Share

Sindiran

Author: Naffa Aisha
last update Last Updated: 2023-01-16 15:30:15

Istri Bayaran Sang Opa Menawan

Bab 10 : Sindiran

Musuh bebuyutanku itu--Xeon, menatapku dengan tajam dan penuh permusuhan. Lalu pria tukang bully itu mengajak teman-temannya untuk duduk tak jauh dari meja kami. Aku yakin, pasti akan ada yang diperbuatnya di situ karena sengaja duduk berdekatan dengan meja ini. 

“Hei! Kalian tahu gak? Aku mencium aroma-aroma busuk di sini. Kalian apa gak merasakan?” tanya Xeon yang bernada sindiran dengan suara yang nyaring. 

Aku tahu, itu pasti sindiran untukku. Ternyata dia benar-benar tidak kenal tempat untuk mencari masalah. Namun, aku tetap harus tenang dan tak boleh terpancing olehnya. Lebih baik aku cuekin saja dia mau ngomong apa. 'Kan nanti capek sendiri mulutnya. 

“Hadeuh. Dasar ya, orang kampung! Kalau dekil mah, ya, tetep dekil aja gak usah belagu deh!” sindirnya lagi. 

Aku membuang napas dengan kasar. Laki-laki yang tak memiliki akal pikiran sehat itu terus saja mengeluarkan kata-kata pedasnya untukku. Hah! 

“Kok aroma busuknya makin kuat, ya? Kok kalian tahan sih? Kalau aku mah ogah. Malesin banget!” Lagi, Xeon menyindirku dengan mulut bau jengkolnya itu. Iya, jengkol, sindirannya bikin dongkol.

“Baru hidup enak dikit, dah langsung songong aja!” Dia kembali berkata sini.

Huh, dasar cucu Kakek Tua ini, mulutnya perlu di sekolahin ini. Sabar, Loly, tetap anggun dan cuekin dia. Aku mensugesti diri.

“Itu Xeon kuliah di sini juga? Aduh, kesel banget deh. Kenapa kita harus satu kampus dengan cowok songong itu dan terkenal sebagai tukang bully di sekolah dan korban bullyannya pasti selalu kamu,” bisik Intan. 

Sepertinya bukan hanya Intan yang menyesali, aku pun juga. Apalagi sekarang setiap hari aku akan bertemu dengan laki-laki picik itu, baik di kampus atau juga di rumah. Duh ... Loly, kamu terjebak singa di mana-mana. Aku menggeleng lemas.

“Udah biarin aja,” sahutku pura-pura acuh. 

Aku pun lantas memanggil ibu pemilik kantin ini. 

“Berapa semuanya, Bu?” tanyaku ketika Ibu itu menghampiri meja kami. Wanita setengah tua itu pun mulai menghitung totalannya. 

Usai menghitung jumlahnya, Ibu itu mengatakan nominalnya. Aku pun segera memberikan beberapa lembar kertas berwarna merah dari dalam dompet. 

“Udah yuk kita pergi dari sini!” ajakku pada Intan dan Bagas.

"Ceileeehhh ... orang kaya baru lagi neraktir teman-temannya yang kismin!" Xeon kembali mengeluarkan sindirannya.

Jelas saja sindiran itu tepat mengarah kepadaku, sepertinya perlu dijambak ini mulut singa. Tahan, Loly, tetap anggun dan memesona, buang sikap kampunganmu! Aku mensugesti diri dan tetap pasang wajar datar, Loly harus bisa bersikap elegan.

"Udah, Loly, biarin aja! Entar dia capek sendiri kok." Intan menarik tanganku.

Kuhembuskan napas jengkel dan memalingkan pandangan darinya setelah saling tatap dengan Si Singa Lapar itu. Okelah, tak ada gunanya menanggapi dia, nantinya dia makin tambah senang kalau aku sampai terpancing. Kudoakan dimangsa singa benaran dia, biar aku jadi satu-satunya pewaris tunggal harta opa. Eaaakkk ... hati jadi serasa bertabur bunga sakura.

Aku, Intan dan Bagas meninggalkan kantin. Suasana berubah menjadi tidak tenang semenjak ada Si Tukang Rusuh dan Pembully datang. Awalnya aku memang tidak menggubrisnya, tapi semakin dibiarkan malah semakin menjadi. Asem banget dia! 

Akhirnya aku, Intan dan Bagas berhenti di halaman kampus. Kupandangi ke sekeliling, mencari tempat yang nyaman untuk bercerita pada mereka. Namun, belum sempat aku menemukan tempatnya, tiba-tiba bodyguard-nya Opa Jhon lebih dulu datang menghampiriku. 

"Maaf Nyonya, apakah urusan Nyonya sudah selesai?" tanya pria dengan seragam berwarna hitam itu. 

"Emangnya kenapa?" tanyaku jengkel.

