Lolyta yang frustasi akan hidupnya yang miskin dan selalu terbully--nekad melamar jadi istri kakek tua berusia 60 tahun. Kebetulan si kakek bernama Opa Jhon itu sedang pasang status mencari istri di akun sosmednya. Tapi, semua tak seindah dongeng! Meski Opa Jhon tampan, menawan, kaya raya, dan mampu menggaji Lolyta 10 juta tiap bulannya, sang Opa juteknya minta ampun! Masalah pun kembali muncul saat Lolyta bertemu Xeon--musuh bebuyutannya semasa SMA, yang ternyata adalah cucu Opa Jhon. Alamak ... bagaimana nasib Lolyta setelah terjebak diantara dua pria singa itu? Akankah cinta tumbuh diantara Lolyta dan Opa Jhon? Simak kisahnya!
Lihat lebih banyakIstri Bayaran Sang Opa Menawan
Bab 1 : Malam Pertama
"Mau tidur di atas atau di bawah?"
"Hah, apa, Kek? Aku masih ting-ting loh, Kek, dijamin masih ting-ting, sama sekali belum berpengalaman. Please, jangan unboxing aku sekarang, nunggu udah lulus kuliah dan dapat gelar sarjana saja!" Aku menyimpuhkan kedua tangan di depan wajah dengan mata merem melek, biar doi prihatin.
Pria tua itu melotot dan mendaratkan jitakan di dahiku.
Aduh, kok dijitak?! KDRT nih kakek-kakek. Aku meringis sambil memegangi dahi yang sebenarnya tak sakit benaran, tapi tetap harus berpura-pura sakit biar terkesan drasmatis.
"Siapa juga yang mau unboxing kamu, gak minat saya sama bocah bau ingus kayak kamu! Sana tidur di bawah saja, saya tidur di kasur!" Dia melempar bantal dan selimut ke wajahku lalu menguasai ranjang pengantin dengan taburan kelopak mawar itu. Yeah, ciri khas ranjang pengantin kayak di tv.
Aku melongo sambil mengusap hidung, perasaan lagi gak flu deh, masa iya ada ingus? Dahi ini berkerut menatap pria berwajah kakek-kakek yang kini berstatus suamiku itu.
"Apa lihat-lihat?! Sana bentang selimut tidur di bawah!" omelnya lagi dengan wajah judes.
Duh, nih Kakek-kakek bener-bener gak ada akhlak. Untung udah tua dia, kalau masih muda, udah kuajak duel dia.
Nggak nyangka juga, Si Doi yang udah bau tanah ini kejam bin sadis, gila aja aku yang wanita malah diusir suruh tidur di lantai. Segala omelan, umpatan dan sumpah serapah hanya bisa kupendam dalam hati.
Sabar, Loly, dari pada kamu diunboxing, mending pelukan ama lantai. Aku menghibur diri dan berusaha tetap jadi anak baik, eh ... istri baik maksudnya. Asem dah dengan segala macam istilahnya.
Dasar Kakek tua kejam, kusumpahi cepat jadi jenazah dia, biar aku bisa segera jadi janda kaya. Duh, otak makin error saja. Kupukul kepala sendiri yang terkadang suka rada konslet, kayaknya ini karena terlalu banyak makan lauk sambel deh. Hizz ... iya, gaes, aku ini miskin, buat lauk sehari-hari, aku nanam cabe buat lauk. Menyedihkan bukan? Tapi kini Loly udah jadi istri pria kaya, hmm ... walaupun Si Dia Yang Renta. Gak apa deh, yang penting gak miskin lagi. Aku udah capek hidup miskin dan selalu dihina orang-orang, baik tetangga atau juga teman di sekolah dulu.
Yeah, saatnya tidur dan berhenti bersungut. Akan kusambut hari esok dengan status baru, Loly istri orang kaya walaupun dia seorang kakek tua.
Alhasil, malam pertama kuhabiskan dengan tidur meleseh di lantai kamar pengantin, sedangkan dia--kakek tua yang telah sah menjadi suamiku itu malah enak-enakan tidur di kasur empuk. Heran juga, jadi kakek-kakek kok galak amat! Pelit banget berbagi ranjang denganku, walau nggak ngapa-ngapain juga.
