Share

BAB 5 : Bertemu Adik Ipar

“Thumbelina! Akhirnya kamu sampai juga. Aku sudah menunggu-nunggu kamu dari pagi, aku pikir kamu tidak jadi datang hari ini.”

Hanna lumayan terkejut saat salah satu adik Arsenio langsung berlari keluar rumah begitu Hanna sampai di kediaman Arsenio.

Ketika Hanna perhatikan lebih lanjut, Hanna menebak bahwa wanita di hadapannya adalah Karina Tanya Ganendra, adik terakhir dari Arsenio yang memiliki wajah secantik mutiara.

“Maaf, aku terlambat. Tadi jalanannya sangat macet,” kata Hanna seraya tersenyum, berusaha agar terlihat baik di hadapan Karina.

Karina segera mengibaskan tangannya. “Jangan khawatir, kamu nggak perlu minta maaf. Aku cuman tidak sabar buat ketemu kamu! Kemarin kita tidak sempat ngobrol karena pestanya sangat ramai, bahkan aku susah mendekati kamu saat kamu selalu jadi pusat perhatian di pesta.”

Hanna, “Ah, itu kesalahanku. Seharusnya aku lebih memperhatikan adik ipar di pesta daripada tamu yang lain.”

“Eh? Aku tidak mengatakan itu untuk membuat kamu merasa tidak enak. Sudahlah, lupakan pesta kemarin. Ayo, cepat masuk, kami sudah menyiapkan makan siang untukmu.”

Karina menarik tangan Hanna supaya cepat-cepat masuk ke rumah. Sesampainya mereka di ruang makan, Hanna melihat seorang wanita tengah duduk di kursi makan sembari membaca sebuah buku.

Nama wanita itu adalah Vanessa Liora Ganendra, dia adalah adik pertama dari Arsenio.

Tatkala Vanessa mengangkat kepalanya dari buku, Hanna seketika terkesima. Wajah Vanessa tampak begitu rupawan dan memanjakan mata, bahkan Hanna tak mampu melepaskan pandangannya dari wajah Vanessa.

Jika diperhatikan lebih seksama, sesungguhnya Vanessa memiliki kesan yang sama seperti Arsenio. Keduanya memiliki temperamen tenang dan cenderung terlihat acuh terhadap orang lain.

“Karina, tidak baik menyeret-nyeret orang seperti itu, kamu bisa membuatnya tidak nyaman,” suara Vanessa mengalun lembut di dalam ruangan.

Hanna, “Ah, tidak. Aku baik-baik saja.”

“Dengar itu, Kak! Thumbelina tidak keberatan!”

Vanessa menghela napas, lalu kembali berbicara saat Hanna dan Karina sudah duduk di meja makan. “Maaf, Karina sudah menjadi penggemar Thumbelina sejak kamu debut. Jadi, dia begitu senang sampai tidak bisa menahan diri.”

Hanna tersenyum lembut. “Aku tidak menyangka bisa digemari oleh adik Arsenio. Tapi kalau boleh, apa kalian bisa memanggil namaku saja daripada Thumbelina?”

Thumbelina merupakan nama panggung yang digunakan oleh Hanna saat dia bernyanyi, dia bahkan lebih sering mendengar orang-orang memanggilnya dengan nama itu alih-alih Hanna. Akan tetapi, sering mendengar bukan berarti terbiasa.

Walau sudah bertahun-tahun dipanggil sebagai Thumbelina, Hanna tetap saja tidak menyukai nama panggilan itu.

Karina menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tertawa canggung. “Apa kamu tidak nyaman dipanggil Thumbelina?”

Hanna menggelengkan kepalanya cepat-cepat. “Bukan begitu. Aku hanya ingin merasa lebih dekat dengan kalian, jadi lebih baik saling menyapa menggunakan nama asli.”

Vanessa mengangguk, dia menyunggingkan senyuman tipis saat berkata, “Baiklah, kamu juga boleh memanggil kami dengan santai, Hanna.”

Vanessa menambahkan, “Duduklah, mari makan siang bersama. Aku meminta koki untuk memasakkan banyak makanan yang enak hari ini, semoga makanannya sesuai dengan selera kamu.”

Tampaknya, tinggal di kediaman Arsenio tidak seburuk yang Hanna duga.

• • •

Usai menyantap makan siang, Karina mengantar Hanna ke kamar tidurnya.

Tatkala Hanna menginjakkan kaki di dalam kamar barunya, dia merasa kagum karena kamar tersebut tampak luas. Warna kamar Hanna didominasi oleh warna earth tone, sehingga menciptakan kesan lembut dan menenangkan.

Terdapat pula sebuah jendela besar di dekat tempat tidur sehingga cahaya matahari bisa masuk dengan leluasa ke dalam kamar.

“Apa kamar ini sesuai seleramu, Hanna?” Karina menambahkan, “Kamar Kakakku memang terlihat agak membosankan. Kalau kamu tidak suka, aku bisa bicara dengannya untuk mengatur ulang dekorasinya.”

Hanna menggeleng cepat, “Tidak perlu mengatur ulang, begini saja sudah sangat bagus.”

Jika dibandingkan dengan kamar Hanna yang ada di rumah Aditya, kamar yang disiapkan Karina jelas terasa lebih nyaman. Saat masih tinggal di rumah Aditya, Hanna bahkan tidak mampu melihat matahari dan memiliki privasi sebagus di sini.

“Kalau begitu, aku akan membiarkan kamu istirahat sendirian di sini. Panggil pelayan aja jika kamu butuh sesuatu,” ujar Karina sambil tersenyum.

Sepeninggalan Karina, Hanna buru-buru berlari ke kamar mandi dan memuntahkan makanan yang baru saja dia makan.

Makan siang yang disiapkan oleh Vanessa memang enak, tapi semua makanan itu mengandung kalori dan lemak yang tinggi.

 Setiap kali Hanna menghitung berapa banyak kalori yang sudah dia makan, ketakutan selalu menjalari hatinya, membuat dia merasa pusing dan juga mual. Biasanya, dia lebih memilih untuk tidak makan sama sekali, tapi kini dia tidak mungkin menolak saat sudah dijamu oleh Vanessa.

Jika Vanessa atau Karina mengetahui Hanna memiliki eating disorder, mereka mungkin akan menganggap Hanna sebagai orang yang aneh dan melaporkannya kepada Arsenio.

Jika sampai itu terjadi, bukanlah hal mustahil bagi Arsenio untuk membatalkan kontrak karena tidak mau menikah dengan wanita problematik sepertinya. Hal itu pasti akan menyebabkan Hanna dipulangkan kembali ke rumah Aditya.

Setelah akhirnya bisa keluar dari rumah Aditya, Hanna tidak mau kembali ke cengkraman predator itu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status