Jelita sudah dibawa pulang bersama anak kembarnya yang lucu-lucu. Wanita itu kini sedang menidurkan bayi perempuannya, sementara Royal sedang sibuk menggantikan popok putranya."Sayang, sudah," ucap Royal.Jelita memeriksa bagaimana suaminya memakaikan popok putranya. "Bagus. Mas sudah bisa memakaikan popok anak-anak kita," ucapnya memuji.Royal ternsyum. Lalu pria itu menggendong putranya dengan lembut. "Ya. Ini semua kan berkat kamu dan Mamah yang mengajari. Tapi... Apa kamu yakin tidak perlu baby sitter?" tanyanya."Aku bisa, Mas. Aku ingin anak-anak kita lebih dekat dengan kedua orang tuanya dari pada sama baby sitter. Lagi pula sangat menyenangkan merawat mereka. Mereka juga pinter. Aku juga kan cuti dan bisa sesekali kerja di rumah. Ada Bi Jum juga yang bantuin," jawab Jelita menolak tawaran suaminya."Baiklah kalau mau kamu begitu, Sayang. Tapi kalau capek, istirahat. Aku juga akan merawat mereka semaksimal mungkin." Royal ikut mengusulkan. Sebagai ayah dari bayi kembar, ia tak
"Oeeekk, oekkkk!" Setelah perjuangan yang cukup panjang dan mempertaruhkan nyawa, dua bayi kembar laki-laki dan perempuan itu lahir, Royal segera memeluk Jelita."Makasih, Sayang... Makasih...." ungkapnya penuh kelegaan. Jelita hanya tersenyum lemas."Akhirnya anak kita lahir... Maafkan aku yang tidak bisa menggantikan rasa sakitmu...." cicit pria itu. Tanpa diduga Royal menangis."Mas... Nggak papa... Aku senang," balas Jelita sembari mengusap punggung suaminya. Tak menyangka bahwa pria yang paling ia cintai itu menangis karena tak bisa menggantikan melahirkan. Sungguh lucu baginya karena Royal sendiri selalu dikenal sebagai pribadi yang dingin dan tanpa perasaan.Tubuh Jelita yang masih lemah segera dibersihkan."Biar aku saja. Kalian bersihkan kedua anakku!" perintah Royal."Tapi, Tuan...."Royal memberikan tatapan tajamnya yang menakutkan. Membuat perawat memilih menurut saja. Sementara Jelita hanya menggeleng pelan."Anda sebaiknya tunggu sebentar, Tuan. Nyonya masih harus dijah
Jelita berlari masuk ke dalam kamar mandi. Wanita itu pun menunduk di depan wastafel dan tiba-tiba memuntahkan isi perutnya. Royal yang sudah menyusul, menatap kaget pada Jelita."Sayang...?" panggilnya pelan sembari berjalan mendekat."Hoek...." Jelita masih memuntahkan isi perutnya yang tidak seberapa.Royal mengusap punggungnya. Meraih rambut panjang Jelita agar tidak kotor terkena muntahan. Pria itu menatap cemas pada keadaan Jelita. Sementara Nilam terdiam di tempat."Mah, kita panggil dokter!" usul Yudha ikut cemas.Nilam menahan tangan putranya. "Tunggu dulu, Yudha.""Tapi, Mah....""Kita tunggu kakak iparmu, Yudha. Bagaimana pun juga Kakak kamu sudah menjadi istrinya," ucap Nilam lembut, memberi pengertian pada putranya."Baiklah....""Tidak apa-apa. Sepertinya Kakak kamu nggak sakit. Kamu tenanglah. Nanti juga kamu akan merasakannya kalau sudah berkeluarga," lanjut Nilam lagi.Yudha pun mengangguk. Kakek Luis ikut menatap ke kamar mandi. "Tapi apakah benar baik-baik saja? Sep
"Mas... Akhirnya masalah ini sudah selesai," ucap Jelita sembari memeluk erat suaminya.Royal tersenyum dan membalas pelukan sang istri. "Ya. Semua ini berkat kamu, Jelly."Hati Jelita merasa tenang. "Aku hanya membantu sedikit, Mas. Mas Royal dan yang lainnya lah yang telah berusaha keras mencari pelaku sebenarnya," ucap wanita itu rendah hati."Kamu adalah keberuntungan bagiku, Jelly. Terima kasih," ucap Royal sembari mencium kening Jelita.Wanita itu tersenyum. Ia benar-benar merasa dihargai saat bersama suaminya. Dan dirinya sadar bahwa dicintai lebih indah dari pada mencintai. Dan ia yang membalas cinta suaminya juga merupakan hal yang membahagiakan."Mas terlalu berlebihan. Aku lah yang beruntung karena dicintai oleh orang hebat seperti kamu," sahut Jelita."Tidak, Sayang. Akulah yang beruntung karena menikah dengan wanita cantik dan hebat sepertimu," balas Royal.Saat pasangan itu sedang saling melempar pujian, Zain yang duduk di samping kemudi hanya bisa diam saja dengan peras
"Kami sudah membawanya, Tuan." Zain berujar saat bertemu kembali dengan Royaldio. Pria itu membawa seseorang yang kini tertunduk lesu di hadapan sang bos besar.Royal hanya mengangguk. Pria itu memberikan instruksi agar orang yang dibawa Zain didudukkan pada sebuah kursi kayu. Sementara dirinya yang sudah duduk lebih dulu, menatap tajam ke arahnya, membuat suasana di ruangan yang terang itu terasa dingin dan mencekam."Tuan, dia terbukti merusak mobil Tuan Besar sebelumnya," jelas Zain.Tatapan Royal begitu dingin. Pria itu pun membuka mulutnya. "Apa maumu?" tanya Royal menusuk.Sang pria yang merupakan mantan sopir pribadi pamannya yang sudah lama berhenti itu pun menegang. Wajahnya mulai pucat. Pertanyaan yang terdengar seperti penekanan itu membuat lidahnya kelu.Suasana tiba-tiba sunyi. Sang sopir pribadi hanya diam, tak sanggup menjawab, sementara Royal dan yang lainnya juga ikut diam, menunggu jawaban dengan perasaan marah."Jawab!" bentak salah satu anak buah Royal yang berdiri
Royal menatap sang istri lalu mengusap pipi Jelita dengan lembut. "Tidak, Sayang. Justru aku berterima kasih pada ingatanmu itu. Sudah lama sekali aku belum bisa mengungkapkan kematian ayahku. Dan berkat ingatanmu ini dan gambar wajah pelaku, aku pasti bisa menangkap mereka," ujarnya dengan sebuah senyuman."Tapi... Ini masih belum jelas, Mas. Aku takut jika aku salah...." cicit Jelita.Royal kembali tersenyum. "Tidak ada yang salah. Aku akan segera menyelidikinya."Dan setelah itu, Zain segera menyelidiki soal mantan sopir pribadi Edwin. Sementara Royal dan Jelita masih berpura-pura tidak tahu dan tetap tenang saat bertemu kembali dengan Edwin dan Vanessa. Malam itu, Jelita diam-diam mengamati wajah Edwin yang memang mirip sekali dengan pria dalam ingatannya saat masih remaja.*"Kalian tidak menginap lagi di sini?" tanya Luis ketika sehari setelahnya Jelita dan Royal memilih berpamitan.Jelita tersenyum. "Makasih, Kek. Tapi kamu harus kembali," jawabnya sopan.Luis menggengam tanga