Home / Romansa / Istri Boneka Sang Presdir / BAB 4 : Janji Yang Tak Diharapkan

Share

BAB 4 : Janji Yang Tak Diharapkan

Author: Shafazana
last update Last Updated: 2022-09-07 18:50:54

“Jangan sedih, Ayah akan sering-sering mengirim pesan ke Thumbelina. Meski kamu sudah menikah, Ayah pasti tidak akan melupakan Thumbelina.”

Setelah mengucapkan kata-kata manis, intonasi Aditya tiba-tiba saja berubah dingin. “Berusahalah untuk mendapatkan perhatian dan harta dari suamimu itu. Kalau kamu gagal menaikkan karirmu, maka kamu sudah tahu konsekuensinya.”

Gemetar di tubuh Hanna semakin kuat hingga dia juga merasa menggigil. Aditya selalu seperti itu, memperlakukan Hanna dengan manis pada awalnya, kemudian akan menghukumnya apabila Hanna gagal memenuhi ekspektasi yang dia buat.

Seandainya pernikahan Hanna tidak menghasilkan apa-apa, maka Aditya pasti akan memaksanya bercerai dan memberikan hukuman berat kepadanya.

“Thumbelina mengerti Ayah,” bisik Hanna. “Kira-kira, kapan Ayah akan mengunjungiku?”

“Hmm … sayangnya Ayah tidak bisa mengunjungimu dalam waktu dekat. Beberapa minggu ke depan Ayah ada pekerjaan di luar negeri, jadi mungkin hanya bisa mengirim pesan kepadamu.”

Seketika kedua mata Hanna berbinar, jika Aditya pergi dari Indonesia, maka artinya dia tidak harus berhadapan dengan pria itu selama beberapa minggu.

“Aku pasti akan menantikan pesan dari Ayah,” ujar Hanna sebelum akhirnya memutuskan panggilan.

Begitu panggilannya dengan Aditya terputus, Hanna lekas berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.

Perlahan Hanna mengangkat kepalanya, kemudian menatap pantulan wajahnya sendiri yang ada di cermin. Segala senyuman serta raut kebahagiaan telah luntur saat tak ada orang lain di sekelilingnya.

Hanna mengusap sudut bibirnya yang kotor menggunakan tangan, kemudian berkumur dengan cairan pembersih mulut supaya rongga mulutnya tetap harum.

“Memuakkan,” bisik Hanna kepada dirinya sendiri.

Dia merasa muak karena harus selalu berpura-pura menjadi boneka manis di hadapan Aditya, sang ayah tiri.

• • •

Pada siang hari, Hanna sudah selesai berkemas dan menunggu supir yang dikirimkan oleh Aditya. Tangan kirinya memutar-mutar kartu kredit yang berkilauan, sementara tangan kanannya sedang mencari barang-barang branded di ponselnya.

Karena Arsenio sudah mengambil keuntungan darinya kemarin, maka hari ini saatnya Hanna yang mengeruk keuntungan dari Arsenio.

Jari-jarinya bergerak cepat saat menekan tombol ‘beli’. Setelah memesan sekitar sepuluh barang-barang branded, akhirnya Hanna berhenti berbelanja dan mulai berselancar di sosial media.

Kemudian dia melihat ke postingan foto pernikahannya dengan Arsenio yang sudah mempunyai tiga juta komentar dalam kurun waktu satu hari.

[Huhuhu, boneka kita yang manis sekarang sudah menikah.]

[Thumbelina sangat beruntung karena bisa dapetin Presdir Arsenio.]

[Arsen keliatan sempurna banget! Sudah tampan, kaya, sekarang dapat istri yang cantik dan terkenal.]

[Hari ini adalah hari patah hati sedunia.]

Ketika Hanna menggulir layar semakin ke bawah, dia juga menemukan ada banyak komentar negatif.

[Idih, dia pasti mau nikahin Arsen biar bisa dipromosiin gratis.]

[Si Thumbelina ‘kan sering banget kena skandal sama cowok, kok Arsen mau sih nikah sama dia.]

[Kenapa sih banyak yang bilang Thumbelina kayak boneka prancis, bukannya dia malah kayak boneka santet ya?]

"Brak!" Hanna langsung membanting ponselnya ke tempat tidur usai membaca komentar-komentar negatif itu. Rasa kesal membanjiri hatinya sampai Hanna ingin membalas komentar buruk itu dengan balasan yang pedas.

