Share

Bab 2 Penolakan Aluna

"Loh, memang harus seperti itu.  Kalau aku menikahi orang yang tergila-gila akan harta dan tergila-gila padaku, akan susah," terang Darren.

"Maksudnya bagaimana? Jangan membuat alasan, Pak." 

Pembicaraan ini tidak akan ada ujungnya kalau Darren tidak langsung memberikan alasan jelas kepada Aluna.

 

"Kalau aku menikahi wanita yang gila harta, maka pasti dia akan mau melakukan berbagai cara untuk mengeruk hartaku."

Aluna pun terdiam menyimak. Dia tidak berkomentar sama sekali. Kali ini, ia ingin mendengarkan semua alasan pria itu ingin menikahinya.

"Lalu, jika aku menikahi wanita yang menggilaiku, pasti sulit melepasnya."

"Ck!" Aluna berdecak keras, melihat bosnya dengan tatapan datar. "Lalu, untuk apa menikah? Tidak usah menikah saja! Gitu aja kok, repot!" seru Aluna, gemas sendiri.

"Aku inginnya seperti itu, tapi sayangnya tidak dengan orang tuaku. Ibuku terus-terusan meminta menantu."

Aluna terperangah. Wajahnya tampak terkejut. Melihat itu, Darren malah kesal.

"Benarkah? Lucu sekali. Hahaha." Gadis itu terbahak, sampai memukuli meja kerja Darren. 

Tubuh pria itu menegang, otot rahangnya pun mengeras. Ditambah wajahnya yang memerah. Entah malu atau marah, yang pasti Darren tidak suka ditertawakan seperti itu. 

"Jangan tertawa! Aku serius." Suara Darren terdengar berat dan tertahan. Mendengar itu, Aluna berusaha menghentikan tawanya.

"Baiklah, saya hanya kaget saja mendengar seorang CEO kewalahan karena dimintai menikah oleh ibunya."

"Bagiku pernikahan itu hanya akan menyiksa."

Tawa Aluna berhenti sepenuhnya saat mendengar perkataan bosnya. Dia malah penasaran dengan pemikiran Darren.

"Kenapa Bapak berpikir seperti itu? Sungguh, itu pemikiran yang sangat salah."

Bagaimanapun Aluna harus meluruskan jalan pikiran bosnya. Pernikahan itu ibadah, bukan sesuatu yang menakutkan.

"Pernikahan itu hanya akan mengikat dua orang dengan komitmen yang memberatkan, apalagi jika salah satunya berkhianat."

Aluna kembali terperangah. Menurutnya, Darren benar-benar salah presepsi.

"Maksud Bapak apa? Kenapa Bapak malah membicarakan tentang pengkhianatan?"

Darren terdiam. Dia sepertinya baru sadar sudah keceplosan bicara.

"Oh, atau jangan-jangan memang Bapak itu pernah dikhianati, ya? Sampai tidak mau menikah."

"Jaga mulutmu! Jangan pernah membicarakan masalah pribadiku dan jangan keluar batas!" sergah Darren.

Aluna seketika terdiam. Dia kaget melihat reaksi Darren yang berbeda sekali. Marah, kecewa, tertekan dan kesedihan tergambar jelas di raut wajah pria itu. Akan tetapi, Aluna berusaha mengabaikan. Itu bukan urusannya.

"Saya kan, hanya tanya. Lagian kalau memang Bapak ingin menikahi saya, berikan alasan yang jelas. Bukan karena saya dimanfaatkan Bapak. Tapi, alasan lain yang lebih masuk akal."

Darren menatap sang gadis dengan datar. Dia terdiam sesaat, sampai akhirnya menimpali perkataan Aluna. "Tidak ada alasan lain. Aku memilihmu untuk menjadi istri sementara, sampai Ibu benar-benar menghentikan aksinya."

"Hah, Bapak semakin membuat saya kesal."

"Seharian ini ibuku mogok makan. Dia mau menantu."

"Sungguh? Hahaha .... Bapak benar-benar lucu sekali." Aluna kembali tergelak. Entah mengapa, pembicaraan ini malah terdengar seperti lelucon. Sisi lain seorang CEO dingin dan arogan pun mulai terkuak. "Harusnya Bapak itu menjadi anak yang berbakti saja," ucap Aluna, kembali melanjutkan tawa.

"Jangan mengejekku!" ketus Darren tidak terima dengan tanggapan Aluna.

"Lagian, saya yakin. Ibunya Bapak juga pasti sudah menawarkan beberapa wanita untuk dijodohkan, kan?"

Darren menautkan kedua alisnya. "Bagaimana kamu tahu?" 

Aluna tersenyum, jumawa. "Itu adalah rahasia umum, Pak. Biasanya dalam bisnis itu untuk memperkuat usaha mereka, pasti akan menikahkan anak mereka. Pernikahan bisnis, begitu, kan?"