***
"Hey, bangun kamu! Mau tidur sampai jam berapa kamu? Ini sudah pukul 09.00. Heran, perempuan kok hobynya tidur aja!"
Samar-samar terdengar suara omelan di dekatku. Kira-kira siapa, ya? Perasaan aku ini tinggal sendiri aja di rumah reok peninggalan Ibu ini.
"Loly, mau bangun sekarang atau saya siram air satu gentong?!" Suara itu kembali terdengar, kubuka mata perlahan dan tampaklah dia yang menatapku dengan wajah jutek.
Astaga, wajahku langsung ditimpuk handuk sama nih kakek-kakek. Bener-bener galak dia, isshh! Dasar tua renta bau tanah, awas saja! Nanti kusmakdown langsung koit nih calon almarhum.
"Buruan mandi! Pukul 10.00 cucuku akan datang, kita akan ada acara sarapan pagi bersama!" ujarnya sambil duduk kembali di atas tempat tidur, dengan tablet di tangannya.
Dengan malas, aku meluruskan badan sejenak, ternyata gak ada bedanya juga kemarin ama hari ini, aku tetap aja tidurnya di lantai.
Aku memajukan bibir dan bangkit juga dari lantai, lalu melipat selimut dan meletakkan bantal di atasnya.
Kuedarkan pandangan ke sekitar, kamar milik orang kaya itu memang boros, masa kamar aja seluas ini, lalu di mana kamar mandinya? Aku celingukan.
"Kamar mandi ada di pojokan kanan, bawa pakaian ganti sekalian! Jangan sampai mata saya ternoda oleh pemandangan tak indah darimu itu!" ujarnya lagi dengan mata yang tetap fokus dengan benda pipih di tangannya itu.
Ishh ... kata-katanya makin pedas aja Si Kakek Tua berstatus suamiku ini. Sumpah, gaes, kalo gak mikir gak takut kualat, udah kujambak rambutnya yang sudah bisa dihitung pakai jari itu.
Dengan mendengus sebal, aku melangkah menuju bungkusan kresek yang isinya ada beberapa bajuku yang paling bagus dibandingkan baju buluk lainnya. Yeah, gini deh nasib orang miskin dan sebatang kara. Demi bisa meraih cita-cita, aku rela melamar jadi istri Si Kakek Galak ini. Hahhh, iya, gaes, aku yang melamar lowongan jadi istri Si Kakek sebab aku tergiur dengan gajinya yang lumayan buat bisa dijadikan ongkos kuliah. Gak apa deh jadi istri Si Tua Renta itu, yang penting aku bisa melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.
Yeah, bagiku yang hanya punya otak pas-pasan, hanya mimpi saja mau dapat beasiswa bisa kuliah gratis. Karena kesadaranku itu, maka mengisi lowongan jadi istri Si Pria Tua kaya raya inilah jalan yang kutempuh.
***
"Xeon, kenalkan ini Lolyta, Oma barumu--istri baru Opa. Panggil dia Oma Loly dan kamu harus sopan kepadanya! Ayo, salim sama dia!" Kakek Tua itu menunjuk aku di sampingnya, padahal Si Lawan Bicara sedang membelakangi kami saat ini.
Pria berjaket hitam itu menoleh dan tatapannya langsung tertuju kepadaku.
"What? Jadi dia wanita yang mengisi lowongan jadi istri Opa?!" Dia melotot sambil menatapku dari ujung rambut sampai ujung sandal.
Tak hanya dia saja yang kaget, aku pun juga. Aku tak menyangka saja ternyata dia itu cucunya Si Kakek kaya raya ini. Dia musuh bebuyutan yang selalu membullyku di sekolah, aku membencinya sampai ke tulang sumsum. Kutatap tajam dia sambil mengangkat dagu, kini aku istri opanya, yang tentunya harus dia hormati.
"Ayo salim pada Omamu, Xeon!" perintah Si Kakek lagi, nadanya terdengar meninggi kali ini.
Dengan wajah tak ikhlas, dia--pria yang sebenarnya berwajah tampan namun sangat menyebalkan ini meraih tanganku lalu menciumnya.