Tapi, dia berusaha keras untuk menahan diri supaya pesonanya sebagai wanita yang manis dan lemah lembut tidak hilang di mata masyarakat.

"Tok! Tok! Tok!" Suara ketukan pintu langsung mengalihkan perhatian Hanna. Dia buru-buru membuka pintu dan mendapati seorang pria separuh baya tengah berdiri di depan pintu sambil tersenyum.

“Nyonya Hanna, perkenalkan nama saya Anton. Saya adalah supir yang akan mengantarkan Nyonya ke rumah Tuan Arsen.”

Hanna berusaha mengangkat senyumnya. “Salam kenal, Pak Anton.”

Hanna kemudian mengambil barang-barangnya di kamar hotel, tapi ditahan oleh Anton. “Biar saya saja yang membawanya, Nyonya.”

Setelah membawa semua barang-barang ke mobil, Anton segera mengantar Hanna ke kediaman Arsenio yang ada di salah satu perumahan elit di Jakarta Pusat.

Di sepanjang perjalanan, dia tidak bisa berhenti memikirkan kedua adik perempuan Arsenio yang sepertinya juga tinggal di rumah yang sama dengan Arsenio.

Kalau satu ipar wanita saja sudah cukup untuk merusak mental, apalagi kalau ada dua. Mungkin tinggal bersama mereka bisa membuat Hanna merasa tertekan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Boneka Sang Presdir   BAB 26 : Wahana Ekstrim

    Hanna mengangguk dengan antusias. Dia berpikir kalau ajakan kencan itu adalah kesempatan mereka supaya menjadi lebih dekat, sehingga Hanna bisa memanfaatkan Arsenio dengan lebih mudah di masa depan.Ya, Hanna hanya ingin memanfaatkan pria itu, bukannya senang karena diajak kencan.Setidaknya itu yang dia pikirkan.Namun, entah mengapa jantung Hanna berdetak dua kali lebih cepat saat mendengar ajakan Arsenio, seolah-olah dia memang sudah menantikan hal itu.“Bagaimana kalau kita pergi ke taman bermain?”Arsenio mengerutkan keningnya. “Kamu yakin? Tempat itu ramai dan mungkin aja ada banyak orang yang akan ngenalin kamu.”Sebagai artis yang wajahnya sering muncul di televisi, masyarakat pasti mampu mengenali Hanna dengan mudah dan pastinya akan berbondong-bodong ingin meminta foto serta tanda tangan.Hanna tampak berpikir sejenak, kemudian mengusulkan, “Kita bisa pakai masker dan topi untuk menyamarkan identitas kita.”Arsenio tertawa. “Bukannya kamu sering melakukan itu dan tetap terta

  • Istri Boneka Sang Presdir   BAB 25: Kebiasaan Arsenio

    “Retno, aku ingin kamu caritahu semua hal tentang masa lalu istri saya. Mulai dari orang tua kandungnya sampai panti asuhan tempatnya tinggal dulu.”Arsenio menyandarkan punggungnya ke kursi sambil berkata, “Cepat hubungi saya kalau kamu nemuin sesuatu yang janggal."Setelah menutup sambungan telepon dengan orang kepercayaannya, Arsenio menghembuskan napas panjang. Bekas luka di punggung Hanna masih tercetak jelas di dalam ingatannya.Dia tidak ingin bertanya lebih jauh, karena tampaknya Hanna merasa sangat tidak nyaman saat Arsenio membawa topik tersebut. Karena itu, Arsenio lebih memilih untuk mencari tahu sendiri dan menunggu sampai Hanna siap untuk menceritakan semua masa lalunya kepada Arsenio.Usai mengetahui luka itu, akhirnya Arsenio mengerti alasan Hanna meminta perlindungan darinya. Namun, Arsenio tidak tahu apakah orang yang menyakiti Hanna masih berkeliaran atau tidak.“Arsen.” Hanna membuka pintu balkon dan langsung menghembuskan napas lega