"Ck!" Darren berdecak keras. "Sudahlah, jangan mempermasalahkan hal itu. Sekarang berikan jawabanmu. Bagaimana? Kamu mau kan menikah denganku?"

"Tidak." Aluna menjawab dengan tegas dan lugas.

 

"Hah, kenapa?!"

Darren masih tidak menyangka dengan penolakan gadis di depannya itu.

"Ya, tidak apa-apa. Saya tidak mau menikah dengan seorang pria dingin dan galak seperti Bapak. Ditambah, perbedaan usia kita sangat jauh."

Mata Darren membulat. Perkataan Aluna menohok, tepat di ulu hatinya.

"Lagian saya sudah bilang, kan? Pilih saja salah satu wanita yang sangat menggilai Bapak. Jangan saya."

"Aku juga sudah bilang. Alasan tidak memilih semua wanita itu, aku hanya ingin kamu." 

Aluna menghela napas panjang. Pria di depannya ini terlalu keras kepala.

"Kalau saya tidak mau, bagaimana?"

Darren terdiam. Pria itu sepertinya mulai kehabisan kata-kata. 

"Bapak diam, kan? Sudahlah, Pak. Ini sudah sore, Bapak membuang waktu saya saja. Saya pikir kenapa Bapak menyuruh saya menemui Bapak, ternyata hanya untuk membicarakan masalah ini."

Aluna pun berdiri. Dia tidak mau membicarakan masalah ini lagi. Darren akan tetap pada pendiriannya, begitupun dengan Aluna. Dia akan tetap menolak.

"Aluna, kamu mau ke mana?!" Darren kesal. Ia belum selesai berbicara, tapi gadis itu malah pergi. Pria tidak bisa membiarkan ini terjadi. 

"Pulanglah, Pak. Pembicaraan kita sudah selesai." 

"Kamu tidak boleh pulang!" seru Darren sembari bangkit. Langkahnya begitu cepat, sampai pria itu bisa menyusul Aluna dan menghadang jalan sang gadis.

"Loh, kenapa? Lalu ngapain juga Bapak menghadang jalan saya, awas!" seru Aluna, mulai terpancing emosi dengan kelakuan bosnya. 

"Kamu tidak boleh pulang sebelum menerima lamaranku. Apa susahnya sih, jadi istri bayaran? Kamu tinggal berlagak seperti istri sah yang baik dan penurut. Kita hanya terlihat romantis di depan orang tua dan rekan kerja saja, selebihnya hidup masing-masing."

Aluna terperangah. Baginya pernikahan itu sakral. Tidak bisa untuk main-main. Dia tidak menyangka, ada pria yang bermain dengan hukum agama seperti Darren. 

"Saya benar-benar tidak menyangka dengan Bapak." 

"Apa maksudmu?"  

Aluna mengembuskan napas kasar. Dia memalingkan wajah sejenak, lalu kembali menatap bosnya dengan sinis. Kalau saja Darren bukan atasannya, Aluna sudah memaki-maki pria itu.

"Pak, bagi saya pernikahan itu sangat sakral. Saya tidak bisa menggadaikan sebuah ikatan suci hanya untuk uang." 

Darren menggelengkan kepala. Dia juga menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia bisa menafsirkan, kalau Aluna itu penganut hubungan setia dan menjunjung adat istiadat juga tahu aturan agama, sampai bersikukuh seperti ini.

Darren pun paham akan hal itu. Namun, ada beberapa hal yang membuatnya tidak percaya dengan pernikahan. Maka dari itu, dia memberikan penawaran pada Aluna. Menurutnya tidak merugikan gadis itu. Bagaimanapun caranya, Darren harus mendapatkan Aluna.

"Tapi kamu butuh uang, kan? Mana ada orang yang tidak butuh uang. Benar, kan?" Darren masih berusaha untuk membujuk Aluna.

"Benar, saya butuh uang. Semua orang juga butuh uang. Tapi bukan begini caranya ...." Aluna menjeda ucapannya sejenak. Dia memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. Berhadapan dengan Darren harus ekstra sabar.

Akan tetapi, Darren seakan tidak mau mengerti.

"Sekali lagi saya bilang, tolong jangan melakukan hal seperti ini." Kali ini Aluna memasang wajah memelas. Dia berusaha memohon, agar Darren  menghentikan aksi gilanya. 

"Kalau begitu satu miliar!"

Mata Aluna kembali membulat. 'Hah, satu miliar!' seru Aluna dalam hati. 

"Kamu kaget, kan? Lihat! Wajahmu saja terlihat memerah dan tidak bisa bergerak sama sekali. Sudahlah, terima saja. Bagaimana?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aam Aminah
apakah dengan 1miliar pendirian Aluna akan tetap teguh
goodnovel comment avatar
Destilestari
keren kk ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status