"Ternyata ini kerjaan kamu, Cewek dekil, miskin dan bau amis?! Cihh ... bau comberan tangannya Si Oma ini, Opa. Suruh mandi minyak wangi dulu dia, biar bisa sejajar berdiri sama Opa!" Xeon berkata ketus, tatapannya begini bengis kepadaku.
Ya elah, kok gini amat nasibku? Niat hati pengen jadi orang kaya dengan cara instan, eh nggak tahunya malah masuk kandang para singa. Jadi serasa pengen gantung diri di pohon cabe deh ah. Hikzzz
Bersambung ....
Bab 63 : Selamat“Lolyta, ayo. Kita gak punya waktu banyak.” Xeon masih terus memaksaku. Bukannya aku tidak mau beranjak dari tempat ini. Namun, aku takut di pertengahan jalan nanti dia malah pingsan atau malah bisa kenapa-kenapa. Sungguh, pasti aku akan semakin panik kalau sampai itu terjadi. “Tapi keadaanmu sekarang lagi demam, Xeon.” “Sudahlah, aku sudah tidak apa-apa. Kamu lihat kan, aku baik-baik saja sekarang. Ayo!” imbuh Xeon dengan sedikit memaksa. Aku tahu itu. Tanpa aba-aba, Xeon pun langsung menggandeng tanganku. Mungkin saja dia tidak sabar menunggu jawaban setuju dariku lagi. Akan tetapi ... tunggu dulu, apa ini? Xeon menggandeng tanganku? Apa-apaan dia ini? Kenapa tanganku mesti harus digandeng segala sih sama dia? Ingin sekali rasanya kutepis tangan Xeon. Sebab ini seperti mencari kesempatan dalam kesempitan. Akan tetapi, akal sehatku menyuruh untuk selalu berpikiran yang positif saja. Karena dia masih dalam kondisi sedang demam. Jadi anggap saja bahwa Xeon itu ta
Bab 62 : Dia DemamDengan terpaksa aku membuka mata karena merasa silau dengan sinar matahari, yang menyelusup dari celah-celah pohon mengenai tepat ke arah mataku. Untuk beberapa saat, nyawaku separuh masih melayang belum terkumpul semua. Kulihat Xeon sudah meringkuk di atas pangkuanku. Kurang ajar sekali dia, berani-beraninya, lancang sekali dia tidur di pangkuan. Dia gunain kesempatan ini rupanya, ya! Lihat saja kamu, ya. Hati ini amat dongkol melihat tingkahnya.Aku hendak membangunkannya, tetapi saat menyentuh tubuhnya, terasa amat panas. Aku memeriksa dahinya, ternyata rasanya sama. Panas, seperti saat seseorang sedang tidak enak badan. “Apa jangan-jangan dia demam, ya?” gumamku dengan memutar bola mata ke atas. Waduh, aku harus bagaimana ini kalau sampai Xeon demam? Kami harus keluar dan pergi dari hutan ini. Kami harus secepatnya mencari dan mendapatkan bantuan. Namun, jika keadaan Xeon sedang sakit begini, aku tidak bisa mengajaknya untuk berlari lagi. Aku melihat Xeon mu
Bab 61 : Masih di siniXeon gantian berkomat kamit tanda dia sedang mengatakan sesuatu. Aku yang tidak mengerti dia berbicara apa hanya ha he ho saja. Bahkan saat dia memberikan sebuah isyarat pun aku masih tidak mengerti juga. Aku terus saja menggelengkan kepala sebagai tanda tak mengerti apa maksudnya. Xeon terlihat gelisah dan frustasi. Tampak sekali dia sedang menahan amarahnya, tapi mau bagaimana lagi, aku benar-benar tidak tahu apa katanya. Akhirnya Xeon geram dan dengan mengesot mendekatiku. Lalu dia membisikkan lagi sebuah rencananya. Lagi-lagi aku menurut. Kami saling membuka ikatan di tangan lagi. Lalu kami sama-sama membuka tali yang mengikat kaki kami. Rasanya sakit, tapi aku harus bisa menahannya. Kini ikatan tali di tubuh kami benar-benar sudah terlepas lagi. Kami pun mulai berjalan ke arah dapur untuk kabur lewat pintu dapur lagi. Kali ini lebih mudah karena pintu sudah terbuka dan bodohnya mereka, mereka lupa menutupnya kembali. “Ayo Lolyta,” ucap Xeon memberi aba-