"Sebab, Opa Jhon memberi pesan pada kami, jika urusan Nyonya sudah beres, Nyonya harus segera pulang," ujarnya lagi. 

Aku mendesah dan berdecak kesal. Inilah yang paling tidak aku sukai. Hidup enak, tapi penuh perintah dan sangat ketat sekali peraturannya. Dasar Si Opa Renta, tidak bisa melihat kesenangan orang sebentar. Nyebelin banget sih! Cucu dan Opanya sama-sama nyebelin. Ugh!

Sebenarnya aku sangat kesal pada dua bodyguard ini. Akan tetapi, mau tidak mau, aku harus terpaksa menurut untuk pulang. Dua pria pengawal si kakek tua ini pun sama juga menyebalkan seperti majikannya! 

"Baiklah," sahutku. "Aku pulang duluan ya, Tan, Gas. Nanti sampai di rumah aku chat kamu ya, Tan." Aku berkata pada Intan dan Bagas. 

Mereka mengangguk. Wajah mereka berdua tampak kebingungan dan penuh tanya. Namun, kubiarkan saja. Mungkin mereka penasaran dengan dua orang ini, atau bisa saja penasaran dengan nama majikan yang disebut oleh bodyguard ini barusan. 

"Mereka siapa, Loly?" bisik Intan.

"Hmm ... nanti saja kuceritakan," balasku.

"Iya, Loly. Sampai ketemu lagi," jawab Intan. 

Saat hendak melangkah, aku baru ingat bahwa ada sesuatu di dalam tas ini. Aku lihat dan berniat untuk memberikan pada Intan saja. 

"Oh iya, Tan, ini ambil aja buat kamu." 

Aku menyerahkan sebungkus makanan yang sengaja kubawa dari rumah tadi saat tak sempat untuk sarapan kepada Intan. Lalu aku pergi bersama dua orang berbadan kekar suruhan Opa Jhon. 

"Makasih, ya, Lolyta," ujar Intan setengah berteriak. 

"Kamu hati-hati, ya, Lolyta!" ucap Bagas dengan berteriak juga karena aku telah menjauh dari mereka. 

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Selamat

    Bab 63 : Selamat“Lolyta, ayo. Kita gak punya waktu banyak.” Xeon masih terus memaksaku. Bukannya aku tidak mau beranjak dari tempat ini. Namun, aku takut di pertengahan jalan nanti dia malah pingsan atau malah bisa kenapa-kenapa. Sungguh, pasti aku akan semakin panik kalau sampai itu terjadi. “Tapi keadaanmu sekarang lagi demam, Xeon.” “Sudahlah, aku sudah tidak apa-apa. Kamu lihat kan, aku baik-baik saja sekarang. Ayo!” imbuh Xeon dengan sedikit memaksa. Aku tahu itu. Tanpa aba-aba, Xeon pun langsung menggandeng tanganku. Mungkin saja dia tidak sabar menunggu jawaban setuju dariku lagi. Akan tetapi ... tunggu dulu, apa ini? Xeon menggandeng tanganku? Apa-apaan dia ini? Kenapa tanganku mesti harus digandeng segala sih sama dia? Ingin sekali rasanya kutepis tangan Xeon. Sebab ini seperti mencari kesempatan dalam kesempitan. Akan tetapi, akal sehatku menyuruh untuk selalu berpikiran yang positif saja. Karena dia masih dalam kondisi sedang demam. Jadi anggap saja bahwa Xeon itu ta

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Dia Demam

    Bab 62 : Dia DemamDengan terpaksa aku membuka mata karena merasa silau dengan sinar matahari, yang menyelusup dari celah-celah pohon mengenai tepat ke arah mataku. Untuk beberapa saat, nyawaku separuh masih melayang belum terkumpul semua. Kulihat Xeon sudah meringkuk di atas pangkuanku. Kurang ajar sekali dia, berani-beraninya, lancang sekali dia tidur di pangkuan. Dia gunain kesempatan ini rupanya, ya! Lihat saja kamu, ya. Hati ini amat dongkol melihat tingkahnya.Aku hendak membangunkannya, tetapi saat menyentuh tubuhnya, terasa amat panas. Aku memeriksa dahinya, ternyata rasanya sama. Panas, seperti saat seseorang sedang tidak enak badan. “Apa jangan-jangan dia demam, ya?” gumamku dengan memutar bola mata ke atas. Waduh, aku harus bagaimana ini kalau sampai Xeon demam? Kami harus keluar dan pergi dari hutan ini. Kami harus secepatnya mencari dan mendapatkan bantuan. Namun, jika keadaan Xeon sedang sakit begini, aku tidak bisa mengajaknya untuk berlari lagi. Aku melihat Xeon mu