  • Istri Boneka Sang Presdir   BAB 24 : Bekas Luka

    “Kamu yakin tidak berlebihan untukmu?” tanya Arsenio memastikan.Hanna mengangguk. “Mmm … aku tidak apa-apa.”Lagipula, dia sudah biasa bermain keras dengan Arsenio, sehingga permainan lembut akan susah membuatnya mencapai puncak.Setelah mendapatkan persetujuan Hanna, Arsenio mulai menggerakan pinggulnya dengan cepat. Setiap hentakannya mampu menyentuh titik terdalam Hanna, membuat wanita itu hampir berteriak karena dilanda kenikmatan.Arsenio menekukkan kaki Hanna sampai menyentuh dada wanita itu, sehingga kini dia mampu melihat bagian inti istrinya dengan lebih jelas.Setelah Arsenio terus memompa kejantanannya dalam posisi seperti itu. Keduanya sama-sama merasa hampir mencapai puncak. Arsenio mempercepat gerakannya, sementara Hanna melingkarkan kakinya di belakang pinggul Arsenio, memaksa pria itu memperdalam penyatuan mereka.“Ahh!”Hanna mendesah keras, bersamaan dengan geraman rendah Arsenio. Mereka saling berpelu

  • Istri Boneka Sang Presdir   BAB 23 : Do it Faster!

    Brak!Arsenio menutup pintu kamar hotel menggunakan kakinya, sementara kedua tangannya mengangkat tubuh Hanna dan melumat bibir wanita itu.Mereka bahkan belum melepaskan sepatu mereka, tapi keduanya sama-sama merasa tidak sabar untuk mengecap bibir satu sama lain. Ciuman yang awalnya ringan itu membawa candu dan terasa memabukkan, sehingga lama kelamaan berubah menjadi penuh lumatan penuh nafsu yang menggebu-gebu.“Kamu yakin pintunya sudah terkunci?” tanya Hanna di sela-sela ciuman mereka. Napas wanita itu masih terengah-engah, tapi dia masih memikirkan hal lain.“Ini adalah kamar suite. Walau tidak dikunci, tidak akan ada orang yang berani masuk sembarangan,” jawab Arsenio.Ketika Arsenio ingin mencium bibir Hanna lagi, wanita itu menahan kepala suaminya. “Tetap saja, lebih baik pastikan sudah terkunci. Aku tidak mau kena skandal.”Arsenio akhirnya menjawab dengan serius, “Tenanglah, pintunya otomatis terkunci saat tertutup. J

  • Istri Boneka Sang Presdir   BAB 22 : Ciuman Pertama

    “Bersama siapa biasanya kamu pergi ke pantai?” tanya Arsenio, memecahkan keheningan di antara mereka.“Sendiri.” Hembusan angin laut menerpa rambut panjang Hanna, membuat Arsenio mampu melihat ekspresi sedih istrinya dengan jelas. “Tidak ada yang bisa kuajak pergi, jadi aku selalu pergi sendiri.”Ekspresi sedih itu entah mengapa membuat Arsenio merasa tidak nyaman, seolah-olah kesedihan Hanna merupakan hal yang tabu untuknya.Dia seharusnya tidak memperdulikan hal itu, mengingat kontrak pernikahan mereka melarang keduanya untuk bermain-main dengan perasaan.Namun, malam ini, rasanya Arsenio sudah melupakan isi dari kontrak tersebut dan ingin menggali kehidupan Hanna lebih dalam lagi.Tampaknya, lepasnya topeng bahagia yang selalu dikenakan Hanna telah berhasil mendobrak dinding yang ada di hati Arsenio.“Jika aku sedang tidak sibuk, mungkin aku bisa menemanimu pergi ke pantai,” kata Arsenio.Perkataan Arsenio sontak membuat Hanna terkejut, wanita itu bahkan diam-diam mencubit tanganny

  • Istri Boneka Sang Presdir   BAB 21 : Pergi Ke Pantai

    “Maaf, aku membuat bajumu kotor,” kata Hanna seraya berusaha menghapus air mata di wajahnya.“Maaf, sudah membuatmu repot malam-malam begini, Arsen.”Arsen berdecak. “Sekali lagi kata maaf keluar dari mulutmu, aku akan menyuruhmu pulang jalan kaki.”Dengan wajah cemberut, Hanna membalas pelan, “Tapi nanti kakiku sakit.”Arsenio membeku. Hanna sepertinya masih agak mabuk, sehingga membalas dengan jawaban polos. Namun, sikap mabuknya itu malah terlihat menggemaskan di mata Arsenio, sampai-sampai membuat pria itu salah tingkah.“Aku tidak serius Hanna,” Arsenio berkata, “Tapi sungguh, tolong berhenti minta maaf, karena kamu sama sekali tidak salah.”Hanna, “Maaf, aku akan berhenti.”Arsenio meringis saat mendengar Hanna masih menggunakan kata maaf. “Hanna ….”Hanna akhirnya tidak membalas lagi, karena merasa takut akan mengucapka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status