Bab 60 : DisekapSetelah ikatan di tangan kami terlepas, kami saling membuka kain penutup mata. Dan betapa terkejutnya aku dengan pria yang membantuku membuka ikatan tali. Kami sama-sama melongo beberapa saat. “Xeon!” seruku. “Lolyta!” Dia pun tak kalah berseru juga. Kami sama terkejutnya. Mengapa pula musuh bebuyutanku ada di sini bersamaku? Bisa tidak sih kalau teman sesama korban penculikan di sini itu orang lain selain dia? Pria yang berparas tampan, tapi juga menyebalkan itu memasang wajah aneh. Dari rautnya tersimpan banyak tanya di dalam kepalanya. Mungkin saja dia terpesona dengan kecantikanku kali ini kan? Bisa saja itu terjadi. Ya, aku pasti tidak salah lagi, sebab dia memandangku tidak berkedip sama sekali. Mungkin dia telah terpana dengan kecantikan pari purna di hadapannya ini. “Ngapain kamu mandangin aku kayak gitu? Kamu mau bilang kalau aku ini cantik kan?” tanyaku dan membuatnya langsung tersadar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Xeon mendengus pelan. “
Bab 59 : DisekapBibirku gemetar, tubuhku lemas, dan hatiku panik. Rasa kaget, cemas dan takut menjadi satu. Aku takut kalau Opa Jhon meninggalkan aku, sedangkan kami belum melakukan ritual malam pertama. Ya, Tuhan, aku mohon selamatkan Opa Jhon. Jangan ambil Opa Jhon dulu sebelum aku memiliki anak darinya. Aku berdoa dalam hati. Aku harus menyusul dan melihat keadaan Opa Jhon di sana. Namun, bagaimana caranya sedangkan aku tidak membawa uang. Sepertinya jalan satu-satunya adalah meminjam pada Intan. “Intan, kamu ada bawa uang lebih gak? Aku boleh pinjem dulu? Soalnya ini keadaannya darurat banget.” “Apanya yang darurat? Emang siapa yang ngehubungi kamu barusan?” tanya Intan. “Saudara aku, Tan. Dia kecelakaan,” sahutku dengan ragu-ragu menyebutkan Opa Jhon adalah seorang saudara. Wajah Intan dan Bagas tampak terkejut. “Boleh ya, Intan, aku pinjem duit kamu dulu buat ongkos taksi. Aku harus pergi sekarang juga,” sambungku lagi. Intan membuka tas dan mengambil dompetnya meski wa
Bab 58 : Telepon Misterius Cucu angkatnya Opa Jhon itu terlihat cuek saja saat melihat aku menyembunyikan dua botol jamu ke belakang punggung. Dia pun berlalu begitu saja seolah tak terjadi apa-apa. Tapi aku yakin, dia pasti sangat mendengar obrolanku dengan Oma Jenny tadi. Aku pun menaiki anak tangga menuju lantai atas. Aku masuk ke dalam kamar untuk menyimpan botol jamu ini lalu kembali keluar kamar dan turun ke bawah. “Bik Maria,” panggilku pada asisten pribadiku itu. Wanita itu mendekat. “Ada apa, Nyonya?” “Kenapa Opa Jhon belum pulang ya, Bik? Ke mana beliau?” tanyaku. “Tuan Jhon sedang pergi bersama asistennya sejak siang tadi, Nyonya,” jawabnya. Aku pun mengangguk-angguk tanda mengerti. Aku lantas menyuruh wanita paruh baya itu untuk kembali melanjutkan tugas atau aktivitasnya tadi yang sempat terhenti karena aku panggil. Ke mana ya perginya Opa Jhon? Tumben sekali. Ponselku tiba-tiba berdering, ada yang menelepon. Ternyata Intan yang menghubungi. “Hallo, Ntan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen