak begitu rapuh di layar. Tak ada kemewahan. Tak ada jas abu-abu. Hanya Aruna dengan suara bergetar, dan mata yang tak bisa menutupi rindu yang membusuk dalam diam. Seruni duduk di taman kota yang sepi, angin menyapu rambut Seruni pelan. Ia duduk sendiri di bangku kayu tua, dikelilingi guguran daun kering.Ponsel di tangannya bergetar, notifikasi tak henti berdatangan. Tapi hanya