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Masih di sini

    Bab 61 : Masih di siniXeon gantian berkomat kamit tanda dia sedang mengatakan sesuatu. Aku yang tidak mengerti dia berbicara apa hanya ha he ho saja. Bahkan saat dia memberikan sebuah isyarat pun aku masih tidak mengerti juga. Aku terus saja menggelengkan kepala sebagai tanda tak mengerti apa maksudnya. Xeon terlihat gelisah dan frustasi. Tampak sekali dia sedang menahan amarahnya, tapi mau bagaimana lagi, aku benar-benar tidak tahu apa katanya. Akhirnya Xeon geram dan dengan mengesot mendekatiku. Lalu dia membisikkan lagi sebuah rencananya. Lagi-lagi aku menurut. Kami saling membuka ikatan di tangan lagi. Lalu kami sama-sama membuka tali yang mengikat kaki kami. Rasanya sakit, tapi aku harus bisa menahannya. Kini ikatan tali di tubuh kami benar-benar sudah terlepas lagi. Kami pun mulai berjalan ke arah dapur untuk kabur lewat pintu dapur lagi. Kali ini lebih mudah karena pintu sudah terbuka dan bodohnya mereka, mereka lupa menutupnya kembali. “Ayo Lolyta,” ucap Xeon memberi aba-

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Disekap

    Bab 60 : DisekapSetelah ikatan di tangan kami terlepas, kami saling membuka kain penutup mata. Dan betapa terkejutnya aku dengan pria yang membantuku membuka ikatan tali. Kami sama-sama melongo beberapa saat. “Xeon!” seruku. “Lolyta!” Dia pun tak kalah berseru juga. Kami sama terkejutnya. Mengapa pula musuh bebuyutanku ada di sini bersamaku? Bisa tidak sih kalau teman sesama korban penculikan di sini itu orang lain selain dia? Pria yang berparas tampan, tapi juga menyebalkan itu memasang wajah aneh. Dari rautnya tersimpan banyak tanya di dalam kepalanya. Mungkin saja dia terpesona dengan kecantikanku kali ini kan? Bisa saja itu terjadi. Ya, aku pasti tidak salah lagi, sebab dia memandangku tidak berkedip sama sekali. Mungkin dia telah terpana dengan kecantikan pari purna di hadapannya ini. “Ngapain kamu mandangin aku kayak gitu? Kamu mau bilang kalau aku ini cantik kan?” tanyaku dan membuatnya langsung tersadar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Xeon mendengus pelan. “

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Disekap

    Bab 59 : DisekapBibirku gemetar, tubuhku lemas, dan hatiku panik. Rasa kaget, cemas dan takut menjadi satu. Aku takut kalau Opa Jhon meninggalkan aku, sedangkan kami belum melakukan ritual malam pertama. Ya, Tuhan, aku mohon selamatkan Opa Jhon. Jangan ambil Opa Jhon dulu sebelum aku memiliki anak darinya. Aku berdoa dalam hati. Aku harus menyusul dan melihat keadaan Opa Jhon di sana. Namun, bagaimana caranya sedangkan aku tidak membawa uang. Sepertinya jalan satu-satunya adalah meminjam pada Intan. “Intan, kamu ada bawa uang lebih gak? Aku boleh pinjem dulu? Soalnya ini keadaannya darurat banget.” “Apanya yang darurat? Emang siapa yang ngehubungi kamu barusan?” tanya Intan. “Saudara aku, Tan. Dia kecelakaan,” sahutku dengan ragu-ragu menyebutkan Opa Jhon adalah seorang saudara. Wajah Intan dan Bagas tampak terkejut. “Boleh ya, Intan, aku pinjem duit kamu dulu buat ongkos taksi. Aku harus pergi sekarang juga,” sambungku lagi. Intan membuka tas dan mengambil dompetnya meski wa

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Telepon Misterius

    Bab 58 : Telepon Misterius Cucu angkatnya Opa Jhon itu terlihat cuek saja saat melihat aku menyembunyikan dua botol jamu ke belakang punggung. Dia pun berlalu begitu saja seolah tak terjadi apa-apa. Tapi aku yakin, dia pasti sangat mendengar obrolanku dengan Oma Jenny tadi. Aku pun menaiki anak tangga menuju lantai atas. Aku masuk ke dalam kamar untuk menyimpan botol jamu ini lalu kembali keluar kamar dan turun ke bawah. “Bik Maria,” panggilku pada asisten pribadiku itu. Wanita itu mendekat. “Ada apa, Nyonya?” “Kenapa Opa Jhon belum pulang ya, Bik? Ke mana beliau?” tanyaku. “Tuan Jhon sedang pergi bersama asistennya sejak siang tadi, Nyonya,” jawabnya. Aku pun mengangguk-angguk tanda mengerti. Aku lantas menyuruh wanita paruh baya itu untuk kembali melanjutkan tugas atau aktivitasnya tadi yang sempat terhenti karena aku panggil. Ke mana ya perginya Opa Jhon? Tumben sekali. Ponselku tiba-tiba berdering, ada yang menelepon. Ternyata Intan yang menghubungi. “Hallo, Ntan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status